SuaraJogja.id - Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan Australia tidak akan mengirim pejabat ke Olimpiade musim dingin Beijing 2022, mengikuti langkah Amerika Serikat yang melakukan boikot diplomatik terhadap acara olahraga tersebut.
Keputusan itu, menurut Morrison, diambil di tengah "ketidaksepakatan" dengan China atas banyak masalah, mulai dari undang-undang campur tangan asing Australia hingga keputusan baru-baru ini untuk mengakuisisi kapal selam bertenaga nuklir.
Morrison juga menyebutkan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang dan pembekuan berkelanjutan Beijing pada kontak menteri dengan Canberra.
"Australia tidak akan mundur dari posisi kuat yang kami miliki untuk membela kepentingan Australia, dan jelas tidak mengherankan bahwa kami tidak akan mengirim pejabat Australia ke Olimpiade itu," kata Morrison seperti dikutip dari Antara, Rabu (8/12/2021).
Baca Juga: 10 Potret Guli Nazha, Wanita Tercantik dari Uyghur Pesaing Dilraba Dilmurat
Keputusan itu muncul sehari setelah Amerika Serikat mengumumkan boikot diplomatiknya.
Keputusan AS diambil dengan menyebut genosida China terhadap minoritas Uyghur dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya sebagai salah satu alasannya.
Hubungan Australia dengan China memburuk dalam beberapa tahun terakhir, ketika Beijing memberlakukan sanksi hukuman terhadap barang-barang Australia dalam perselisihan politik sengit yang telah menjerumuskan hubungan ke dalam krisis paling serius sejak kejadian lapangan tiananmen pada 1989.
China marah atas kesediaan Australia membuat undang-undang operasi pengaruh luar negeri, yang melarang kontrak 5G Huawei dan menyerukan penyelidikan independen mengenai asal-usul pandemi virus corona.
Sejumlah barang Australia -- termasuk barli, batu bara, kapas, kayu, lobster karang, anggur, daging sapi, biji-bijian, dan produk susu -- semuanya dikenakan sanksi dari mitra dagang terbesarnya.
Baca Juga: Ada Penjara Rahasia China Tahan Warga Uyghur di Dubai?
Langkah Australia baru-baru ini untuk melengkapi angkatan lautnya dengan kapal selam bertenaga nuklir di bawah pakta pertahanan baru dengan Inggris dan Amerika Serikat yang secara luas dilihat sebagai upaya untuk melawan pengaruh China di kawasan Pasifik semakin membuat marah Beijing.
Berita Terkait
-
AS Soroti Mangga Dua Jadi Lokasi Sarang Barang Bajakan, Mendag: Nanti Kita Cek!
-
Erick Thohir Singgung Patrick Kluivert Dibantai Australia 5 Gol: Ketika Yakin Imbang, Kami Kalah
-
Makin Panas, Kapal Buatan China Bakal Dikenakan Tarif Tinggi Oleh Trump
-
Sri Mulyani Jalin Komunikasi Intens dengan Dubes AS Soal Tarif Resiprokal
-
Jerit Pelaku UMKM China Imbas Tarif Trump: Kami Kewalahan
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
Pembayaran Listrik Rumah dan Kantor Melonjak? Ini Daftar Tarif Listrik Terbaru Tahun 2025
-
AS Soroti Mangga Dua Jadi Lokasi Sarang Barang Bajakan, Mendag: Nanti Kita Cek!
-
Kronologi Anggota Ormas Intimidasi dan Lakukan Pemerasan Pabrik di Langkat
-
Jantung Logistik RI Kacau Balau Gara-gara Pelindo
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
Terkini
-
Kota Pelajar Punya Solusi, Konsultasi Gratis untuk Kesulitan Belajar dan Pendanaan di Yogyakarta
-
Lebaran Usai, Jangan Sampai Diabetes Mengintai, Ini Cara Jaga Kesehatan Ala Dokter UGM
-
Batik Tulis Indonesia Menembus Pasar Dunia Berkat BRI
-
Insiden Laka Laut di DIY Masih Berulang, Aturan Wisatawan Pakai Life Jacket Diwacanakan
-
Tingkatkan Kenyamanan Pengguna Asing, BRImo Kini Hadir dalam Dua Bahasa