Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Minggu, 26 September 2021 | 10:25 WIB
Bupati Gunungkidul Sunaryanta (biru) bersama orang suku badui yang didatangkan ke Gunungkidul untuk menangkap monyet ekor panjang - (SuaraJogja.id/HO-Kominfo Gunungkidul)

SuaraJogja.id - Permasalahan Monyet Ekor Panjang (MEP) terus mengemuka di Gunungkidul belakangan ini. Populasi MEP yang terus meningkat di wilayah kabupaten Gunungkidul kini dianggap mengkhawatirkan karena sering kali kawanan ini merusak tanaman pangan milik petani bahkan merangsek ke permukiman warga.

Bupati Gunungkidul Sunaryanta mengakui bahwa populasi monyet yang sebenarnya telah ditempatkan di habitat hutan konservasi suaka margasatwa Paliyan. Namun kini koloninya telah keluar dan mengganggu tanaman pertanian masyarakat. Hal ini tentu menimbulkan keresahan karena di satu sisi MEP ini dilindungi.

"Saya sering mendapat keluhan dari petani. Mereka ingin menangkapnya, tetapi takut karena dilindungi. Namun kalau dibiarkan, maka sangat meresahkan," ujar Sunaryanta saat hadir di lokasi Alas Klampok Girisekar Panggang dan alas klapean Jetis Saptosari, Kamis (23/9/2021)

Menurut Sunaryanta, keberadaan monyet ekor panjang juga penting, tetapi perlu dijaga keseimbangan populasinya, salah satunya dengan penangkapan ini.

Baca Juga: 11 Destinasi Wisata Gunungkidul yang Wajib Kamu Datengin, Ada Kalisuci Hingga Ngandong

Keterlibatan suku Badui diperlukan karena memiliki keahlian khusus, sehingga dalam penangkapan monyet tanpa harus menyakiti.

Terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY Muhammad Wahyudi mengatakan, keterlibatan suku Badui tersebut bukan kebijakan daerah, melainkan kebijakan langsung dari Jakarta. Hanya saja memang mereka berkoordinasi ke BKSDW.

"Kuota tangkapnya yang menetapkan adalah LIPI," ujar dia, Jumat (24/9/2021).

Menurut Wahyudi, izin akses sumber daya genetiknya dari dirjen KSDAE, di mana penangkapan tersebut untuk kepentingan biomedis. Tahun 2021 ini, kuota tangkap sebanyak 2.070 ekor dengan sebaran masing-masing Jatim 330 ekor, Jateng 270 ekor, Jogja 300 ekor, Jabar 300 ekor dan Sumsel 870 ekor.

"DIY itu ada kuota 300 ekor. Untuk Pulau Jawa sebantak 1200 ekor diberikan izin ke PT Primaco, termasuk yang Jogja ini," ungkapnya.

Baca Juga: 4 Siswa SD N 1 Panggang Akhirnya Dinyatakan Positif Covid-19 Usai Terpapar Saat PTM

Wahyudi menambahkan, untuk keterlihatan Suku Badui, memang sepenuhnya wewenang PT Primaco. Kemungkinan karena keahlian suku Badui yang mampu menangkap monyet ekor panjang tanpa harus membunuhnya atau menangkap hidup-hidup monyet tersebut.

Pemberian kuota dari LIPI untuk satwa liar itu bukan didasarkan pada satwa itu memprihatinkan atau tidak tetapi berdasarkan kajian para ahli. Bahwa satwa jenis tidak dilindungi di alam bisa dimanfaatkan, tetapi dengan ketentuan seperti dengan pembatasan jumlah.

Wahyudi mengakui jika MEP di Gunungkidul sudah mulai meresahkan. BKSDA sangat sering mendapatkan laporan masyarakat dan selalu mereka tindak lanjuti dengan mendatangi lokasi.

MEP ini sebenarnya mempunyai habitatnya yaitu di hutan, namun karena sekarang habitatnya sangat berkurang akibat sudah dikuasai manusia. Bahkan tanaman buah pakan dari monyet inipun sudah banyak yang tidak ada karena diambil alih manusia. Di mana lahannya dirubah menjadi lahan pertanian dan perumahan.

"Kalau pakannya tidak ada, monyet ini mau tidak mau akan mencari sumber pakan nya, dan jika tidak ditemukan, maka sangat potensi keluar hutan atau dari habitatnya dan masuk ke pemukiman warga," terangnya.

Kontributor : Julianto

Load More