Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Mutiara Rizka Maulina
Senin, 26 April 2021 | 12:56 WIB
Buruh gendong di Pasar Beringharjo saat menunggu pelanggan di dekat tangga Senin (26/4/2021). [Mutiara Rizka M / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Memasuki hari ke 14 bulan Ramadhan, aktivitas di Pasar Beringharjo nampak berjalan seperti biasa. Puluhan perempuan yang berprofesi sebagai buruh gendong juga tetap menjalankan pekerjaannya memanggul barang dagangan.

Sugiyarti (54) salah satu buruh gendong asal Kulon Progo mengaku tetap menjalankan pekerjaannya meskipun sepi pelanggan. Ia telah menyandang profesi tersebut sejak berusia 17 tahun. Mulai dari berstatus lajang hingga kini dirinya telah memiliki seorang cucu.

"Bekerja tapi enggak ada ini, sepi seperti ini," ujar Sugiyarti saat ditemui di lantai dua Pasar Beringharjo Senin (26/4/2021).

Tetap bekerja di tengah ibadah puasa, Sugiyarti mengeluhkan kondisi pasar yang sepi. Sudah satu tahun lebih sejak pandemi merebak di Indonesia, dan jumlah pelanggannya terus menurun. Dalam satu hari uang yang ia dapatkan dari hasil pekerjaannya tidak tentu.

Baca Juga: Curhat Buruh Gendong Jogja, Bawa Barang 50 Kg Hanya Dibayar Rp 5 Ribu

Selama pandemi, rata-rata uang yang ia terima setiap hari berkisar Rp25.000 hingga Rp30.000. Tidak jarang juga kurang dari nominal tersebut hingga pas-pasan untuk ongkos pulang dan pergi.

Buruh gendong Pasar Beringharjo saat mengangkat beban dagangan Senin (26/4/2021). [Mutiara Rizka M / SuaraJogja.id]

Padahal sebelum covid-19, pendapatan Sugiyarti bisa mencapai antara Rp40.000 hingga Rp50.000 dalam satu hari.

Ia menjelaskan, jika sebelumnya semua pedagang di pasar membuka lapaknya. Sehingga pendapatannya bisa mencapai Rp50.000. Namun saat ini, tidak semua pedagang membuka lapaknya sehingga jumlah pelanggannya pun menurun.

Bersama dengan rekan-rekannya, Sugiyarti bisa mengangkat berbagai macam dagangan mulai dari ikan asin hingga rempah-rempah tergantung permintaan pedagang. Meski usianya kini telah menginjak kepala lima, Sugiyarti mengaku masih sanggup mengangkat beban hingga bobot 50 kg atau kurang.

"Kemarin-kemarin saya puasa, tapi karena keberatan bawa muatan dan akhirnya seperti ingin pingsan," terangnya.

Baca Juga: Rubiyah: Kisah Buruh Gendong Yogyakarta dan Ancaman Kekerasan Seksual

Sugiyarti mengungkapkan Ramadhan kali ini urung bisa menjalankan puasa penuh. Ia menyebut semenjak lima hari belakangan mulai tidak berpuasa lantaran beban yang dibawa terlalu berat. Ia kerap merasa haus setelah harus mengangkat beban puluhan kilogram.

Sehari-hari ia pergi dari Pasar Beringharjo menuju ke rumahnya di Wates, Kulonprogo dengan bus. Untuk perjalanan pulang dan pergi, Sugiyarti harus merogoh kocek hingga Rp16.000. Ia berangkat dari rumahnya antara pukul 02:30 - 03:00 WIB, dan harus sampai di Pasar Beringharjo antara pukul 04:00 WIB. Sugiyarti akan pulang lagi ke rumahnya pada pukul 15:00 WIB.

Meskipun sudah memiliki anak dan cucu, Sugiyarti tetap ingin bekerja di pasar sebagai buruh gendong, guna meningkatkan pendapatan keluarga. Anaknya sendiri sudah meminta agar ibunya tinggal dan bekerja di rumah. Namun, karena merasa tidak ada pekerjaan yang cocok untuknya, Sugiyarti tetap bekerja sebagai buruh gendong.

"Saya kalau disuruh ikut orang gak bisa, kalau suruh jualan saya mikirnya kalau rugi tidak bisa menerima bebannya," tukasnya.

Load More