Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 30 September 2021 | 18:13 WIB
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo / [SuaraSulsel.id / Mabes Polri]

SuaraJogja.id - Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebut ada banyak pertanyaan teknis terkait dengan tawaran Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang akan merekrut 57 pegawai KPK non aktif untuk menjadi ASN di lingkungan Polri. Sejauh ini tawaran tersebut terbilang masih terlalu umum.

"Tentu ada banyak pertanyaan teknis ya (dalam menyerap 57 pegawai KPK non aktif)," kata Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman saat dihubungi awak media, Kamis (30/9/2021).

Menurut Zaenur, persoalan-persoalan teknis yang muncul itu tidak bisa dianggap sederhana saja, mengingat belum ada kepastian mengenai detail apapun dari tawaran tersebut.

"Menurut saya persoalan-persoalan teknis ini tidak sederhana karena memang sejauh ini tawaran untuk menyerap ke Polri yang disampaikan oleh Kapolri tersebut masih umum. Belum ada detail seperti apa ke depan," tuturnya.

Baca Juga: Polri Beri Kesempatan Sama untuk 57 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK

Ia mempertanyakan apakah memang tawaran tersebut berarti 57 pegawai KPK non aktif tersebut masih harus melalui seleksi untuk masuk Polri. Atau mungkin, kata Zaenur misalnya hanya dialih statuskan dari pegawai KPK menjadi ASN Polri.

"Nah ini juga masih problematik karena pegawai KPK itu saat ini statusnya diberhentikan berlaku mulai besok pagi 1 Oktober 2021. Ini banyak pertanyaan teknis nih," ujarnya.

Zaenur menyampaikan memang saat ini terdapat dasar hukum yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk menjadi dasar penyerapan pegawai KPK tersebut ke institusi lain. Namun kewenangan itu dimiliki oleh Presiden yang tercantum dalam PP nomor 17 tahun 2020 pasal 3 ayat 1 tentang manajemen PNS.

Di sana dijelaskan bahwa Presiden selaku pemegang tertinggi kekuasaan pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.

"Ini Presiden bisa melaksanakan sendiri atau bisa juga mendelegasikannya kepada pejabat di bawahnya entah itu menteri atau pimpinan lembaga atau sekjen. Itu dari sisi teknis ya," terangnya.

Baca Juga: Kapolri Mau Rekrut 56 Pegawai KPK, Pengamat: Jika TWK Bermasalah, Pintu Pekerjaan Tertutup

Sebelumnya, Kapolri Listyo Sigit membeberkan alasan dirinya meminta izin kepada Presiden Jokowi untuk merekrut 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK menjadi ASN Polri. Alasan Listyo mengajukan permohonan itu lantaran mereka memiliki pengalaman di bidang tindak pidana korupsi atau Tipikor.

Listyo berharap dengan bergabungnya 56 pegawai KPK, nantinya dapat memperkuat Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.

"Karena kita melihat terkait dengan rekam jejak dan tentunya pengalaman tipikor tentunya itu sangat bermanfaat untuk memperkuat jajaran organisasi yang saat ini kita kembangkan untuk memperkuat organisasi Polri," kata Listyo kepada wartawan, Selasa (28/9/2021).

Listyo sebelumnya meinta izin kepada Presiden Jokowi untuk merekrut 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK untuk menjadi ASN Polri. Permohonan Listyo itu pun telah disetujui oleh Jokowi.

"Kemarin tanggal 27 September kami mendapatkan surat jawaban dari Pak Presiden melalui Mensesneg secara tertulis. Prinsipnya beliau setuju 56 orang pegawai KPK tersebut untuk menjadi ASN Polri," ungkap Listyo.

Kekinian, kata Listyo, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Koordinasi dilakukan untuk memproses perekrutan ke 56 pegawai KPK menjadi ASN Polri.

Load More