SuaraJogja.id - Regulasi pada sektor industri kretek atau yang dikenal dengan Industri Hasil Tembakau (IHT) belum sepenuhnya berjalan harmonis di Indonesia.
Padahal IHT menjadi salah satu sektor industri nasional yang sangat strategis dan sudah teruji sepanjang sejarah selalu dapat meningkatkan produktivitas ekonomi rakyat, dan memiliki daya saing di pasar global.
Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya Malang, Imanina Eka Dalilah, tidak memungkiri masih ada banyak pro dan kontra terkait isu IHT di Indonesia. Menurutnya diperlukan roadmap untuk mempersatukan berbagai pendapat mengenai IHT tersebut.
"Jadi roadmap ini penting sekali untuk segera direalisasikan karena dalam pembuatan roadmap itu bisa menjadi jembatan atau jalan tengah untuk bisa menyatukan berbagai kepentingan yang ada," kata Imanina dalam acara seminar nasional 'Konspirasi Global Penghancuran Kretek Indonesia', Senin (31/5/2021).
Baca Juga: Pasta Gigi dan Tembakau, Bisa Jadi Bahan Pembersih Jamur Kaca Mobil
Acara yang digelar Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Sya’riah dan Hukum UIN Yogyakarta dalam menyambut Hari Anti Tembakau Sedunia ini, Imanina menuturkan dalam pembuatan roadmap ini juga harus melibatkan stakeholder terkait. Tidak hanya dari satu atau dua sisi saja.
Misalnya saja berbagai kementerian yang ada, mulai dari Kementerian Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kememteria Keuangan hingga Kementerian Kesehatan. Tujuannya agar dapat saling menyatukan pendapat satu sama lain terkait dengan kepentingan masing-masing.
"Kementerian Perekonomian di sini bisa sebagai koordinator yang memimpin dalam pembuatan road map dengan melibatkan kementerian lain yang terkait," tuturnya.
Tidak hanya dari sisi pemerintah yang perlu digandeng dalam pembuatan roadmap ini. Disebutkan Imanina stakeholder yang lainnya seperti asosisasi petani tembakau, produsen tembakau dan pihak-pihak lain yang terkait perlu untuk dilibatkan.
Lebih lanjut di dalam roadmap ini sendiri akan mencakup soal berbagai macam persoalan yang ada. Di antaranya terkait dengan arus cukai, ketenagakerjaan atau buruh, pengendalian konsumsi IHT serta intensif untuk ekspor produk hasil tembakau.
Baca Juga: Cegah Peningkatan Merokok Remaja, Struktur Cukai Perlu Disederhanakan
"Cukai untuk barang ini diperlukan setidaknya bisa dipergunakan, diperhitungkan dalam inflasi ataupun dalam kondisi faktor ekonomi lainnya dalam 5 tahun ke depan," tuturnya.
Selain itu diperlukan juga program-program pemerintah untuk dimasukkan ke dalam roadmap. Termasuk dengan pengendalian konsumsi IHT terkhusus untuk produk yang bersangkutan.
"Supaya bisa dibatasi untuk anak-anak usia dini agar mereka bisa terbatas dalam melakukan pembelian atau konsumsi industri tembakau dengan tidak hanya dengan menaikkan harga rokok saja," ujarnya.
Terkait dengan warisan budaya, Imanina menyarankan produk-produk yang bersangkutan dari industri tersebut bisa untuk diperkenalkan lagi di luar Indonesia. Hal ini akan berkaitan dengan roadmap mengenai pemberian insentif untuk ekspor.
Jika memang pemerintah dapat memberikan insentif dalam upaya mendorong ekspor IHT tersebut. Bukan hanya mengenalkan produk IHT di Indonesia sebagai warisan budaya tapi sekaligus memberikan sumbangan devisa bagi negara.
"Dengan insentif yang diberikan kepada ekspor IHT ini bisa memberikan sumbangan devisa juga dan itu akan menguntungkan bagi penerimaan negara kita [Indonesia] juga," jelasnya.
Senada, Pengajar Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie mengatakan masih banyak aturan atau regulasi yang berbenturan terkait IHT di Indonesia. Baik dari level produk legislasi parlemen, peraturan pelaksana, bahkan hingga peraturan otonom di tingkat daerah.
"Ada satu kelemahan yang juga mendasar, yakni belum ada UU sektoral yang memayungi persoalan ini. Sektor industri kretek masih diatur dalam banyak regulasi," ujar Gugun.
Mulai dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memuat tentang rokok sebagai zak adiktif atau dari sisi kesehatan. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, mengatur cukai rokok. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, juga menjadi payung hukum yang mengatur sisi budidaya tanaman tembakau.
"Industri kretek yang sifatnya unik dan strategis dalam bingkai ekonomi kerakyatan, harus memiliki undang-undang tersendiri yang bersifat lex specialis. Tanpa pengaturan secara lex specialis, kebijakan negara untuk memajukan industri kretek yang memiliki nilai historis dan masa depan ekonomi strategis, akan mengalami ketidapastian karena harus tunduk pada aturan yang tidak harmonis," tegasnya.
Sementara itu Budayawan yang juga Direktur LKIS Yogyakarta Hairus Salim mengatakan rezim budaya saat ini justru telah menempatkan rokok seolah sebagai budaya paling berbahaya. Padahal hal itu tidak sepenuhnya dapat dibenarkan.
“Padahal rokok itu bukan determinan tunggal yang mempengaruhi kematian, bahkan di beberapa referensi menyebut tembakau bisa menjadi bahan pengobatan,” kata Hairus.
Hairus mengatakan industri IHT yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir ini tidak bisa dilepaskan oleh jutaan petani di dalamnnya. Menurutnya saat ini nasib petani cengkeh dan tembakau terancam oleh satu kebijakan yang tidak harmonis tadi.
Budayawan sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak, KH. M Jadul Maula menambahkan rezeki utama dari Tuhan di nusantara ini adalah tumbuhan atau tanaman. Hal itu yang sudah seharusnya dijaga dan dikembangkan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi dan budaya.
"Kita punya pola tanam, pengolahannnya untuk menjadi nilai ekonomi, nilai budaya sendiri yang itu menunjukkan satu kedaulatan kita yang berbasis anugerah Tuhan di bumi ini yaitu tanaman dan tumbuhan. Oleh karena itu saya berharap pemerintah kita punya punya alur kebijakan pengembangan kedaulatan di bangsa ini dengan berbasis kekayaan alam kita yang ada dengan semua kedaulatannya," tutupnya.
Berita Terkait
-
Pemerintah Akui Bakal Ajak Semua Pihak Rumuskan Kebijakan Rokok Baru
-
Kemasan Rokok Polos Dinilai Tak Efektif Kendalikan Konsumsi, Malah Ancam Pekerja Kreatif
-
PPN Naik Jadi 12 Persen Dinilai Paradoks, YLKI: Harusnya Naikan Cukai Rokok dan Minuman Manis
-
Pengusaha Industri Tembakau Protes Tak Dilibatkan Pemerintah Soal Kebijakan Rokok Baru
-
Tarif Cukai Rokok 2025 Tetap, Pemerintah Fokus Kendalikan Harga Rokok Murah
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
-
Kenapa KoinWorks Bisa Berikan Pinjaman Kepada Satu Orang dengan 279 KTP Palsu?
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
Terkini
-
Logistik Pilkada Sleman sudah Siap, Distribusi Aman Antisipasi Hujan Ekstrem
-
Seharga Rp7,4 Miliar, Dua Bus Listrik Trans Jogja Siap Beroperasi, Intip Penampakannya
-
Skandal Kredit Fiktif BRI Rp3,4 Miliar Berlanjut, Mantri di Patuk Gunungkidul Mulai Diperiksa
-
Pakar Ekonomi UMY Minta Pemerintah Kaji Ulang Terkait Rencana Kenaikan PPN 12 %
-
DIY Perpanjang Status Siaga Darurat Bencana hingga 2 Januari 2025