SuaraJogja.id - Pemerintah pusat berencana menerapkan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah, yakni berkait larangan kepada pejabat pemerintah untuk mengangkat tenaga non-PNS atau non-PPPK guna mengisi jabatan ASN.
Pada Pasal 99 ayat 1, disebutkan bahwa tenaga non-PNS masih bisa tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun setelah aturan itu terbit. Lima tahun yang dimaksud adalah masa transisi dan berlaku hingga 2023.
Dengan kata lain, pemerintah pusat akan menghapus keberadaan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan, salah satunya PHL (Pegawai Harian Lepas) di pemerintah daerah.
Sekretaris Daerah Sleman Harda Kiswaya menuturkan, Pemerintah Kabupaten Sleman memiliki sedikitnya lebih dari 1.000 orang tenaga pembantu (naban) atau PHL.
"Paling banyak di Dinas Lingkungan Hidup berkaitan mengurusi pertamanan, kebersihan, persampahan dan sebagainya," ungkap Harda, Selasa (18/1/2022).
Selain itu, ada pula PHL yang bekerja di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman, sebagai tenaga pembantu di lapangan. Beberapa tenaga lainnya, berada di berbagai OPD lain.
"Bisa itu tenaga terampil dan sebagainya. Sehingga itu akan sangat dibutuhkan. Sebetulnya secara ketenagakerjaan, mereka betul-betul membantu pemerintah mengurangi pengangguran," terangnya.
Eks Kepala BKAD Sleman itu menuturkan, selama ini pengupahan bagi PHL diambil dari anggaran belanja pegawai milik APBD Kabupaten Sleman. Mereka mendapat upah sesuai UMK dan kontrak kerja mereka diperpanjang tiap tahunnya.
Harda menyebut, kebutuhan di Kabupaten Sleman atas PHL setidaknya melihat kondisi di setiap tahunnya. Dan keberadaan PHL tergolong penting.
Baca Juga: Kiper Bagus Prasetiyo Kena Kartu Merah, PSS Sleman Tahan Imbang Madura United
"Pensiun di Sleman banyak, tapi dropping dari pemerintah pusat tidak seimbang. Secara teknis, hampir tidak ada droping untuk tenaga-tenaga seperti itu," ujarnya.
"Artinya untuk [tenaga] taman dan sebagainya itu tidak ada," beber Harda.
Melihat kondisi PHL ini, Harda menyatakan bahwa pada akhirnya Pemkab Sleman hanya bisa menunggu keputusan pemerintah pusat dalam hal ini Kemen PAN RB.
Hanya saja Harda tak menampik, bahwa tidak mungkin kalau status keberadaan PHL diakomodasi ke dalam P3K.
"Karena dari sisi kemampuan dan sebagainya, itu mohon maaf tidak [memenuhi kriteria]," terangnya.
Menurut dia, sebenarnya peran PHL atau honorer di tiap daerah sangat dibutuhkan dan setiap pemerintah daerah perlu menganalisis kebutuhan masing-masing sesuai kearifan lokal mereka.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Batik Malessa Mendapatkan Pendampingan dari BRI untuk Pembekalan Bisnis dan Siap Ekspor
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi