SuaraJogja.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir meminta para elite yang sedang kontroversi soal isu presiden tiga periode maupun isu-isu panas lainnya bisa segera menghentikannya. Dengan demikian kegaduhan tidak perlu terjadi di masa pandemi Covid-19 yang kian mengkhawatirkan ini.
Para elite seharusnya moderat dan tidak radikal-ekstrem dalam memahami serta mempraktikkan demokrasi di Indonesia karena di landasan politik Indonesia itu ada nilai Pancasila. Lebih-lebih ketika Indonesia saat ini tengah sarat beban akibat pandemi dan masalah kebangsaan lainnya, yang dampaknya sangat membuat rakyat menderita.
“Hentikan isu itu dan biarlah menjadi bagian dari wacana sesaat, sebaliknya alangkah elok bila dihentikan demi mencegah kedaruratan. Kasihan rakyat kecil yang menanggung beban berat akibat pandemi maupun oleh kondisi kehidupan kebangsaan yang sarat beban. Mereka serba terbatas dalam segala hal, sehingga pandemi ini makin menambah beban hidup bagi saudara-saudara kita yang rakyat kebanyakan itu,” papar Haedar saat dikonfirmasi, Senin (28/06/2021).
Menurut Haedar, mungkin para elite yang terus berdebat soal-soal bangsa atau isu panas itu tidak terganggu dengan pandemi Covid-19. Mereka sudah mapan dalam segala hal, bahkan berlebih. Sehingga tidak ada beban dalam situasi berat ini, yang bagi rakyat kecil sungguh sangatlah berat.
Karenanya para elite bisa saja memproduksi isu-isu kontroversial untuk mendapat lebih banyak nilai-tambah. Namun mereka tidak berpikir tanggungjawab etik dan sosial di tengah bangsa yang tengah menghadapi musibah pandemi ini.
"Di sinilah kearifan para elite sangatlah diharapkan,” ujarnya.
Haedar menyebutkan, demokrasi yang sudah menjadi paradigma utama kehidupan kebangsaan di negeri ini membolehkan untuk memperbincangkan isu-isu yang dianggap menyangkut hajat hidup bangsa dan negara. Sebaliknya tidak ada larangan, bahkan dianggap bertentangan dengan konstitusi dan demokrasi bila ada larangan memperbincangkan isu-isu kebangsaan yang kontroversial sekalipun.
Tetapi demokrasi juga menuntut pertanggungjawaban moral dan sosial ketika bangsa dan negera saat ini tengah memghadapi masalah yang lebih besar. Demokrasi itu bukanlah tujuan, tetapi instrumen untuk mencapai tujuan negara.
"Di luar demokrasi masih terdapat aspek moral, etika, dan tanggungjawab atau kewajiban warga negara untuk tegaknya keadilan, kebaikan, perdamaian, persatuan, dan keutuhan Indonesia," tandasnya.
Baca Juga: Veronica Koman Sebut Pemerintah Gagal Urus Covid, Denny Siregar Ungkit soal Papua
Bila isu yang diperbincangkan itu dianggap untuk mencegah keterbelahan politik Indonesia, sebaliknya maka terbuka pula kemungkinan melalui isu-isu panas itu bangsa Indonesia menjadi terbelah secara nyata. Seharusnya politik Indonesia mengutamakan moral dan nilai hikmah kebijaksanaan sebagaimana terkandung dalam sila keempat Pancasila, bukan sekadar politik nilai-guna dan asas kebebasan belaka.
Apalagi Indonesia setelah reformasi itu memang kehidupan kebangsaan dan kenegaraannya sangat demokratis, bahkan demokrasi menjadi overproduksi.. Namun demokrasi itu sarana dan bukan tujuan. Selain itu demokrasi dalam praktiknya selama hampir dua dasawarsa ini demokrasi substansial semakin terkalahkan oleh demokrasi prosedural yang pragmatis dan liberal.
“Siapa yang dapat menghentikan politik uang, transaksional, dinasti, dan oligarki akibat demokrasi yang prosedural, liberal, dan overproduktif di negeri ini saat ini. Kurang apa lagi demokrasi di negeri ini, yang dalam sejumlah hal dan prosesnya memgalami deviasi dan distorsi dari jiwa Pancasila dan konstitusi yang diletakkan para pendiri Indonesia tahun 1945,” paparnya.
Kontroversi isu atasnama demokrasi juga harus diperhitungkan dampaknya bagi masyarakat. Boleh jadi karena sebagian warga ikut mengkonsumsi isu-isu kontroversial atasnama demokrasi itu, terbuka kemungkinan sebagian warga pun terbawa arus, yang akhirnya terlibat pro dan kontra dengan sesama warga lainnya yang berbeda pandangan.
“Kondisi gaduh dan kontroversi itu terlalu mahal harganya bagi kepentingan bangsa dan negara. Terjadi mobilisasi masa yang saling berbeda sikap politik secara diametral, yang pertaruhannya sangat mahal bagi keutuhan Indonesia. Akibatnya, rakyat yang sudah menderita akibat musibah pandemi makin menanggung beban berlipat oleh isu-isu kontroversial atasnama demokrasi,” ungkapnya.
Karenanya, dalam memahami dan menerapkan demokrasi seyogyanya para elite dan warga bangsa perlu berpijak nilai-nilai luhur kebangsaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila, konstitusi, dan kepentingan negara yang lebih luas. Pemahaman demokrasi harus substansial dan mendalam, bukan pada pikiran verbal semata.
Berita Terkait
-
Veronica Koman Sebut Pemerintah Gagal Urus Covid, Denny Siregar Ungkit soal Papua
-
CEK FAKTA: Benarkah MPR Setuju Presiden Jokowi Tiga Periode Demi NKRI?
-
Ruhut Sitompul: Suara Rakyat Itu Suara Tuhan, Kalau Mau Jokowi 3 Periode, Kita Bisa Apa?
-
Sekjen Parpol Koalisi Jokowi-Ma'ruf Kumpul, Bahas 3 Periode?
-
Cek Fakta: Benarkah Presiden AS Joe Biden Dukung Jokowi Maju Pilpres 2024?
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Sri Mulyani Dicopot, Rupiah Meriang Hebat Pagi Ini
-
Harga Emas Antam Hari Ini Paling Tinggi Sepanjang Sejarah Dipatok Rp 2,08 Juta per Gram
-
Solusi Menkeu Baru Soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Bikin Ekonomi Ngebut Biar Rakyat Sibuk Cari Makan Enak
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
Terkini
-
Muhammadiyah Sentil Menteri Baru Prabowo: "Jabatan Bukan Kebanggaan, Tapi...
-
Rp4 Miliar untuk Jembatan Pucunggrowong: Kapan Warga Imogiri Bisa Bernapas Lega?
-
2000 Rumah Tak Layak Huni di Bantul Jadi Sorotan: Solusi Rp4 Miliar Disiapkan
-
Malioboro Bebas Macet? Pemkot Yogyakarta Siapkan Shuttle Bus dari Terminal Giwangan untuk Turis
-
Tunjangan DPRD DIY Bikin Melongo, Tunjangan Perumahan Lebih Mahal dari Motor Baru?