Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Rahmat jiwandono
Jum'at, 17 Desember 2021 | 16:21 WIB
Ilustrasi Pinjol (Antara)

SuaraJogja.id - Fenomena pinjaman online atau pinjol masih menjadi pembahasan khalayak mulai dari isu menyalahgunakan data peminjam sampai dengan sistematika akad yang tidak sesuai selalu menuai kontra. Terlebih, aturan dan implementasi serta efek yang ditimbulkan pinjol di Indonesia mengundang banyak pertanyaan. 

Hal tersebut salah satunya menjadi bahasan Laboratorium Hukum UMY lewat Diskusi Akademik bertajuk “Kontroversi Pinjaman Dana Tunai Berbasis Aplikasi Online (Pinjol) di Indonesia: Regulasi vs Implementasi”. Acara diskusi tersebut diselenggarakan secara daring pada Jum’at (17/12/2021).

Dosen Pakar Hukum Bisnis UMY Muhammad Annas menyampaikan bahwa terdapat berbagai macam jenis finansial teknologi atau fintek dengan type peer to peer lending di Indonesia sejumlah 148 perusahaan.

”Fintek tipe peer to landing tersebut diantaranya 107 perusahaan yang teregistrasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai financial support authority dan 41 diantaranya teregistrasi sebagai izin berbisnis," ungkapnya.

Baca Juga: Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, Rektor UMY: Penting Tapi Frasa Perlu Dicek Ulang

Namun, dengan banyaknya perusahaan fintek ini menimbulkan problematika baru yaitu fintek ilegal dan non ilegal. Secara umum, fintek non ilegal tidak di bawah naungan OJK dan tidak ada akad yang jelas mengenai bunga.

"Dan kapan tempo pembayarannya juga tidak klir dan inilah yang menyebabkan banyaknya permasalahan pinjaman online yang marak terjadi," paparnya.

Menanggapi persoalan pinjol, Profesor Siti Ismiyati Jenie, Guru Besar Bidang Hukum Perdata UMY menyatakan dari sudut hukum perdata bahwa seharusnya fintek memiliki perjanjian yang mengatur peminjam dan pelaku pinjaman (masyarakat umum) yang bersifat independen.

”Perjanjian dalam fintek seharusnya tidak ada campur tangan antara OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan pihak pemerintah, melainkan disusun oleh para pelaku fintek sehingga dapat dikatakan perjanjian dalam fintek adalah perjanjian di bawah tangan,” ujar dia.

Dia mengatakan bahwa penyelesaian masalah pada praktik pinjaman online diselesaikan berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh fintek. Perjanjian yang dibuat oleh fintek secara hukum meliputi judul, penyebutan pihak-pihak dengan isi perjanjian fintek adalah definisi, pasal kedua mengenai jumlah pembiayaan, pasal tiga waktu.

Baca Juga: Pakar UMY: Layanan Kesehatan Mental di Indonesia Belum Merata

"Pasal keempat penarikan pembiayaan, pasal lima kesepakatan bunga, pasal enam pembayaran kembali dan ketujuh mitigasi resiko,” katanya.

Ia berpesan kepada perusahaan fintek untuk memperhatikan perjanjian hukum saat melakukan transaksi online. Namun, juga menekankan pada masyarakat untuk lebih mawas dan lebih cermat dalam menanggapi pinjol yang semakin marak dan bermacam bentuknya di Indonesia. 

Load More