Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 13 Juli 2022 | 19:46 WIB
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Perkembangan teknologi informasi yang semakin masif menjadi pedang bermata dua. Jika tidak dilakukan pengawasan dan didukung oleh peningkatan literasi digital yang mumpuni bukan tak mungkin akan berdampak buruk terlebih bagi anak-anak.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan bahwa di era digital saat ini anak-anak Indonesia semakin sering mengakses media. Bukan tak mungkin hal itu berbahaya bagi anak-anak itu sendiri.

"Dari survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 25% anak-anak kita itu 5 jam lebih mengakses media digital. Artinya kalau proteksi orang tua dan literasi lemah dalam penggunaan media digital kerentanan anak menjadi korban itu memang cukup tinggi. Baik korban dampak negatif dari menggunakan digital maupun kerentanan yang lain," kata Susanto kepada awak media di Mapolda DIY, Rabu (13/7/2022).

Kewaspadaan itu harus terus dipupuk terlebih dengan kejahatan siber yang juga kian masif. Terbaru berkaca kepada pengungkapan kasus Polda DIY terkait jaringan grup pedofil yang diduga telah melakukan eksploitasi dan distribusi materi pornografi dan kesusilaan korban anak melalui jaringan media sosial.

Baca Juga: Waspada Tren TikTok, Terdeteksi 100.000 Email Vishing

Dalam kesempatan ini, KPAI memberikan apresiasi yang tinggi kepada Polda DIY atas pengungkapan kasus tersebut. Mengingat kasus ini merupakan kasus yang besar dan berdampak luar biasa bagi anak-anak.

"Kalau kita melihat dari sisi tren kasus secara nasional kasus kejahatan siber dan pornografi, berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia menduduki urutan yang ke tiga," ungkapnya.

Pertama adalah kasus kekerasan fisik dan psikis, kedua kejahatan seksual terhadap anak dan yang ketiga adalah anak korban kejahatan siber dan pornografi.

"Artinya pada saat Polda (DIY) berhasil mengungkap kasus ini sebenarnya merupakan rangkaian upaya sukses kita untuk mencegah peluang kasus-kasus kembali itu terjadi di kemudian hari. Apalagi eranya saat ini merupakan era digital," terangnya.

Pihaknya turut memberi catatan kepada orang tua dalam kasus ini. Terlebih dalam pengawasan yang seharusnya dilakukan meskipun anak-anak berada di rumah.

Baca Juga: Perubahan Gaya Hidup Dorong Orang Tua Lebih Berperan dalam Keamanan Digital

Sebab saat ini meskipun anak-anak sudah berada di rumah tetapi masih ada saja ancaman melalui media digital.

"Banyak anak-anak yang jadi korban pornografi, korban trafficking, padahal sebenarnya dia ada di rumah komunikasi dengan pelaku dan jaringan. Kondisi ini tentu tantangan berat bagi orang tua di dalam proses pengasuhan," tuturnya.

Namun di luar orang tua sebagai pelindung utama, kata Susanto, guru juga penting mengizinkan dan mengintegrasikan di dalam proses pembelajaran. Mengingat juga ana-anak saat ini memang banyak sumber-sumber belajar di media digital.

Sehingga penting integrasi literasi oleh guru di dalam ruang-ruang proses pembelajaran. Penting untuk dipastikan agar anak tidak mudah terpapar konten-konten negatif termasuk tidak dilibatkan menjadi pelaku distribusi konten pornografi maupun yang lain.

"Terakhir tentu dugaan kami memang karena kasus kejahatan siber ini sering terjadi bukan hanya lintas kabupaten tapi lintas provinsi bahkan lintas negara. Dengan kondisi tantangan yang berat hari ini memang kita harus bersatu padu memastikan anak-anak kita harus aman dari konten-konten negatif," pungkasnya.

Load More