Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Selasa, 27 April 2021 | 14:11 WIB
Jenis rempah untuk berbagai keluhan kesehatan dijual di Pasar Beringharjo Jogja, Selasa (27/4/2021). - (SuaraJogja.id/Mutiara Rizka)

SuaraJogja.id - Pada awal masa pandemi, rempah atau empon-empon asal Yogyakarta sempat menjadi primadona. Ramuan tradisional tersebut dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga bisa menghambat penularan virus corona. Penjualan ramuan tradisional tersebut pun sempat meningkat pesat.

Setelah satu tahun sejak pandemi, rupanya penjualan empon-empon kembali menurun. Salah satu pedagang rempah di Pasar Beringharjo, Ida, mengatakan bahwa penjualan rempah sempat meningkat hanya dalam kurun waktu tiga bulan saja. Setelahnya, sampai saat ini penjualan justru menurun hingga 50%.

Ida telah berdagang rempah-rempah di salah satu ikon pasar di Jogja tersebut sejak 2000. Sampai saat ini, ia telah berdagang selama 20 tahun, dan dalam kurun waktu tersebut, satu tahun terakhir merupakan masa penjualan terendah untuk produk rempah-rempahnya.

"Aku jualannya rempah-rempah, bahan rempah terus wedangan, jamu-jamuan, jamu jadi, dan bahan baku," ujar Ida saat ditemui di lapaknya, Selasa (27/4/2021).

Baca Juga: Perjuangan Buruh Gendong Pasar Beringharjo Jalani Puasa di Tengah Pandemi

Sejak tahun 2000, Ida sudah menjual berbagai macam rempah di Pasar Beringharjo, mulai dari rempah yang digunakan untuk badan hingga rempah untuk konsumsi kesehatan. Saat awal pandemi, jenis rempah yang mengalami peningkatan penjualan adalah temulawak, kunyit, jahe, serai, secang, dan kayu manis saja.

Sementara, rempah lainnya terjual seperti biasa. Dalam kurun waktu tiga bulan, penjualan rempah jenis tersebut bisa meningkat lebih dari 50 persen. Sedangkan selama masa pandemi, mulai dari rempah hingga bahan jadi semua mengalami penurunan penjualan hingga 70 persen.

Konsumen Ida kebanyakan merupakan salon yang menyediakan jasa spa. Dengan merebaknya pandemi, yang membuat orang takut bersentuhan pengunjung di salon spa pun menurun. Hal tersebut berdampak pada pembelian dari pelanggan Ida, yang juga mengalami penurunan. Saat ini, kebanyakan pelanggannya adalah masyarakat domestik saja.

"Kalau saya strategi bertahan hanya membeli barang-barang semampu saya jualnya. Tidak berani stok," terangnya.

Untuk tetap bisa bertahan menjual dagangannya, kini Ida membatasi stok barang yang dimilikinya. Jika biasanya ia menimbun barang antara 50-10 kg, kini ia biasa hanya menyimpan barang sebanyak 10 kg, sesuai dengan kemampuannya menjual dan kebutuhan pasar yang hanya diramaikan penduduk lokal.

Baca Juga: Terpopuler: Pizza 1 Meter hingga Rempah yang Bikin Rumah Bebas Bau

Ia berharap agar pandemi bisa segera selesai dan masyarakat bisa kembali berjualan. Ida menjelaskan, meskipun ada penjualan online, tetapi itu tidak berdampak besar. Sejak sebelum pandemi, Ida sudah biasa menerima pesanan rempah dari luar kota hingga Kalimantan. Namun, selama pandemi ini juga pesanan dari luar kota justru mengalami penurunan.

Ida biasanya menerima pesanan secara online melalui telepon. Ia mengaku belum bisa menggunakan aplikasi penjualan daring. Belum adanya pengarahan secara runtut mengenai penjualan membuatnya belum menjangkau ranah daring. Untuk dirinya, yang sudah berusia 53 tahun, ia merasa perlu mendapatkan bimbingan secara khusus untuk menjual dagangannya secara online.

Load More