Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Kamis, 14 Oktober 2021 | 17:40 WIB
Tim UNY pembuat pendampingan korban kekerasan seksual berbasis gim - (SuaraJogja.id/HO-Tim UNY)

SuaraJogja.id - Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) buat program pendampingan kepada korban pelecehan seksual menggunakan e-konseling berbasis gim (permainan).

Kelompok mahasiswa ini terdiri atas Kenanga Kusuma Murdiyani, Salsabila Tulus Rinindra dan Orchid Violeta Arbaroni prodi Pendidikan Luar Biasa, Arif Nur Hidayat prodi Bimbingan dan Konseling serta Haya Antesya Rahma prodi Teknologi Pendidikan.

Kenanga Kusuma Murdiani mengatakan, kekerasan seksual rentan terjadi pada remaja dengan kasus terbanyak berupa pelecehan.

"Kelompok yang paling rentan mengalami kasus tersebut yakni remaja difabel intelektual," ungkapnya, Kamis (14/10/2021)

Baca Juga: Prihatin Marak Kejahatan Jalanan, Mahasiswa UNY Kembangkan Aplikasi Kurangi Klitih

Hal tersebut sejalan dengan pendapat bahwa, kerentanan yang terjadi pada remaja difabel intelektual bukan hanya dipengaruhi kondisi keterbatasannya saja. Melainkan juga dipengaruhi oleh kurangnya jaminan perlindungan yang memadai dari lingkungan sosialnya.

Pelecehan seksual dapat mempengaruhi kemandirian dan pandangan tentang masa depan. Selain itu salah satu dampak serius akibat pelecehan adalah trauma.

"Oleh karena itu, penting untuk diadakan pendampingan secara psikologis agar dapat menangani masalah mental remaja difabel," ungkapnya.

Penanganan psikologis atau konseling dapat dilakukan melalui pendampingan secara tatap muka langsung oleh tenaga profesional.

Namun sejak pandemi Covid-19 hal tersebut akan sangat beresiko dalam penyebaran wabah penyakit ini.

Baca Juga: Apakah Hukum Indonesia Masih Lemah Terhadap Pelecehan dan Kekerasan Seksual?

Maka diperlukan media yang bersifat fleksibel dan dapat melakukan pendampingan secara jarak jauh.

Kusuma dan tim merancang e-konseling berbasis gim sebagai salah satu alternatif penanganan masalah mental, yang dapat digunakan secara jarak jauh selama masa pandemi Covid-19.

"Permasalahan mental yang terjadi pada remaja disabilitas intelektual akibat pelecehan seksual, harus diselesaikan khususnya dalam memberikan pendampingan bagi korban," terangnya.

Laman jejaring berbasis gim yang dibuat kelompoknya, menjadi salah satu media yang dapat mengakomodasi kebutuhan penanganan psikologis dan mendeteksi masalah mental remaja difabel intelektual.

Layanan e-konseling yang mereka kembangkan memiliki fitur gim yang mampu mendeteksi tingkat stress dan masalah mental akibat pelecehan seksual. Fitur ini juga sangat menyenangkan karena diusung dengan basis game.

"Saat ini, belum banyak layanan e-konseling yang memiliki fitur gim untuk menangani masalah mental akibat pelecehan seksual pada remaja difabel intelektual," tuturnya.

Salsabila Tulus Rinindra menyatakan, layanan e-konseling yang tersedia saat ini hanya mengakomodasi masalah secara umum belum spesifik dan fitur yang tersedia juga belum mampu mendeteksi masalah mental itu sendiri.

Layanan e-konseling hanya melalui kolom percakapan laman (website chat) digunakan untuk menggali masalah bagi remaja difabel intelektual akan sulit dilakukan. Karena mereka memiliki hambatan dalam pemahaman yang sulit untuk berfikir secara abstrak.

“Untuk itu kami tambahkan fitur baru melalui gim karena bersifat menghibur sebagai sarana penyembuhan pasien," jelas dia.

Orchid Violeta Arbaroni menjelaskan, pengguna e-konseling ini awalnya akan diminta mengisi biodata sesuai keadaan sebenarnya.

Lalu diberikan edukasi tentang apa yang dilakukan agar orang asing tidak menyentuh tubuh. Setelah itu masuk layanan konseling.

“Seseorang yang mengalami pelecehan seksual membutuhkan seorang pendamping atau konselor untuk mencegah permasalahan mental yang bisa terjadi," ujarnya.

Konselor ini bertugas untuk menjadi seseorang yang mengambil keputusan dan memberikan dukungan mental maupun sosial korban.

Untuk mulai mendamping konselor harus melakukan beberapa tahapan seperti pencarian informasi melalui media untuk mengetahui pendekatan apa yang akan digunakan.

Tahap pendekatan antara konselor dan korban yang disesuaikan dengan usianya. Tahap orientasi untuk menggali semua data korban agar dapat diidentifikasi. Sedangkan tahap kerja bagaimana konselor memberikan solusi kepada korban.

Sementara itu, tahap terminasi yaitu solusi yang diberikan oleh konselor untuk meningkatkan fungsi sosial, rasa identitas terhadap dirinya, dan pengembangan perilaku yang lebih adaptif.

"Dengan adanya pendampingan terhadap korban, diharapkan dapat meminimalisir adanya dampak negatif yang menyerang psikis," ucap Violeta.

Hal ini juga dapat memberikan dorongan pada korban, untuk mengembalikan tingkat percaya diri dan menghilangkan anggapan-anggapan negatif yang menghambat untuk berkembang.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More