Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 16 Februari 2022 | 07:35 WIB
Suasana Klinik Asih Sasama, dari lembaga non profit Humanity First, sayap organisasi Ahmadiyah yang bergerak di bidang kemanusiaan internasional, di Kelurahan Ngloro, Kapanewon Saptosari, Gunungkidul, (26/1/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

Tidak ada garis tebal pembatas keyakinan antara dirinya dengan rekan kerjanya di rumah sakit swasta tempatnya bekerja dulu. Di tempat tinggalnya di ibu kota, lingkungannya tak pernah sama sekali membahas soal apa yang dia yakini selama ini.

Berkhidmat untuk masyarakat hampir dua tahun lamanya di Klinik Asih Sasama, Yuyun pun mulai lancar beradaptasi. Bahkan untuk mendalami agama lebih mudah baginya, tanpa ada tuntutan pekerjaan sepadat di ibu kota.

Namun, bidan 54 tahun ini juga tak menutup mata dari konflik di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, di mana pada Jumat (3/9/2021), sebuah masjid bernama Miftahul Huda, tempat beribadah Jemaat Ahmadiyah, dibakar warga.

"Mereka juga memiliki ulama, di mana pandangannya berbeda-beda. Memang ada beberapa "Islam" yang cukup keras, dan kalau berbeda, bukan golongan mereka. Parahnya itu, [mereka] harus diperangi, halal darahnya untuk dibunuh, padahal itu tidak ada di dalam Al-Qur'an. Saya meyakini Islam itu cinta damai," ujar dia.

Baca Juga: Masjid Jemaah Ahmadiyah Dibongkar dan Kalimat Syahadatnya Dicopot, Guntur Romli Murka

Yuyun yakin, ada saatnya umat beragama terketuk hatinya untuk memahami adanya perbedaan. Bagi Yuyun, perbedaan bukan halangan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia. Namun, dia hanya bisa menyerahkan semua pada Allah, yang memiliki kehendak di atas segalanya.

Cerita Pegawai Muhammadiyah di Klinik Asih Sasama

Suasana Klinik Asih Sasama, dari lembaga non profit Humanity First, sayap organisasi Ahmadiyah yang bergerak di bidang kemanusiaan internasional, di Kelurahan Ngloro, Kapanewon Saptosari, Gunungkidul, (26/1/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

Klinik Asih Sasama di Kalurahan Ngloro diisi oleh tenaga medis dari berbagai latar belakang. Ada satu pegawai pria asal Bantul yang merupakan seorang perawat di klinik itu. Ia tak pernah gelisah meski berada di lingkungan yang berbeda.

Edy Muryanto, pria 28 tahun tersebut, awalnya tak mengetahui jika fasyankes tersebut merupakan sayap kanan Ahmadiyah. Satu tahun bekerja di klinik itu, tidak ada diskriminasi yang dia alami.

"Januari 2021 saya sudah bergabung di sini. Jadi ada pemberitahuan dari bapak kalau di klinik ini sedang membutuhkan tenaga medis dan saya mengirim lamaran. Awalnya bekerja di sini saya tidak tahu [klinik dari Ahmadiyah], tapi lama-lama akhirnya tahu, jadi saya tidak melihat latar belakang tempat saya bekerja, tapi saya ke sini sebagai tenaga profesional saja," kata Edy, ditemui di klinik setempat, Rabu (26/1/2022).

Baca Juga: Kemenag Minta Masjid Ahmadiyah Difungsikan sebagai Tempat Ibadah Seluruh Umat Islam

Ayah satu anak yang sebelumnya bekerja di Wisma ODGJ, Panti Hafara, Bantul tersebut mengaku tahu bagaimana keyakinan Ahmadiyah, yang mempercayai masih ada nabi selanjutnya setelah Muhammad SAW. Baginya, sebelum dan sesudah dirinya bergabung di klinik setempat, tidak ada masalah yang timbul dari perbedaan keyakinan.

"Apa yang diberitakan di luar sana tidak seperti yang dibayangkan ya. Saya nyaman di sini, bekerja pun juga tidak ada sekat-sekat. Semuanya berjalan dengan baik dan tidak ada perbedaan Anda Ahmadiyah atau Muhammadiyah," kata Edy, yang sejak lahir tumbuh di lingkungan Muhammadiyah.

Tidak ada kegundahan yang mengganggu keyakinan Edy selama satu tahun bertugas di Klinik Asih Sasama. Ajakan untuk memahami ajaran Ahmadiyah juga tak sekali pun ia dapatkan. Semua civitas klinik bekerja untuk satu tujuan—memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat Ngloro dan sekitarnya.

Bahkan, lanjut Edy, klinik ini sudah menjadi keluarga baru dalam bagian hidupnya. Meski dengan latar belakang yang berbeda terkait keyakinan, Edy menaruh hormat terhadap rekan lain yang saling menjaga perbedaan.

Klinik Asih Sasama Dibangun untuk Masyarakat

Klinik Asih Sasama dibangun oleh panggilan hati seorang dokter asal Jakarta bernama Gianne Panji Putri. Ibu dua anak ini sudah bercita-cita mendedikasikan diri untuk masyarakat di bidang kesehatan.

Load More