Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Selasa, 16 Februari 2021 | 17:30 WIB
Bupati Kulon Progo bersama dengan Wakil Bupati memetik sayur terong yanv ada di lahan pekarangan milik Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekarsari yang berada di Kalurahan Kebonharjo, Kapanewon Samigaluh, Kulon Progo, Sabtu (25/7/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Bupati Kulon Progo Sutedjo menyampaikan wilayahnya memiliki 12 Kapanewon, 87 desa atau kalurahan, dalams etiap desa memiliki 918 dusun, dan ada 1018 RW. Kabupaten ini terletak di sisi barat Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta (DIY). Terdapat 443 ribu jiwa yang terbagi dalam tiga zona, yakni wilayah tengah dan selatan.

Dari jumlah penduduk tersebut, paling banyak memiliki profesi. Namun, Sutedjo mengakui bahwa profesi masyarakatnya cukup bervariasi. Angka indeks pembangunan manusia (IPM) di Kulon Progo ada di angka 74,46 sedangkan angka provinsi 79,97 dan nasional 71,94. Sutedjo menyampaikan jika wilayahnya berada di posisi tengah antara angka nasional dan provinsi.

"Kami masih memiliki keprihatinan pada kemiskinan yang masih memiliki angka 18% lebih sedikit," ujar Sutedjo dalam webinar yang diselenggarakan Pustek UGM, Selasa (16/2/2021).

Angka tersebut masih berada di atas rata-rata nasional dan provinsi. Meski angka kemiskinan tinggi namun angka harapan hidup masih lebih tinggi dari nasional dan provinsi. Pertumbuhan ekonomi sendiri di tahun terkahir setelah pandemi, secara nasional mengalami minus, sementara Kulon Progo masih berada di posisi plus meskipun masih dalam nominal kecil.

Baca Juga: Kasus Setrum Ikan di DIY, Kebanyakan Ditangkap di Sleman dan Kulon Progo

Pada tahun 2019 lalu, pertumbuhan ekonomi Kulon Progo sempat mencapai angka plus di nominal 11%. Berbeda dengan tahun 2020, banyak sektor yang mengalami penurunan. Angka pengangguran terbuka juga lebih rendah dari angka nasional maupun provinsi. Ia menyampaikan, jika angka kemiskinan yang masih tinggi membuat pemerintah termotivasi untuk bergerak lebih banyak lagi. Meskipun angka APBD yang dimiliki Kulon Progo paling kecil di DIY.

Ada beberapa isu-isu strategis yang perlu diatas oleh pemerintah, di antaranya adalah angka kemiskinan yang cenderung tinggi. Kemudian, kebutuhan sumber daya manusia yang unggul, berkarakter dan berbudaya. Perlunya peningkatan pemasaran produk lokal dan terakhir adalah peningkatan ekonomi masayrakat desa. Isu-isu tersebut yang kemudian disikapi oleh pemerintah secara serius.

"Dari isu yang pertama, maka strategi kebijakan yang kita lakukan adalah pertama kita menyusun algoritma kemiskinan," ujar Sutedjo.

Pihaknya melakukan pendataan kemiskinan secara langsung, ia menggerakkan SDM yang ada untuk mendata dengan 16 indikator yang ada di Kulon Progo. Pendataan itu melibatkan PNS dan petugas lainnya. Dari data tersebut bisa diketahui hal-hal yang perlu dilakukan. Dari 16 indikator 4 sampai 5 dipengaruhi oleh rumah tangga yang terjadi di dalam satu keluarga. Misalnya saja kondisi rumah yang belum berlantai, memiliki MCK dan berbagainya.

Salah satu hal yang dilakukan adalah Bedah Rumah Miskin yang dilakukan setiap hari Minggu tanpa mengurangi dana APBN maupun APBD. Dana untuk pembangunan diambil dari berbagai organisasi yang ikut menyumbang uang. Pemerintah juga menmbuat inovasi yang cenderung bergerak dalam hal kemandirian pangan. Berangkat dari kemandirian pangan diharapkan bisa berdampak pada kemandirian ekonomi.

Baca Juga: Beras dan Rokok Sumbang Angka Kemiskinan Sumsel Saat Pandemi

Kemandirian ekonomi, digerakkan melalui kebiasaan membeli produk-produk lokal yang ada di Kulon Progo. Adanya surplus beras yang dimiliki masyarakat membuat pemerintah daerah hanya bekerjasama dengan pihak Bulog untuk membeli beras dari kelompok tani. Selain itu Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) dari pemerintah pisat, disalurkan melalui bukan dari pedagang-pedagang besar. Melainkan melalui e-pasar.

"Setiap bulan terus tersedia stok itu, dan kami menugasi dinas-dinas terkait untuk mengawasi kelompok-kelompok itu," terang Sutedjo.

Ia memastikan setiap kelompok setia menggunakan produk dalam daerah. Jika ada yang menggunakan produk dari luar daerah maka akan diputus kerjasamanya. Untuk mengatasi isu strategis kedua mengenai kebutuhan SDM, pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai pendidikan karakter dan revitalisasi BLK. Ada empat streching yang ditambahkan pada pendidikan karakter, di antaranya adalah keagamaan, kebangsaan, kemataraman, dan kepramukaan.

Untuk penguatan ekonomi desa, ada beberapa langkah yang dilakukan pemerintah Kulon Progo. Yakni, kawasan perdesaan Menoreh terpadu, bumdes dan pengembangan desa wisata dan desa budaya. Tiga hal itu dilakukan untuk menguatkan ekonomi desa. Hal ini dilakukan terus menerus, samapi saat ini Pemerintah Kulon Progo membuka jalan untuk kawasan Menoreh sebagai bentuk pengembangan infrastruktur.

"Disana ternyata banyak potensi wisata sepanjang pegunungan Menoreh," ujar Sutedjo.

Sutedjo juga mencoba membangun sinergitas bersama perguruan tinggi untuk membantu mengembangkan potensi yang ada di wilayahnya. Ada banyak perguruan tinggi yang dijadikan rekan untuk kerjasama dalam pengembangan potensi wilayahnya. Mulai dari kegiatan kuliah kerja nyata maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang ditawarkan pihak universitas.

Load More