SuaraJogja.id - Indriyanto Seno Adji telah secara resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo, Rabu kemarin menjadi Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK). Indriyanto didapuk menggantikan almarhum Artidjo Alkostar yang meninggal dalam jabatan terakhirnya sebagai Dewas KPK.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) FH UGM Zaenur Rohman memberikan sejumlah catatan terkait penunjukan Indriyanto tersebut. Bukan sosok Indriyanto yang kali ini menjadi sorotan Pukat.
Zaenur lebih menyoroti mekanisme pemilihan serta pengangkatan Dewas KPK itu. Menurutnya, pengangkatan Dewas sudah seharusnya dilakukan oleh KPK secara independen.
"KPK itu lembaga yang independen, artinya menggunakan metode seleksi oleh panitia seleksi [pansel] yang independen disampaikan ke Presiden baru disampaikan ke DPR. Harusnya seperti itu," kata Zaenur saat dihubungi awak media, Kamis (29/4/2021).
Namun, kondisi yang dialami Indriyanto cukup berbeda. Pasalnya Indriyanto dipilih secara langsung oleh Presiden Joko Widodo guna menggantikan sosok Artidjo Alkostar yang telah berpulang.
Zaen menilai, terdapat upaya yang dilakukan oleh Presiden untuk seolah menempatkan orang pada keanggotaan Dewas KPK itu. Dengan itu juga sekaligus mencederai nilai-nilai independensi KPK itu sendiri.
"Menurut saya, pemilihan anggota Dewas oleh Presiden yang seperti itu menandakan bahwa terjadi penempatan orang yang dipilih oleh Presiden pada Dewas dan itu mencederai nilai independensi KPK," tuturnya.
Lebih lanjut, Zaen turut menuturkan terkait prinsip-prinsip independensi KPK yang terdapat di United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Di sana disebutkan terkait dengan independen yang ada dalam pemilihan pejabatnya.
Sementara itu, kata dia, penunjukan Indriyanto oleh Presiden telah menyalahi prinsip independen itu. Dikhawatirkan bahwa tindakan yang menihilkan prinsip independen ini dapat berpengaruh ke tubuh KPK.
Baca Juga: Profil Indriyanto Seno Adji, Dewan Pengawas KPK yang Baru
"Di luar siapa pun yang memang dipilih Presiden, tapi yang terpenting itu adalah mekanisme harusnya menggunakan pansel," tegasnya.
Disampaikan Zaen, hal ini disinyalir menjadi buntut panjang dari revisi UU KPK No 19 tahun 2019. Di sana tertera yang pada intinya dalam memberikan kewenangan kepada Presiden untuk pertama kali agar bisa memilih Dewas.
"Ini membuktikan revisi UU KPK menghilangkan independensi KPK atau setidaknya menggerus independensi KPK," tandasnya.
Diberitakan Suara.com sebelumnya bahwa Anggota Dewan Pengawas Indriyanto Seno Adji melakukan penandatanganan pakta integritas di Gedung C-1 KPK Lama, Jakarta Selatan, Kamis (29/4/2021) hari ini.
Indriyanto merupakan anggota dewas KPK yang telah dilantik Presiden Joko Widodo, Rabu kemarin. Ia menggantikan almarhum Artidjo Alkostar yang meninggal dalam jabatan terakhirnya sebagai Dewas KPK.
Indriyanto membacakan pakta integritas di depan Ketua Dewas KPK, Ketua pimpinan KPK dan seluruh insan KPK.
Berita Terkait
-
Profil Indriyanto Seno Adji, Dewan Pengawas KPK yang Baru
-
Gantikan Artidjo, Indriyanto Seno Adji Teken Pakta Integritas Dewas KPK
-
Ketua KPK Firli Bahuri Sambut Baik Indriyanto Seno Diangkat Jadi Dewas KPK
-
Disaksikan Jokowi, Ini Sumpah Indriyanto Seno sebagai Anggota Dewas KPK
-
Resmi Tersangka, Dewas Mulai Periksa Saksi Kasus Etik Penyidik Stefanus
Terpopuler
Pilihan
-
Profil Riccardo Calafiori, Bek Arsenal yang Bikin Manchester United Tak Berkutik di Old Trafford
-
Breaking News! Main Buruk di Laga Debut, Kevin Diks Cedera Lagi
-
Debut Brutal Joan Garcia: Kiper Baru Barcelona Langsung Berdarah-darah Lawan Mallorca
-
Debit Manis Shayne Pattynama, Buriram United Menang di Kandang Lamphun Warrior
-
PSIM Yogyakarta Nyaris Kalah, Jean-Paul van Gastel Ungkap Boroknya
Terkini
-
Remisi Kemerdekaan: 144 Napi Gunungkidul Dapat Angin Segar, 7 Langsung Bebas!
-
ITF Niten Digenjot, Mampukah Selamatkan Bantul dari Darurat Sampah?
-
Gagasan Sekolah Rakyat Prabowo Dikritik, Akademisi: Berisiko Ciptakan Kasta Pendidikan Baru
-
Peringatan 80 Tahun Indonesia Merdeka, Wajah Penindasan Muncul jadi Ancaman Bangsa
-
Wasiat Api Pangeran Diponegoro di Nadi Keturunannya: Refleksi 200 Tahun Perang Jawa