Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 09 Desember 2021 | 21:39 WIB
Sejumlah orang berkostum Salvador Dali dalam film Money Heist menggelar aksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (8/12/2021) siang. (Suara.com/Wely Hidayat)

SuaraJogja.id - Tepat hari ini Kamis (9/12/2021) diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. Namun tidak sedikit yang menilai bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia baik dari penindakan serta pencegahan masih memprihatinkan. 

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman menyebut bahwa kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari sisi penindakan sejauh ini masih buruk

"Dari sisi penindakan ini juga sangat buruk ya kinerja penindakannya apalagi penindakan yang dilakukan oleh KPK. Kalau kita lihat penindakan oleh KPK itu tidak ada kasus strategis di satu tahun terakhir ini," kata Zaenur.

Lebih lanjut, tidak ada penindakan dari lembaga antirasuah tersebut terkait dengan kasus strategis yang merugikan keuangan negara secara besar. Bahkan tidak ada pelaku dengan jabatan sangat tinggi atau yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak yang ditindak.

Baca Juga: Pukat UGM Minta Masyarakat Tak Kehilangan Harapan Berantas Korupsi: Harus Terus Bersuara!

Dalam area penindakan yang dilakukan oleh KPK atau aparat penegak hukum lain, kata Zaenur, tidak memiliki satu prioritas yang jelas. Justru alih-alih menjadi prioritas ketika ada kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum justru penanganannya tidak tuntas.

Padahal adanya kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum itu menunjukkan bahwa intitusi-institusi penegak hukum juga tidak lepas dari korupsi.

Ia mencontohkan kasus eks penyidik KPK dari unsur Polri AKP Stepanus Robin Pattuju yang menjadi terdakwa dalam kasus suap sejumlah penanganan perkara di KPK. Lalu ada kasus Jaksa Pinangki hingga Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte di kepolisian.

"Jadi tiga-tiganya ini saling berlomba-lomba, ketiganya tidak lepas dari korupsi dan itu menunjukkan bahwa satu tahun terakhir ini pemberantasan korupsi suram dan justru institusi pemberantasan korupsinya tidak lepas dari korupsi dan sayangnya penyelesaian kasus-kasus itu penuh dengan masalah," terangnya. 

Belum lagi, sambung Zaenur, dengan adanya pelanggaran-pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Mulai ketua hingga wakilnya yang diduga semua pernah melanggar etik.

Baca Juga: Momentum Hari Antikorupsi Sedunia, Pukat UGM Minta Presiden Refleksikan Hal Ini

"Bahkan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar tidak hanya sekadar pelanggaran etik tapi juga merupakan pelanggaran pidana sesuai dengan pasal 36 karena berhubungan dengan pihak yang berperkara di KPK," ucapnya.

"Tetapi sayangnya lagi-lagi penegakan hukum buntu ketika berhadapan dengan person atau orang-orang yang berasal dari lingkungan penegak hukum sendiri," tambahnya.

Tidak hanya sampai di situ, sisi penindakan juga tidak lepas dengan sorotan kepada Mahkamah Agung. Mengingat vonis yang sangat ringan, belum lagi di tingkat kasasi ada banyak kasus yang justru diloloskan. 

"Itu merupakan satu bentuk keprihatinan adanya inkonsistensi dari MA dan menunjukkan adanya perubahan cara pandang MA dalam melihat korupsi. Seakan-akan korupsi bukan merupakan kejahatan luar biasa," tuturnya. 

Penindakan kasus korupsi yang paling signifikan datang dari Kejaksaan terkait dengan kasus korupsi Asabri dan Jiwasraya. 

"Saya harus fair, KPK memang sangat buruk prestasi penindakannya dalam satu tahun terakhir tetapi koleganya Kejaksaan itu justru menunjukkan prestasi yang lebih baik. Karena Kejaksaan memproses kasus Asabri dan Jiwasraya yang nilainya sangat besar puluhan triliun rupiah. Jadi saya harus tetap memberikan kredit poin kepada Kejaksaan karena sudah memproses dua kasus tersebut," urainya.

Namun kemudian masih banyak kasus-kasus lain yang justru tidak ada kemajuan termasuk oleh KPK. Mulai dari kasus korupsi E-KTP, bank century, hingga Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 

"BLBI itu kasus pidananya juga mandeknya. Menurut saya itu satu kekalahan besar dalam perang melawan korupsi. Di luar bahwa pemerintah sedang mengejar dari aspek perdata soal BLBI itu," sebutnya.

Kemudian Zaenur juga menyoroti upaya dari sisi pencegahan. Ia menilai tidak ada juga satu pun program pemerintah yang signifikan dalam pencegahan korupsi. 

Reformasi birokrasi pun kemajuannya sangat lambat sehingga tidak banyak berkontribusi mencegah korupsi. Misalnya saja kasus korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa yang masih terus terjadi. 

"Artinya tidak ada perbaikan sistem yang berarti di dalam pengadaan barang dan jasa. Begitu juga perizinan itu juga masih lekat dengan korupsi itu banyak kasusnya dan itu menunjukkan pencegahan korupsi itu belum berhasil," tegasnya.

Load More