Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Sabtu, 23 Juli 2022 | 11:07 WIB
Para penari dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat menampilkan tarian Bedhaya Mintaraga dalam Pergelaran Catur Sagatra di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Jumat (22/07/2022) malam. [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Empat keraton di Jawa menggelar Pergelaran Catur Sagatra di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Jumat (22/07/2022) malam. Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Pura Pakualaman dan Pura Mangkunegaran dengan tarian Bedhaya Ladrang Mangungkung menampilkan bedhaya atau tarian adhiluhung dari masing-masing kerajaan.

Catur Sagatra ini merupakan konsep pertalian trah Mataram Islam yang ada di Jawa antara antara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Pakualaman dan Pura Mangkunegaran. Pergelaran ini berawal dari gagasan dari empat raja Jawa, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX, Sri Paduka  Paku Alam (PA) VIII,  Sri Susuhunan  Pakuwono XII serta Sri  Mangkunegara VIII.

Kolaborasi seni ini kali ini digelar secara offline untuk pertama kali pasca pandemi. Sebelumnya pergelaran menjadi kegiatan rutin yang diadakan setiap tahunnya.

Dalam pergelaran kali ini, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat menampilkan tarian Bedhaya Mintaraga. Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menampilkan tarian Bedhaya Ratu. Sedangkan Pura Pakualaman menampilkan tarian Bedhaya Wasita Ngrangsemu serta Pura Mangkunegaran dengan tarian Bedhaya Ladrang Mangungkung.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Stadion Mandala Krida Rugikan Negara Miliaran Rupiah, Begini Tanggapan Sri Sultan Hamengku Buwono X

Raja Ngayogyakarta Hadiningrat sekaligus Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan pergelaran kali ini menjadi gareget rekonsiliasi budaya dan manunggalnya kembali Trah Mataram, dari Catur Sagatra menuju Catur Sagotrah. Identitas budaya Sagotrah ini semakin bermakna karena Surakarta dan Ngayogyakarta memiliki satu lambang Dwi Naga Rasa Tunggal, dua naga yang menghadap ke arah Barat dan Timur, meski begitu, ekornya tetap bertaut menjadi satu. 

"Keempat entitas budaya itu disebut catur sagatra yang memiliki satu garis Trah Mataram, sehingga menjadi pewaris sah dari Budaya Mataraman," paparnya.

Sultan menambahkan, pergelaran kali ini juga menampilan kaidah-kaidah seni tari klasik yang sudah dibakukan. Karena itu unsur seninya dapat seterusnya disajikan secara abadi.

"Selain itu mengalir tanpa putus berkesinambungan hanyut dalam karakteristiknya yang mbayu mili," ujarnya.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan (disbud) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi mengungkapkan masing-masing tarian yang ditampilkan sangat istimewa dan sarat makna. Sebut saja Bedhaya Mintaraga yang ditampilkan oleh Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan tari yang diilhami dari serat Lenggahing Harjuna yang ditulis langsung oleh Sri Sultan HB X.

Baca Juga: Jelang Ditetapkan Kembali Sebagai Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X Jalani Cek Kesehatan di RSUP dr Sardjito

"Kegiatan ini sangat penting untuk pelestarian warisan budaya termasuk didalamnya upaya mengenalkan khasanah budaya di Yogyakarta dan Surakarta secara luas pada masyarakat," paparnya.

Gelar budaya ini, lanjut Dian menjadi salah satu pusat pengembangan budaya. Selain itu menjadi upaya empat Kraton dinasti Mataram di Yogyakarta dan Surakarta dalam menjaga dan melestarikan budaya yang diwariskan leluhur.

"Momentum ini sangat strategis dan tepat mengenalkan warisan budaya berupa seni tari yang harus dilestarikan oleh semua pihak," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More