Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 20 September 2022 | 11:31 WIB
Biskuit anti stunting inovasi mahasiswa UGM (SuaraJogja.id/HO-UGM)

SuaraJogja.id - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat inovasi terkait Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit. Lebih spesialnya, biskuit ini diolah dengan gizi tinggi sehingga dapat dikonsumsi untuk mencegah stunting.

Biskuit yang diberi nama Sprouted Snack Bar (SSB) tersebut dibuat oleh lima mahasiswa dari sejumlah jurusan di UGM. Mereka adalah Adiva Aphrodita (Fakultas Biologi 2020), Matilda Jesseline Gabriela Giovanni (Fakultas Biologi 2020), A. Najib Dhiaurahman (Fakultas Biologi 2020), Felisitas Mellania Ajeng Anggraeni (FK-KMK 2019), dan Nur Afni Oktri Fiana (FTP 2019), di bawah bimbingan Lisna Hidayati.

Salah satu mahasiswa yang terlibat, Adiva Aphrodita, menuturkan, inovasi ini dimunculkan untuk membantu pemerintah dalam menekan angka stunting di Indonesia. Salah satunya dengan makanan tambahan.

Namun, kata dia, makanan tambahan yang diberikan tak jarang malah menggunakan fortifikasi untuk menambah zat gizi. Belum lagi dengan bahan baku yang masih diimpor sehingga menimbulkan persoalan biaya.

Baca Juga: Lewat Temu Kangen, Kagama DKI Ajak Seluruh Alumni UGM untuk Berkumpul Kembali

"Alasan dipilihnya produk snack bar karena cemilan ini disukai anak-anak dan memiliki masa simpan yang cukup lama," kata Adiva, Selasa (20/9/2022(.

Disampaikan Adiva, snack bar atau biskuit yang diciptakan ini memiliki sejumlah keunggulan. Termasuk dengan harga yang terjangkau dan bahan yang mudah ditemui.

Belum lagi dengan kandungan gizi yang ada di dalamnya untuk mencegah stunting yaitu protein, zat besi, dan seng. SSB ini sendiri terbuat dari bahan utama kacang merah berkecambah, beras merah berkecambah, kacang kedelai berkecambah dan pisang.

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, Adiva menerangkan bahwa revalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen. Angka tersebut memang menurun 6,4 persen dari angka tahun 2018 sebesar 30,8 persen.

"Namun angka itu masih tergolong tinggi dan berada di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen," ucapnya.

Baca Juga: Rektor 32 Perguruan Tinggi di DIY Minta Segenap Pihak Waspada Jebakan Isu Identitas Saat Pemilu

Adiva menuturkan bijian berkecambah sendiri memiliki kandungan protein dan mikronutrien yang lebih tinggi. Terlebih ketika dibandingkan dengan biji utuh.

Hal itu disebabkan karena proses perendaman dan perkecambahan dapat meningkatkan nutrien yang terkandung di dalamnya. Kedelai, beras merah, dan kacang merah yang telah berkecambah juga mengandung protein tinggi dan kadar fitat menurun yang mampu meningkatkan kadar zat besi dan seng.

"Konsumsi pangan tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin serum darah sehingga memicu pembentukan sel saat pertumbuhan dan menjaga organ hati sehat. Selain itu, zat besi membantu sintesis kolagen jaringan tulang, sementara seng membantu peningkatan panjang dan berat tulang femur," terangnya.

Lebih lanjut, Adiva berujar bahwa pihaknya tak hanya membandingkan kandungan produk antara bijian berkecambah dengan biji dorman saja. Melainkan juga membuat perbandingan antara dua metode pengolahan berupa metode sangrai dan oven.

Selanjutnya tim mereka turut melakukan berbagai uji produk tersebut. Di antara uji organoleptik produk pada anak SD, uji nutrition facts, dan uji in vivo.

"Inovasi SSB ini mampu menjadi alternatif jajanan bergizi untuk anak sekolah. Dengan adanya produk ini diharapkan ada peningkatan kualitas makanan untuk anak-anak. Ya sehingga dapat menekan angka stunting di Indonesia," tandasnya.

Load More