SuaraJogja.id - Selain penanangan pandemi Covid-19, salah satu isu yang belakangan cukup disorot dalam pemerintahan Jokowi yakni mengenai persoalan kebebasan berpendapat yang kerap terjerat UU ITE.
Seperti diketahui, dalam kurun satu tahun terakhir, muncul fenomena saling lapor dengan merujuk pada dugaan pelanggaran UU ITE. Salah satu yang jadi "korban" yakni almarhum Ustaz Maaher At Thuwailiby yang harus mendekam di rutan Polri akibat kicauannya di media sosial.
Beragam masukan dan kritik pun bermunculan terkait implementasi dari UU ITE mengingat ada sejumlah pasal di dalamnya yang multitafsir.
Inisiatif untuk melakukan revisi UU ITE pun muncul. Hal ini kemudian direspon oleh Menko Polhukam, Mahfud MD lewat kicauannya beberapa waktu lalu.
Baca Juga: PKS Rekrut Komika Wawan Saktiawan Jadi Pengurus Partai
"Pemerintah akan mendiskusikan insiatif untuk merevisi UU ITE. Dulu pada 2007/2008 banyak yang usul dengan penuh semangat agar dibuat UU ITE. Jika sekarang UU tersebut dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut. bagaimana baiknya lah, ini kan demokrasi," katanya.
Terkini, kicauan Mahfud MD itu ditanggapi politisi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, Hidayat Nur Wahid.
Ia menyebut langkah untuk merevisi UU ITE sebagai sesuatu yang bagus. Ia pun menegaskan akan mendukung upaya itu demi keadilan.
"UU ITE yang pasalnya dikaretkan seperti pasal 17,27,28,9 oleh Presiden @jokowi dimintakan untuk direvisi. Bagus. Tapi revisi lebih efektif kalau insiatifnya dari pemerintah. Presidien undang pimpinan partai pendukung pemerintah di DPR mereka mayoritas mutlak. Demi keadilan, FPKS dukung Prof," ucapnya.
Sebelumnya Presiden Jokowi pun sempat mewanti-wanti jajaran kepolisian untuk berhati-hati dalam menyikapi dan menerima laporan dugaan pelanggaran yang terkait dengan UU ITE.
Baca Juga: PKS Targetkan Kembali Rebut Kursi Gubernur Jabar
Dalam kesempatan memberikan arahan di rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, kemarin, Jokowi mengingatkan bahwa pasal-pasal di dalam UU tersebut bisa diterjemahkan secara multitafsif.
"Hati-hati, ada pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati," ungkapnya.
Lebih jauh, Jokowi mengarahkan apabila UU ITE tak bisa memberikan rasa keadilan maka ia akan meminta DPR untuk bersama-sama merevisi UU ITE tersebut.
"Sebab di sinilah hulunya, direvisi terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," jelasnya.
Berita Terkait
-
Sebut UU ITE Bakal Direvisi, Mahfud MD: Dulu Pada Semangat Mengusulkan
-
Pemerintah Berencana Revisi UU ITE
-
Jokowi Minta Polri Lebih Selektif Terima Laporan Pelanggaran UU ITE
-
Jokowi Bakal Minta DPR Revisi UU ITE Jika Tak Bisa Beri Rasa Keadilan
-
Khawatir Tuduhan Kriminalisasi, Kapolri Janji Pilih-pilih Usut Kasus UU ITE
Terpopuler
- 1 Detik Jay Idzes Jadi Pemain Udinese Langsung Cetak Sejarah Liga Italia
- Sah! Jay Idzes Resmi Jadi Pemain Termahal di Timnas Indonesia
- Penyerang Rp1,30 Miliar Urus Naturalisasi, Lini Serang Timnas Indonesia Makin Ganas
- 5 Rekomendasi HP Rp2 Jutaan RAM 12 GB Memori 256 GB, Lancar Jaya Buat Multitasking!
- 5 Mobil Bekas SUV Keren Harga Rp 40-70 Jutaan, Performa Kencang
Pilihan
-
Peringkat Daya Saing Indonesia Ambruk, Turun ke Posisi 40
-
Penyerang Keturunan Rp20,86 Miliar Dipastikan ke Indonesia Bulan Depan
-
Pundit Jepang Puji Kecerdasan Suporter Timnas Indonesia: Sepak Bola Tak Hanya Soal Skor
-
BI Perpanjangan Keringanan Bayar Tagihan Kartu Kredit Hingga Akhir 2025
-
Hasil Piala Dunia Antarklub 2025: Debut Minor Xabi Alonso, Real Madrid Ditahan Al Hilal
Terkini
-
Tak Sekadar Lari, Mandiri Jogja Marathon 2025 Beri Diskon di Pameran UMKM hingga Undian ke Berlin
-
4 Pendaki Ilegal Gunung Merapi Diamankan, Disanksi Bersihkan Objek Wisata Alam Selama 3 Bulan
-
Penggusuran di Lempuyangan: Warga Memohon KAI Izinkan Rayakan Agustusan Terakhir di Rumah Mereka
-
Luncurkan SINAR Sleman, Inovasi Digital Pemkab agar Warga Bisa Kontrol Pembangunan Daerah
-
Purnawirawan Desak Gibran Dimakzulkan, DPR Pilih Tunda Pembahasan: Ada Apa dengan Tanggal 20?