SuaraJogja.id - Pengamat Hidrologi Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Ekosistem Universitas Gadjah Mada (UGM) Hatma Suryatmojo menyatakan ada sejumlah faktor penyebab banjir di Indonesia. Selain murni dari faktor hidrologis ada faktor aktivitas manusia yang berpengaruh di dalamnya.
Khusus untuk faktor aktivitas manusia sendiri dilandasi oleh kebutuhan manusia. Dalam hal ini terkait dengan pembangunan serta pemanfaatan sumber daya alam, termasuk juga sumber daya hutan.
“Beberapa kegiatan tentu menjadi pemicu, seperti pembukaan lahan hutan, perubahan fungsi lahan, deforestasi, perkembangan urbanisasi dan penyempitan tubuh air (sungai) akibat kebutuhan pemukiman," kata Hatma dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021).
Hatma menilai deforestasi menjadi aspek penting sebagai penyumbang serta faktor pemicu terjadinya bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor. Walaupun juga ada faktor fisik alami yang kemudian berpengaruh juga terhadap terjadinya bencana hidrometeorologis.
Baca Juga: Peneliti Pustral UGM: Ada 4 Faktor Pemicu Laka Lantas di Jalan Tol
"Misalnya saja faktor topografi dengan kemiringan lereng yang tinggi dan curah hujan ekstrem (biasanya lebih dari 100 mm)," imbuhnya.
Ia menjelaskan ada faktor hidrologis juga yang termasuk dengan adanya perubahan kondisi hidrologis suatu wilayah. Hal itu muncul sebagai dampak dari adanya perubahan iklim, cuaca ekstrem, anomali cuaca hingga hujan dengan intensitas tinggi.
Jika merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada periode 2019-2020 luas deforestasi di Indonesia mencapai 115,5 ribu hektare. Angka itu turun dibandingkan dengan 75 persen dibanding periode 2018-2019 yang mencapai 462,5 ribu hektare.
Angka deforestasi tertinggi dalam enam tahun terakhir sendiri tercatat pada periode 2015-2016 yakni mencapai 629,2 ribu hektare. Jika ditotal secara keseluruhan dalam kurun waktu 6 tahun angka deforestasi mencapai 2,1 juta hektare.
"Meski begitu cukup wajar juga bila ada pernyataan laju deforestasi mengalami penurunan, namun kejadian bencana hidrometeorologi masih tinggi," ujarnya.
Baca Juga: Soroti Kecelakaan yang Tewaskan Vanessa Angel, Peneliti UGM Sebut Ada 4 Pemicu Laka di Tol
"Hal ini mengindikasikan banjir dan tanah longsor bisa dipengaruhi oleh faktor lain, terutama pada perubahan pola penutupan dan pemanfaatan lahan yang mengganggu atau merubah fungsi dari kawasan tersebut," sambungnya.
Dosen Fakultas Kehutanan itu turut menyoroti perubahan daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebab, DAS dinilai seharusnya memiliki peran penting sebagai fungsi lindung yang dibantu oleh peran hidrologi dari kawasan bervegetasi atau hutan.
Alih fungsi DAS menjadi persoalan tersendiri yang kini semakin sering ditemui. DAS yang seharusnya diproyeksikan untuk melindungi kawasan di bawahnya justru banyak diubah menjadi kawasan produksi mulai dari pemukiman, budi daya intensif, dan lain-lain.
"Hal tersebut tentu akan menurunkan fungsi dari kawasan hulu," imbuhnya.
Diperlukan edukasi secara menyeluruh untuk terus memberikan pemahaman terkait peran masyarakat sebagai orang yang memanfaatkan DAS.
“Memang sangat perlu mengedukasi seluruh lapisan masyarakat tentang peran penting DAS sebagai sistem penyangga kehidupan yang akan mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan menjadi hal penting yang perlu dikuatkan dalam seluruh lini pendidikan," tandasnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini bahaya curah hujan tinggi akibat fenomena La Nina yang diperkirakan akan terjadi hingga Februari 2022 di sebagian wilayah Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan berdasarkan data La Nina tahun lalu beberapa daerah yang akan diterpa La Nina lagi tahun ini antara lain Sumatera Selatan, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
"Diprediksi akan terulang kembali dengan intensitas yang serupa bahwa di bulan November ini terutama yang warna hijau tua, hijau tua di sini akan mengakibatkan peningkatan curah hujan bulanan sebesar 70 persen, bahkan dapat mencapai 100 persen di bulan November," ungkapnya.
Menurutnya, sejak September anomali suhu muka laut di Samudra Pasific bagian tengah sudah semakin dingin hingga -0,92, menuju melewati ambang batas La Nina.
Berita Terkait
-
Pj Gubernur Jakarta Ungkap Cerita Gibran Dadakan Blusukan ke Lokasi Banjir Rob: Meski Air Mulai Kering, Beliau...
-
Tinggal di Komplek Elit, Depan Rumah Fateh Halilintar Tetap Kebanjiran
-
Banjir Rob Rendam Pemukiman di Muara Angke
-
Gaza Hadapi Bencana Musim Dingin, PBB Peringatkan Krisis Kemanusiaan Memburuk
-
Antisipasi Musim Hujan, Pj. Gubernur Teguh Tinjau Banjir Rob hingga Rumah Pompa
Tag
Terpopuler
- Viral Maling Motor Beri Tips Agar Honda BeAT dan Vario Tak Dimaling
- Elkan Baggott Disuruh Kembali H-1 Timnas Indonesia vs Arab Saudi: STY Diganti, Lu Bakal Dipanggil
- Respons Geni Faruk Terima Hadiah dari Dua Menantu Beda 180 Derajat, Aurel Hermansyah Dikasihani
- Timnas Indonesia Ditinggal Pemain Naturalisasi Jelang Lawan Arab Saudi, Siapa Saja?
- Marc Klok: Jika Timnas Indonesia Kalah yang Disalahkan Pasti...
Pilihan
-
Selain Marselino Ferdinan, Ini 3 Selebrasi Ikonik Pemain Indonesia: Gaya Suster Ngesot
-
Evaluasi Negatif, Kereta Tanpa Rel di IKN Dihentikan
-
Bikin Iri! Gaji dan Tunjangan Lulusan D3 dan D4 STAN Tembus Jutaan Rupiah?
-
Mendag Ancam Distributor Minyak Goreng MinyaKita yang Jual di Atas HET
-
Rupiah Langsung Loyo Terhadap Dolar AS Setelah BI Pertahankan Suku Bunga Acuan
Terkini
-
Ratusan TPS di Gunungkidul Berpotensi Rawan di Pilkada 2024, Bawaslu Lakukan Ini
-
Bareng Ribuan Orang, Harda-Danang Kampanyekan Pilkada Sleman 2024 Asyik dan Damai
-
BPBD Bantul Sebut 2.000 KK Masih Tinggal di Daerah Rawan Bencana
-
Satu-satunya di DIY, Desa Wisata di Gunungkidul Ini Siap Hadapi Tsunami
-
Dada Tertebas Parang, Agen Travel yang Dianiaya di Jambusari masih Dirawat di Rumah Sakit