Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 16 Oktober 2021 | 11:35 WIB
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah-sekolah Kabupaten Sleman - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Seorang pria berdiri di halaman depan sekolah. Ia mengenakan masker dengan baik yang menutupi separuh wajahnya, tak lupa pria itu juga menenteng alat pengukur suhu berupa thermo gun di tangan kanannya.

Sebelum melangkah lebih jauh memasuki area sekolah, pria itu mengarahkan setiap orang yang datang untuk menggunakan hand sanitizer yang telah disiapkan di meja samping tempatnya berdiri. Setelah itu baru diarahkan thermo gun yang sudah dibawa tadi untuk memeriksa suhu tubuh siapa pun yang datang.

Kira-kira seperti itu gambaran protokol kesehatan yang terus dilakukan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Ngagglik, Sleman. Terlebih saat ini Pembelajaran Tatap Muka (PTM) sudah kembali dimulai, bahkan terhitung sejak tanggal 4 Oktober 2021 kemarin.

Baca Juga: Nekat Datang ke Solo, Ratusan Suporter PSS Sleman Diciduk Polisi, 150 Motor Dikandangkan

Tak ada suasana hiruk pikuk keramaian siswa-siswa yang berlarian ke sana kemari. Suasana pagi itu tenang. Terlebih waktu juga sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB. Artinya siswa sudah duduk di dalam kelas untuk menerima pelajaran dari bapak ibu guru.

"Anak-anak itu berada di sekolah selama 3 jam, 3x60 menit. Kebetulan kami mengambil waktu mulai KBM-nya (Kegiatan Belajar Mengajar) mulai jam 07.30 WIB, sehingga nanti anak-anak akan meninggalkan sekolah jam 10.30 WIB. Dengan tiga mata pelajaran per hari," kata Kepala Sekolah SMPN 4 Ngagglik Hewi Murdaningsih saat ditemui SuaraJogja.id di kantornya, Jumat (15/10/2021).

Hewi menuturkan, saat ini semua siswa dari kelas 7, 8, dan 9 telah melakukan PTM secara terbatas. Total siswa yang berjumlah 380 orang itu kemudian dibagi bergiliran masuk kelas 50:50 persen. Para siswa juga dijadwal hanya masuk dua kali dalam seminggu.

"Untuk PTM terbatas ini pun, kita tidak langsung mendatangkan anak tetapi dengan prosedural seperti yang disarankan," tuturnya.

Pertama, kata Hewi, anak-anak atau para siswa itu harus sudah menerima vaksinasi terlebih dulu. Hal itu sebagai dasar untuk melangkah ke prosedur selanjutnya.

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka Sudah Dimulai, Orangtua Wajib Jaga Daya Tahan Tubuh Anak

Sejauh ini capaian vaksinasi di SMPN 4 Ngagglik sendiri sudah terbilang sangat baik. Untuk siswa setidaknya capaian vaksinasi telah mencapai 97 persen. Sedangkan bapak ibu guru dan tenaga pendidik sudah menerima semuanya.

Setelah vaksin, berikutnya yaitu meminta surat persetujuan dari orang tua bahwa anaknya diperbolehkan untuk mengikuti pelaksanaan PTM ini.

"Tanpa surat persetujuan orang tua, kami tidak berani mendatangkan anak-anak. Jadi seandainya ada anak-anak yang tidak disetujui orang tuanya, memang tidak perlu datang. Mereka tetap akan mengikuti PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh)," ungkapnya.

Namun dengan segala persyaratan serta prokes ketat yang selalu diterapkan sebagian besar orang tua telah memberikan izin itu.

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah-sekolah Kabupaten Sleman - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

"Jadi mereka (orang tua) sudah menyetujui semua. Meskipun ada satu anak yang belum memberikan suratnya karena anak itu baru akan vaksinasi kedua tanggal 26 Oktober besok. Jadi orang tuanya menunggu sampai anaknya selesai vaksinasi," ucapnya.

"Tetapi prinsipnya secara informal dulu sudah menyatakan menyetujui hanya surat itu yang belum disampaikan. Sehingga dengan dasar presentase jumlah yang vaksin kemudian berdasarkan surat persetujuan orang tua itulah kami melaksanakan PTM terbatas," sambungnya.

Kendati begitu, tak perlu khawatir. Sebab walaupun orang tua tidak menyetujui atau tidak memberi izin anaknya untuk tatap muka. Sekolah memastikan akan tetap melayani dengan sistem daring.

Ia tidak memungkiri bahwa akan diperlukan adaptasi kepada anak-anak ketika memulai kembali ke sekolah setelah sekian lama di rumah. Ada kebiasaan dan perilaku yang secara tidak langsung dibentuk ketika PTM dilaksanakan.

Ketika melaksanakan PJJ, sebagian besar anak-anak seolah merasa lebih seenaknya. Mereka, kata Hewi, cenderung tidak memperhatikan diri mereka saat mengikuti pembelajaran sistem daring.

"Ketika anak-anak itu daring barang kali sebagian besar merasa 'sak-sak e', mungkin ketika terlambat bangun terus tidak mandi, dan lain-lain justru langsung ikut pembelajaran itu bisa jadi karena tidak kelihatan," tuturnya.

Tetapi akan berbeda jika para siswa harus datang ke sekolah. Dari segi kedisiplinan pasti akan lebih baik. Selain itu ada kemauan untuk menjaga kesehatan diri sendiri. Dengan mandi dulu, sarapan dan sebagainya.

"Kemudian karakter sosial, saat menyapa bapak ibu guru ketika datang itu juga bisa kami amati dan mestinya masih banyak yang lain. Saya melihat kemarin satu kelas, itu anak-anak juga sudah mulai berani komunikasi. Jadi komunikatifnya itu timbul, lebih bebas ketika daripada di daring. Jadi membangkitkan kembali karakter-karakter yang selama ini mungkin belum berkembang dengan adanya PJJ," terangnya.

Ia tidak menampik bahwa adaptasi itu tidak akan bisa secepat dulu sebelum pandemi melanda. Namun PTM dianggap sebagai suatu momentum yang baik untuk menyentil anak-anak itu dari hibernasi mereka.

"Sudah sekian lama mereka hibernasi maka harus dibangunkan lagi. Mudah-mudahan semakin ke depan semakin baik, dan terpenting semua sehat, dan tentunya prokes," tegasnya.

Bergeser ke sekolah lain, tepatnya di SD Negeri Rejodani yang menjadi salah satu dari 85 sekolah dasar untuk menjalani uji coba PTM terbatas di Kabupaten Sleman.

Kepala SD Negeri Rejodani Hatri Andari mengatakan bahwa pelaksanaan PTM juga dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Dengan kerja sama antara Satgas Covid-19 sekolah yang terdiri dari guru-guru dan wali.

"Jadi masuk satu kelas itu jadi dua sif. Setiap sifnya itu satu ruangan. Sehari itu nanti kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah itu 1-3, dan kelas tinggi 4-6. Durasi setiap sif dua jam dan hanya satu guru," ujar Hatri.

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah-sekolah Kabupaten Sleman - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

Nantinya akan ada wali kelas yang mengarahkan anak-anak ketika datang ke sekolahan untuk masuk kelas. Tidak lupa mereka selalu diminta untuk cuci tangan, ukur suhu dengan alat yang sudah tersedia baru hingga nanti akan diarahkan ke ruangan.

Seusai pembelajaran pun sama seperti itu. Pihak sekolah memberi jeda waktu paling tidak 30 menit sebelum pergantian sif berlangsung. Hal itu guna mengantisipasi interaksi masing-masing sifnya.

"Jeda 30 menit tadi, misalnya pulang jam 9.30, Jadi 9.45 itu nanti yang pulang dulu. Sebelum itu enggak boleh masuk yang jam 10. Jadi ada 15 menit. Kami sudah komitmen dengan orang tua. Jadi kalau sebelum jam itu jangan diantar dulu," ucapnya.

Lalu saat pembelajaran pun tetap diterapkan prokes. Jadi anak-anak sudah membawa alat tulis bawa sendiri dengan duduknya yang sudah diberi jarak minimal 1,5 meter serta masker tetap dipakai.

Lalu untuk persiapan kelas berikutnya, nanti kelas atau ruangan yang dipakai itu akan dibersihkan. Serta tidak lupa disemprot menggunakan desinfektan. Para wali akan turut andil dalam membersihkan ruangan sebagai bentuk kerja sama.

Tidak hanya teknis penerapan prokes di sekolah saja. Sebelum dimulainya PTM, kata Hatri, pihak sekolah juga meminta dengan tegas persetujuan atau izin orang tua siswa agar anaknya bisa ikut PTM.

"Walaupun wali itu bilang boleh tapi belum ada surat izin itu kami tidak membolehkan untuk maju. Jadi harus ada surat izin hitam di atas putih bermaterai 10 ribu," tegasnya.

Belum lagi, Hatri menyebut bahwa siapapun baik guru atau karyawan bahkan siswa yang merasa tidak enak badan disarankan tetap di rumah.

"Pokoknya guru, karyawan, atau siswa yang sekiranya tidak sehat tidak diperbolehkan ke sekolah. Walaupun hanya pilek sedikit tetap tidak ke sekolah saja," jelasnya.

Secara khusus dari sekolah mendorong bagi siswa yang telah memasuki usia 12 tahun ke atas untuk segera vaksin. Dengan total siswa 175, disampaikan Hatri, semua siswa berusia di atas 12 tahun telah divaksin.

Meskipun PTM sudah berjalan, Hatri menuturkan sekolah juya tetap menerapkan sistem pembelajaran hybrid. Tujuannya untuk tetap memberikan hak yang sama kepada anak-anak yang belum bisa datang ke sekolah.

"Semua orang tua menyetujui. Hanya ada beberapa siswa yang tinggal di luar kota yang belum bisa bergabung," jelasnya.

Bahkan antusiasme dari anak-anak khususnya dari kelas rendah itu sangat tinggi untuk mengikuti PTM. Terlihat saat hari pertama PTM kembali dibuka.

Anak-anak yang sangat senang bisa PTM itu datang lebih awal ke sekolah bahkan ketika bapak ibu guru belum datang.

"Anak-anak itu senang sekali, hari pertama itu saking senagnya ada anak-anak yang sebelum gurunya datang atau sesuai dengan jadwal diharapkan untuk datang ke sekolah, mereka sudah di sekolah lebih awal. Karena katanya seneng. Antusiasme siswa sangat tinggi terutama yang baru kelas 1 dan 2," ungkapnya.

Menurut Hatri, pembelajaran secara langsung itu penting untuk dilakukan. Terlebih saat mereka akhirnya bisa bertemu dengan orang-orang lain baik guru dan temannya secara langsung.

"Kalau tatap muka itu paling tidak, ada hubungan atau komunikasi sama anak walaupun online juga tapi ini langsung. Anak dengan guru, anak dengan anak, terus juga bisa melihat lingkungan sekolah," sebutnya.

Ia berharap ke depan kondisi pandemi semakin membaik khususnya di wilayah Bumi Sembada. Sehingga akan lebih banyak sekolah yang kemudian kembali buka dan menggelar PTM.

"Harapannya bisa segra menyusul sekolah-sekolah yang lain untuk melaksanakan PTM secara terbatas. Kita menyesuaikan disiplin prokes dan jujur," pungkasnya.

Load More