Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 11 Agustus 2022 | 20:05 WIB
Kepala Badan SDM Kementan, Dedi Nursyamsi (kiri) menyampaikan tentang upaya penanggulagan krisis pangan disela deklarasi Bulaksumur di UGM, Kamis (11/08/2022). [Kontributor Suarajogja.id / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Krisis pangan global sudah mulai terasa saat ini dengan semakin tingginya harga pangan, termasuk di Indonesia. Sekitar 62 negara di dunia pun sudah mengalami krisis pangan global, 32 negara diantaranya bahkan menyatakan diri bangkrut.

Untuk menghadapi ancaman krisis pangan di Indonesia, pemerintah salah satunya mencoba mengurangi ketergantungan pada impor dengan meningkatkan produksi pertanian lokal. Diantaranya mengurangi impor bahan pangan seperti gandum, daging sapi, gula dan bawang putih.

"Ketergantungan impor harus dikurangi, kita impor gandum itu setiap tahun Rp60 sampai 70 triliun lho," ungkap Kepala Badan SDM Kementrian Pertanian (kementan), Dedi Nursyamsi disela deklarasi Bulaksumur di UGM, Kamis (11/8/2022).

Menurut Dedi, diversifikasi pangan lokal bisa menjadi salah satu upaya mengurangi impor bahan pangan. Impor gandum misalnya, bisa dikurangi dengan pengembangan produk pertanian lokal seperti sagu, singkong dan umbi-umbian lainnya yang sangat berlimpah di Indonesia.

Baca Juga: Mie Instan Diprediksi Naik 3 Kali Lipat, Kementan Ajak Masyarakat Waspada Ancaman Krisis Pangan

Dengan demikian kenaikan harga gandum hingga tiga kali lipat akibat terganggunya pasokan gandum ke Indonesia pasca perang Rusia dan Ukraina serta larangan impor gandum dari India tidak akan jadi masalah bagi negara ini. Sebab banyak bahan pangan lokal yang bisa mengganti kebutuhan gandum di Indonesia.

"Singkong berlimpah di [negara] kita, dibiarin. Sekarang harga gandum yang naik, maka ketergantungan harus dikurangi dengan diversifikasi pangan lokal, itu yang akan menyelamatkan kita dari krisis pangan global," katanya.

Namun, diversifikasi pangan lokal, lanjut Dedi harus dilakukan secara optimal. Termasuk dalam pengolahan bahan pangan lokal agar lebih menarik.

"Diversifikasi pangan dari impor ke lokal mutlak untuk menyelamatkan kita dari krisis pangan. Nah ini yang dibutuhkan untuk [diservisikasi pangan lokal] adalah sumber daya manusia bidang pertanian yang kompeten," ujarnya.

Dedi menambahkan, Kementan menggenjot peran penyuluhan pertanian di seluruh Indonesia saat ini. Hal ini dilakukan untuk semakin meningkatkan produksi pangan lokal dalam rangka mengantisipasi krisis pangan kedepannya.

Baca Juga: Musisi Indonesia Suarakan Krisis Manusia sebagai Makhluk Sosial lewat Lagu

Dengan masifnya penyuluhan pertanian oleh SDM yang kompeten, maka 10 tahun lagi Indonesia bisa meningkatkan produktivitas pertanian. Kalau saat ini baru 5,2 ton per hektar maka diharapkan bisa meningkat jadi 6 ton per hektar. Apalagi saat ini pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Presiden (perpres) nomor 35 tahun 2022 tentang Penguatan Fungsi Penyuluhan Pertanian.

"Dalam kondisi krisis pangan global, mempengaruhi dunia, harapannya ini bisa membawa negara kita survive, karena saat ini pun sebenarnya kita tidak terdampak," paparnya.

Sebelumnya Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan pemerintah bekerjasama dengan semua pihak dalam menghadapi ancaman krisis pangan global. Salah satunya dengan memperkuat pertanian modern di Indonesia atau smart farming. Salah satunya melalui pemanfaatan teknologi seperti Internet of Things, robot construction, dan artificial intelegent.

"Penyuluh pertanian adalah kopasus-nya pertanian, menjadi tonggak utama pembangunan pertanian melalui kostratani di seluruh Indonesia. Penyuluh adalah ujung tombak dari seluruh kebijakan dan arah pertanian sekaligus orang terdepan yang membangun informasi juga menerapkan kebijakan dan melakukan langkah monitoring,” imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More