Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 16 Februari 2021 | 12:41 WIB
Ilustrasi perceraian. (Rex/ Mirror)

SuaraJogja.id - Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Sleman menyatakan terjadi peningkatan angka kasus perceraian selama masa pandemi Covid-19

Humas Pengadilan Agama Kabupaten Sleman Syamsiah mengatakan penyebab paling banyak runtuhnya bahtera rumah tangga itu disebabkan oleh faktor ekonomi.

"Tentu saja dengan adanya pandemi Covid-19 ini pengaruhnya besar sekali kepada ekonomi keluarga juga. Sehingga ada beberapa perkara yang memang karena faktor ekonomi," kata Syamsiah saat ditemui SuaraJogja.id, Selasa (16/2/2021).

Lebih lanjut memang di dalam gugatan tersebut tidak dijelaskan secara langsung bahwa perkara tersebut akibat pandemi Covid-19. Tapi memang jika dilihat di dalam gugatan itu tertulis akibat faktor ekonomi.

Baca Juga: Kemeriahan Imlek di Sleman City Hall, Banyak Makanan dan Hadiah

"Di dalamnya tidak disebutkan secara jelas itu sebab pandemi Covid-19. Tapi memang secara tidak langsung iya [dampak pandemi Covid-19]. Mungkin kenapa tidak disebutkan juga karena faktor pandemi sebab sebelum pandemi pun ekonomi sudah tidak bagus. Ditambah pada saat pandemi pemasukan turun. Ada beberapa perkara yang terungkap di persidangan, beberapa orang mengalami penurunan ekonomi akibat pandemi," paparnya.

Disampaikan Syamsiah bahwa kasus perceraian di Kabupaten Sleman masih didominasi oleh cerai gugat ketimbang dengan cerai talak. Jumlah kedua cerai tersebut pun ikut bertambah.

Menurut data yang tercatat dalam Pengadilan Agama Kabupaten Sleman, pada tahun 2019 kasus permohonan cerai yang diajukan oleh istri atau cerai gugat sebanyak 1.336 sedangkan cerai talak hanya sebanyak 503 kasus. Atau jika dijumlahkan menjadi 1.839 perkara yang diterima.

Untuk perkara yang diputus pada cerai gugat sebanyak 1.156 kasus sedangkan cerai talak 437 kasus dengan total keduanya menjadi 1.593 kasus yang telah diputus.

Angka tersebut secara keseluruhan naik pada tahun 2020, untuk perkara yang diterima PA perihal cerai gugat sebanyak 1.248 dan cerai talak 419 dengan total 1.667 kasus diterima. Sementara yang diputus cerai gugat 1.343 kasus dan cerai talak 435 kasus total menjadi 1.778 kasus.

Baca Juga: Mayoritas RT di Sleman Masih Hijau, Hanya Satu RT Masuk Zona Kuning

"Kalau angka memang cenderung naik ya. Kebanyakan memang kasus cerai gugat. Kalau dibandingkan talak itu memang lebih banyak perempuan yang mengajukan," terangnya.

Tidak hanya faktor ekonomi yang menjadi pemicunya, adanya pihak ketiga juga masih ditemukan baik suami yang kedapatan selingkuh ataupun sebaliknya. Biasanya perselingkuhan itu muncul dari seringnya yang bersangkutan menggunakan media sosial.

"Kalau faktor perselingkuhan rata-rata didapati dari media sosial. Ini memang cukup marak," imbuhnya.

Syamsiah menilai memang dari banyak kasus itu didominasi oleh pernikahan yang belum matang. Walaupun tidak dipungkiri perceraian rumah tangga ini bisa menimpa siapa pun tanpa mengenal usia bahkan lansia sekalipun.

Namun menilik kasus yang ada mayoritas perceraian diajukan oleh pasangan dengan usia produktif. Meski tidak sedikit juga yang sudah mapan dan matang secara usia tetap melakukan perceraian.

"Nah untuk pekerja biasanya masih banyak dari swasta atau umum itu kadang buruh lepas itu banyak mengajukan perceraian, tapi ada juga PNS atau pengusaha. Kebanyakan pekerjaan tidak tetap," kata perempuan yang merangkap sebagai hakim tersebut.

Syamsiah mengungkapkan bahwa Majelis Hamik tidak langsung mengabulkan atau memutus kasus perceraian yang ada. Pihaknya akan menganalisa terlebih dulu kasus secara lebih mendalam saat disidangkan.

Jika memang dalam perkembangan kasus tersebut tidak terlalu rumit atau masih dalam taraf yang wajar, maka perceraian tidak akan dikabulkan. Tetapi apabila rumah tangga atau pasangan juga sudah tidak tidak ada titik temu maka perceraian memang harus dilakukan.

"Jadi tidak memperhitungkan atau mempersoalkan siapa yang salah, yang penting menurut pertimbangan majelis bahwa rumah tangga tidak dapat dipertahankan lagi karena pertengkaran sudah sedemikian rupa. Namanya rumah tangga harus dua-duanya ya. Walaupun salah satu pihak keberatan untuk cerai tapi yang satu pihak tidak mau lagi kan tidak mungkin bisa. Kalau tidak mungkin dirukunkan lagi tiap hari hanya perang kan lebih manfaat cerai," terangnya.

Ia mengimbau kepada pasangan yang hendak menikah untuk lebih memikirkan secara matang keputusan tersebut. Sebab pernikahan tidak selamanya indah dan ada banyak masalah yang perlu diselesaikan dengan kedewasaan mental dan pikiran.

Sementara itu Panitera Muda Hukum PA Sleman Titik Handriyani menambahkan untuk total laporan perkara yang telah diterima PA Sleman selama 2020 sebanyak 2.234 sedangkan untuk yang telah diputus sebanyak 2.151 perkara.

Disampaikan bahwa selama pandemi pelayanan laporan pengaduan perkara dibatasi yakni maksimal hanya 15 laporan per hari. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerumunan di masa pandemi Covid-19.

Oleh sebab itu jika nantinya suatu perkara tidak terselesaikan dalam satu tahun. Maka akan kembali diselesaikan pada tahun berikutnya, seterusnya.

"Sementara jumlah laporan yang dicabut selama 2020 ada 201. Dikabulkan 2.296, dan ditolak sebanyak 11 kasus," tandasnya. 

Load More