SuaraJogja.id - Pemda DIY mengisyaratkan memberi lampu hijau pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) di masa pandemi, khususnya saat penerapan PPKM Level 3.
Menanggapi hal itu, sejumlah orang tua dalam hal ini kaum ibu, menyampaikan pandangannya mengenai rencana tersebut. Misalnya saja Nia Kusuma Wardhani, ibu dari salah satu siswa sebuah sekolah di Kabupaten Sleman.
"Pemerintah Kabupaten Sleman mulai mempersiapkan anak-anak sekolah agar dapat bersekolah secara tatap muka," kata Nia, Kamis (9/9/2021) pagi.
Namun demikian, ada yang harus menjadi perhatian, yaitu sekolah harus menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat di area sekolah; tersedia sarana dan prasarana sanitasi atau toilet sekolah yang bersih dan layak pakai.
Baca Juga: Komisi IX Apresiasi Penerapan Wolbachia untuk Tekan Kasus DBD di Sleman
"Misalnya sarana cuci tangan memakai sabun dengan air mengalir," ucapnya, saat dimintai keterangan.
Selanjutnya menurut Nia, perlu ada penyemprotan disinfektan secara berkala di sekolah; sekolah memiliki akses fasilitas pelayanan kesehatan; seluruh pendidik dan tenaga pendidik harus sudah melakukan vaksin secara lengkap.
Syarat lain yang dibutuhkan, pihak sekolah memiliki Satgas Covid-19 yang selalu berkoordinasi dengan Satgas daerah; jam belajar di sekolah terbatas; jumlah murid di satu kelas terbatas.
"Sekolah menganalisis dan menemukan kompetensi yang esensial bagi siswa. Sehingga jam belajar anak tidak sama seperti sebelum pandemi," tuturnya.
Nia menjelaskan, bila memang PTM akan dilaksanakan, selain persiapan tadi, sekolah harus menyosialisasikan PTM ke seluruh pihak terkait. Anak diberikan penjelasan hal apa saja yang perlu dipersiapkan dalam proses PTM.
Baca Juga: Bocah SD di Sleman Ditemukan Tewas Gantung Diri di Kamarnya, Diduga Merasa Tertekan
"Seperti misalnya perlengkapan belajar pribadi mulai dari alat tulis, buku, tempat minum/makan. Agar tidak saling meminjam, sehingga meminimalisir penyebaran virus," ungkapnya.
Adanya komunikasi intens antara siswa dengan guru kelas, perihal kondisi apapun yang terjadi dengan siswa atau keluarganya. Jika anak merasa kurang sehat sebaiknya tidak memaksa masuk sekolah, atau jika ada anggota keluarga yang sedang sakit sebaiknya anak juga tidak ikut masuk sekolah. Hal ini perlu dilakukan, untuk menjaga agar lingkungan sekolah tetap aman dan sehat saat PTM.
"Selanjutnya, tetap memberikan pilihan kepada orang tua. Apakah anaknya diizinkan untuk bersekolah tatap muka atau tidak," terangnya.
Bila PTM tetap dilaksanakan, sekolah harus meminimalisasi ruang gerak atau akses anak (siswa) saat di sekolah. Aktivitas anak terbatas hanya pada ruang kelas, dan setelah selesai belajar di sekolah anak-anak langsung pulang ke rumah, membersihkan diri serta membersihkan peralatan sekolahnya.
Siswa selanjutnya memperkuat imun tubuh dengan memakan makanan bergizi serta minum vitamin. Selain itu, menerapkan kebiasaan 5 M antara lain memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi.
"Memakai masker secara benar dan tidak melepas masker pada saat proses PTM berlangsung," ucapnya.
Nia menilai, selama tiga semester sekolah menerapkan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), PJJ dinilai oleh sebagian masyarakat masih kurang efektif. Hal itu dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana, misalnya dalam satu keluarga terdapat beberapa anak yang mengikuti PJJ, keterbatasan jumlah gawai yang dimiliki serta keterbatasan jaringan dan juga kuota internet menjadi kendala dalam proses belajar daring.
"Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki jaringan internet yang bagus dan stabil membuat PJJ tidak maksimal," kata dosen sebuah universitas swasta di Jogja ini.
Masalah lainnya, orang tua memiliki keterbatasan dalam mendampingi anak belajar di rumah.
"Orang tua yang secara bersamaan juga bekerja secara daring, mereka 'dipaksa' untuk berperan sebagai guru, mendampingi anak belajar bahkan harus mengajari anak demi proses kelancaran PJJ," lanjut dia.
Tak berbeda halnya dengan Rahajeng Pramesi, ibunda dari Kalyana Parahita, siswa sebuah sekolah di Kota Yogyakarta. Secara antusias sebagai orang tua ia ingin PTM segera dibuka. Bahkan, ia menyebut anaknya juga menginginkan hal yang sama.
Ajeng melihat sekolah daring justru menimbulkan banyak hal buruk. Misalnya saja ancaman terhadap kesehatan mata. Karena terpapar gawai dalam waktu lama, tak sedikit anak-anak yang terkena minus di masa pandemi. Kelelahan otak sementara ruang gerak terbatas juga menjadi kendala tersendiri.
"Ancaman obesitas dan tantrum emosi tinggi," ungkap Ajeng.
Ia mengaku tak khawatir bila PTM akan dibuka, karena dia sudah cukup yakin anak saya dan teman-temannya sudah bisa diarahkan untuk menerapkan prokes ketat.
"Guru-guru sudah tervaksin dan sarpras prokes di sekolah sudah siap," tegasnya.
Pertimbangan lain PTM harus segera dibuka yakni dengan beban mata pelajaran yang semakin sulit, anak membutuhkan peran guru dan diskusi antar teman.
"Ruh dari guru mengajar dan sekolah tidak bisa ditemui bersama orang tua. Orang tua juga punya beban ganda baik itu pekerjaan rumah, pekerjaan kantor pribadi dan mengajari anak," bebernya.
"Ketika anak dan orang tua mentok tidak bisa menyelesaikan tugas mata pelajaran, anak kecewa dan ortu bingung. Lalu frustasi, itu mempengaruhi mental anak akhirnya jadi malas mengerjakan tugas," sambung Ajeng.
Terakhir namun sangat penting dipahami, sistem penilaian sekolah daring yang tidak bisa terukur bahkan tidak fair.
"Penilaian selama sekolah daring membuat anak pintar jadi bodoh. Anak bodoh jadi pintar, kejujuran diragukan. Kebijakan penilaian ada di tangan guru dengan indeks yang sulit dilakukan penilaian," tuturnya.
Situasi pembelajaran yang berlangsung saat sekolah daring membuat anak yang semula tidak bisa, menjadi terlihat nilai tinggi. Karena tugas-tugas yang dibuat didampingi oleh ayah, ibu, kakak. Sedangkan anak yang awalnya selama sekolah luring memperoleh nilai baik, tiba-tiba anjlok karena minim didampingi orang tua saat mengerjakan tugas. Dengan demikian, membuat anak kecewa dan malas belajar.
Kontributor : Uli Febriarni
Berita Terkait
-
Dicecar Soal Rencana Pindahkan Balai Kota ke Jakarta Utara, RK: Kalau Ada yang Tertawakan Imajinasi, Lihat IKN
-
Emosional yang Begitu Sesak dalam Film Bila Esok Ibu Tiada
-
Disumpahin Tak Laku Lagi, Fedi Nuril Bungkam Buzzer di Film Terbarunya: Jumlah Penonton..
-
Ayu Ting Ting Akui Sering Pinjam Uang Sopir Buat Jajan Gegara Jatah dari Sang Ibu Terbatas
-
7 Penampilan Terbaru Amanda Manopo, Manglingi di Film Terbaru
Terpopuler
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- Gibran Tinjau Makan Gratis di SMAN 70, Dokter Tifa Sebut Salah Sasaran : Itu Anak Orang Elit
- Tersandung Skandal Wanita Simpanan Vanessa Nabila, Ahmad Luthfi Kenang Wasiat Mendiang Istri
- Dibongkar Ahmad Sahroni, Ini Deretan 'Dosa' Ivan Sugianto sampai Rekening Diblokir PPATK
- Deddy Corbuzier Ngakak Dengar Kronologi Farhat Abbas Didatangi Densu: Om Deddy Lagi Butuh Hiburan
Pilihan
-
Patut Dicontoh! Ini Respon Eliano Reijnders Usai Kembali Terdepak dari Timnas Indonesia
-
Ada Korban Jiwa dari Konflik Tambang di Paser, JATAM Kaltim: Merusak Kehidupan!
-
Pemerintah Nekat Naikkan Pajak saat Gelombang PHK Masih Menggila
-
Dugaan Pelanggaran Pemilu, Bawaslu Pantau Interaksi Basri Rase dengan ASN
-
Kuasa Hukum Tuding Kejanggalan, Kasus Cek Kosong Hasanuddin Mas'ud Dibawa ke Tingkat Nasional
Terkini
-
Sororti Penyerapan Susu Peternak Lokal, Pemerintah Didorong Berikan Perlindungan
-
Viral Kegaduh di Condongcatur Sleman, Ternyata Pesta Miras Berujung Keributan
-
Solusi Kerja dan Kreativitas: Janji Harda-Danang Gaet Suara Pemuda Sleman
-
Keluhan Bertahun-tahun Tak Digubris, Pedagang Pantai Kukup Gunungkidul Sengsara Akibat Parkir
-
Dukung Partisipasi Masyarakat, Layanan Rekam KTP Kota Jogja Tetap Buka saat Pilkada 2024