Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 21 Januari 2021 | 07:10 WIB
Petugas kebersihan melakukan pekerjaannya di KRL Jogja-Solo saat uji coba terbatas pada Rabu (20/1/2021). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Para tamu undangan yang mengikuti uji coba terbatas perdana Kereta Rel Listrik (KRL) jalur Yogyakarta-Solo, Rabu (20/1/2021), merespons positif kehadiran KRL Jogja-Solo.

Salah satunya seperti yang dirasakan Nur Harsa Aryo Samudro, selaku Ketua Pramekers Jogja-Solo. Pria yang kerap disapa Harsa tersebut mengatakan bahwa pengalaman pertama menaiki KRL Jogja-Solo ini bagaikan mimpi yang menjadi nyata.

"Ini mimpi yang menjadi nyata bagi kami, khususnya penglaju atau penglajo. Kami mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa untuk bisa mendapatkan kesempatan menjajal fasilitas KRL yang luar biasa pada hari ini," ujar Harsa kepada awak media.

Harsa sendiri adalah pengguna Prameks yang tergolong sudah cukup lama, terhitung sejak 2007 hingga 2017. Selama periode tersebut, berbagai persoalan masih saja ia temui ketika menggunakan layanan kereta api Prameks.

Persoalan mulai dari ticketing, jadwal keberangkatan, hingga ketepatan waktu tiba yang kadang tidak bisa dipastikan. Kehadiran KRL dianggap sebagai angin segar dalam layanan transportasi, khususnya kereta api.

"Senang luar biasa bahwa sekarang para pekerja profesional yang berada di Jogja atau Solo bisa terfasilitasi dengan baik, sehingga pekerjaan menjadi makin optimal," ucapnya.

Disebutkan Harsa, jumlah para penglaju Jogja-Solo atau sebaliknya setiap hari tergolong cukup tinggi. Pasalnya dalam sehari saja, paling tidak ada ribuan penglaju yang menggunakan transportasi kereta api.

Bahkan sebelum pandemi Covid-19, jumlah itu jauh lebih tinggi, yakni mencapai 8 ribu orang penglaju setiap harinya, baik dari Jogja-Solo ataupun sebaliknya, Solo-Jogja.

"Kalau yang menjadi anggota dan aktif dalam Pramekers itu ada sekitar 300-400 orang. Ada juga Prameks Lovers, yang mewadahi komunitas penglaju khusus perempuan saja," tuturnya.

Pria yang kini juga bekerja di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Yogyakarta ini mengungkapkan, meskipun saat ini lebih banyak menghabiskan aktivitas di Jogja, tetapi hadirnya KRL ibarat anak yang diberi hadiah orang tuanya. Perasaan senang itu tidak habis atau bahkan pernah dipikirkan sebelumnya.

"Ini seperti anak yang dijanjikan untuk dibelikan sesuatu dan orang tua harus bekerja keras mewujudkan keinginan sang anak itu. Ya ini ibarat hadiah pelaju Jogja-Solo dan sebaliknya," sebutnya.

Ia mengaku telah menunggu momen uji coba KRL ini sejak lama. Awalnya, rencana itu muncul pada Oktober 2020 lalu hingga November, lalu mundur dan sampai pada hari ini.

Harsa menyampaikan sedikit saran untuk operasional KRL Jogja-Solo supaya bisa dioptimalkan lagi dalam beberapa waktu ke depan, yaitu terkait jarak naik-turun kereta dengan tinggi lantai peron, yang masih belum sejajar, sehingga cukup menyulitkan saat penumpang akan turun.

"Kalau masih kurang, ya detailnya belum bisa disampaikan karena baru sekali, tapi mungkin tentang naik-turunnya itu yang agak susah, lantai peron di beberapa stasiun seperti Maguwoharjo dan Brambanan masih cukup tinggi, jadi memang perlu berhati-hati," tandasnya.

Sementara itu, Dosen Teknik Kimia UMS Atiga Mulyaningtyas, yang juga turut dalam uji coba KRL Jogja-Solo ini, menilai bahwa kehadiran perkembangan transportasi semacam ini memang diperlukan untuk menjawab perkembangan zaman yang terus bergerak.

"Kalau saya realistis saja karena memang KRL ini dibutuhkan. Jadi memang sudah seharusnya ada," katanya.

Ia menyebutkan, jika dilihat secara kultur, penglaju di Jogja-Solo dengan di Jakarta itu sangat berbeda. Menurutnya, penglaju di Jogja-Solo lebih menikmati waktunya.

"Jadi kalau di Jogja itu lebih kepada alon-alon waton kelakon, kalau di Jakarta lebih lari-lari, grusah-grusuh. Ya saya harap kehadiran KRL Jogja-Solo bisa lebih mempertahankan kultur Jawa-nya," pungkasnya.

Load More