Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 04 November 2021 | 17:23 WIB
Kuasa Hukum Warga Wadas, Julian Dwi Prasetya (Kiri) menunjukkan laporan warga yang mulai khawatir dengan kedatangan intensif aparat kepolisian saat konversi pers di kantor Walhi Yogyakarta, Kamis (4/11/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Keresahan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah terhadap kedatangan intensif aparat kepolisian akan dilaporkan ke Mabes Polri. Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) merasa dalih patroli aparat sudah di luar batas wajar.

Kuasa Hukum warga desa Wadas (Gempadewa), Julian Dwi Prasetya mengatakan bahwa pihaknya sudah mencatat laporan masyarakat terhadap aksi aparat ke Desa Wadas. Pihaknya segera melaporkan ke Mabes Polri.

"Dengan catatan dari warga hingga 16 kali aparat berpatroli ini akan kami laporkan ke Mabes Polri. Meskipun tidak tahu apakah akan direspon atau tidak," terang Julian saat konferensi pers di Kantor Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Yogyakarta, Kamis (4/11/2021).

Meski tahu kecil kemungkinan laporan Gempadewa direspon oleh kepolisian, Julian menyebut bahwa cara ini bisa menunjukkan bagaimana polisi menindaklanjuti laporan masyarakat yang jarang terselesaikan.

Baca Juga: Gugatan Walhi Terhadap PT NAN Ditolak PN Padangsidimpuan

"Sebelumnya pada kejadian 23 April (ricuh aparat dan warga) sudah kami laporkan dan mengirim surat keberatan ke Kapolri. Namun sampai saat ini tidak ada respon apapun, tinggal kami lihat bagaimana polisi merspon laporan ini," ujar dia.

Pihaknya juga menyoroti kegiatan aparat ke Desa Wadas yang diluar kata normal. Jika hanya untuk patroli, seharusnya polisi menjaga keamanan warga Wadas.

"Kalau warga sudah mencatat hampir 16 kali aparat berpatroli, kita tidak bisa naif ini adalah patroli biasa. Apalagi ini spesifik di Desa Wadas saja. Terlebih lagi, warga khawatir patroli aparat ini bukan menjaga warga tapi justru mengamankan proyek (penambangan andesit)," terang dia.

Kekhawatiran itu muncul karena saat peristiwa keributan April 2021 lalu, aparat bertindak represif. Bahkan tak sedikit warga yang ditangkap saat itu.

"Memang alasan patroli itu untuk keamanan dan ketertiban wilayah. Hanya saja berkaca dari peristiwa 23 April menjadi kesan yang berbeda, warga menganggap hal itu sebagai upaya mengamankan proyek penambangan. Karena perbedaan persepsi itu warga merasa khawatir dengan kedatangan aparat yang intensif ini," jelas dia.

Baca Juga: Pidato Presiden Jokowi di KTT COP26 Disoroti Walhi

Terpisah, Direktur Walhi Yogyakarta, Halik Sandera mempertanyakan dalih patroli yang dilakukan aparat. Jika memang ingin menjaga keamanan, cukup beberapa personel dan tidak perlu membawa senapan laras panjang.

"Kalau memang benar berpatroli seharusnya cukup dengan satu mobil. Jadi tidak perlu banyak anggota polisi sampai membawa senjata seperti itu dan tidak perlu mengenakan rompi anti peluru. Itu di luar normal, dan sangat wajar warga merasa sangat resah," kata dia.

Ia juga meyakini jika hanya sebatas menjaga keamanan desa, warga Wadas juga memiliki mekanisme sendiri untuk menjaga wilayahnya jika memang masih bisa dikendalikan oleh warga. Sehingga tidak perlu aparat terlalu intensif turun ke lapangan.

Sebelumnya, warga Wadas merasa khawatir dan trauma dengan kedatangan aparat polisi berseragam lengkap dengan senapan laras panjang ke desa setempat. Tidak hanya 1-2 hari, warga mencatat lebih dari 15 kali aparat datang berpatroli.

Warga mendesak agar polisi menyudahi aktivitas yang dinilai tidak normal itu. Mereka mengecam tindakan intimidasi dan teror yang dirasakan dengan kedatangan aparat.

Load More