Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 24 Maret 2021 | 16:48 WIB
Suasana di ruang pemantau kamera pengawas tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di Gedung National Traffic Managemen Center (NTMC) Polri, Jakarta, Selasa (23/3/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraJogja.id - Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) telah diterapkan pada lalu lintas sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pusat Studi dan Transportasi Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM), memberikan kritisi sejumlah poin yang perlu disempurnakan dalam penerapan ETLE

Seperti dijelaskan oleh Peneliti Senior Pustral UGM Arif Wismadi, kala  dihubungi wartawan, Rabu (24/3/2021).

Ia memaparkan, poin pertama yang perlu menjadi sorotan adalah perihal penindakan ETLE yang ditujukan kepada pemilik kendaraan.

Baca Juga: Sikapi Kelonggaran Mudik Lebaran, Epidemiolog UGM: Sebaiknya Tak Mudik Dulu

"Tindakan tidak langsung diberikan kepada pelaku. Ada kemungkinan ketidaktepatan tindakan, karena yang ikut menanggung kesalahan bisa jadi bukan pelaku pelanggaran," kata dia. 

Dengan kata lain, pengguna kendaraan yang terekam telah melanggar di jalanan, bisa jadi bukanlah sang pemilik kendaraan [hanya meminjam, menyewa, dan sebagainya] yang selanjutnya datanya terekam dalam sistem ETLE. 

Arif mengungkapkan, poin berikutnya yakni terkait sistem pengenalan wajah dengan biometrik yang belum sempurna untuk dapat diterapkan. 

Terlebih, di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, dipastikan banyak orang-orang memakai masker. 

Poin adanya pemasangan kamera di helm polisi, juga tak lepas dari pembahasan Arif. Kamera itu dipasang bertujuan untuk memperluas jangkauan ETLE yang tidak terekam kamera CCTV. 

Baca Juga: Pelaku Ghosting Buat Korban Bingung, Psikolog UGM Ungkap Kepribadiannya

Dalam pandangan Arif, hal tersebut berpotensi terjadinya penindakan yang tidak transparan terhadap pelanggar lalu lintas

Pasalnya, di wilayah atau titik-titik yang belum terjangkau CCTV itu, bisa menjadi ruang negosiasi antar pelanggar lalu lintas dengan polisi. 

"Dalam pelaksanaan sistem ETLE, yang terpenting adalah meniadakan kemungkinan intervensi aktivasi alat, oleh petugas lapangan. Dengan demikian, lebih efektif dalam penegakan hukum secara benar," ujarnya. 

Kontributor : Uli Febriarni

Load More