SuaraJogja.id - Angka tuberculosis (TB) di Indonesia masih cukup tinggi saat ini. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada lebih dari 845 ribu orang Indonesia terpapar TB saat ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 14 ribu pasien TB meninggal dunia.
Karenanya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan alat dan obat untuk mendeteksi penyakit TB. Alat yang pertama diciptakan peneliti Indonesia dengan nama TB-Scan Kaef ini mampu melihat bakteri TB hanya dalam waktu empat jam.
"Obat ini merupakan inovasi yang berguna untuk membantu dalam mendeteksi penyakit tuberculosis paru-paru, maupun ekstraparu dengan akurasi hingga lebih dari 90 persen," papar Kepala Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri (PRTRRB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tita Puspitasari di Yogyakarta, Jumat (07/10/2022) sore.
Menurut Tita, pengembangan TB-Scan Kaef ini didasari dari kendala deteksi bakteri TB di tubuh pasien. Dengan alat konvensional, deteksi bakteri TB di tubuh memerlukan waktu dua minggu.
Baca Juga: Waspada Guys! Hujan Badai Berpotensi Terjadi di Pesisir Selatan Jawa Barat
Karenanya dengan penemuan Kit radiofarmaka diagnostik Tubercolusis TB-Scan (Kit Ethambutol) tersebut, maka deteksi bisa dilakukan hanya dalam waktu empat jam dengan berlandaskan mekanisme radio aktif. Obat ini secara klinis dapat mampu membantu dalam deteksi dan lokalisasi penyakit Extrapulmonary TB dan Pulmonary TB.
"Obat ini akan membantu para tenaga medisterkait dalam penegakan diagnosa dan sebaran TB. Alat ini memiliki tingkat akurasi, sensitivitas, spesifitas, positive predictive value dan negative predictive value yang baik," jelasnya.
TB-Scan ini, lanjut Tita dapat dijadikan pilihan tenaga medis untuk membantu mendeteksi dan menentukan lokasi Extrapulmonary TB dan Pulminary TB yang ada dalam tubuh manusia. Kit ini bisa digunakan
oleh anak-anak maupun dewasa karena bersifat non-invasive diagnostic.
"Dengan alat ini maka deteksi bisa dilakukan dengan lebih dini untuk pengobatan. Apalagi obatnya sudah masuk BPJS," jelasnya.
Ditambahkan peneliti kedokteran nuklir Husein Kartasasmita, padahal pasien TB membutuhkan waktu cepat untuk pengobatan. Namun dengan deteksi menggunakan alat konvensional maka, kesalahan pengobatan bisa saja terjadi.
Baca Juga: Alat Kesehatan Buatan Lokal Masih Jarang Digunakan di Indonesia, Kemenkes Ungkap Alasannya
"Bila dipaksakan diberikan obat TB, dikhawatirkan bakteri yang dideteksi menggunakan dahak pasien ternyata bukan bakteri TB," paparnya.
Berita Terkait
-
Skandal Dokter Obgyn di Garut: Kemenkes Minta STR Dicabut! Kasus Pelecehan Pasien Terbongkar
-
BNPT Ungkap Strategi Digital Lawan Ekstremisme: Libatkan NU, Muhammadiyah, dan LSM
-
Viral Fenomena 'Hujan Jeli' di Gorontalo Bikin BMKG dan BRIN Buka Suara, Ternyata Cuma...
-
Bertemu Pangeran Khaled, Megawati Bahas Palestina hingga Kenalkan BRIN
-
BRIN Klaim Efisiensi Anggaran Tak Berdampak ke Program Riset, Gaji Pegawai Tetap Aman
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Laga Sulit di Goodison Park: Ini Link Live Streaming Everton vs Manchester City
-
Pemain Keturunan Jawa Bertemu Patrick Kluivert, Akhirnya Gabung Timnas Indonesia?
-
Jadwal Dan Rute Lengkap Bus Trans Metro Dewata di Bali Mulai Besok 20 April 2025
-
Polemik Tolak Rencana Kremasi Murdaya Poo di Borobudur
Terkini
-
Insiden Laka Laut di DIY Masih Berulang, Aturan Wisatawan Pakai Life Jacket Diwacanakan
-
Tingkatkan Kenyamanan Pengguna Asing, BRImo Kini Hadir dalam Dua Bahasa
-
Ribuan Personel Polresta Yogyakarta Diterjunkan Amankan Perayaan Paskah Selama 24 Jam
-
Kebijakan Pemerintah Disebut Belum Pro Rakyat, Ekonom Sebut Kelas Menengah Terancam Miskin
-
Soroti Maraknya Kasus Kekerasan Seksual Dokter Spesialis, RSA UGM Perkuat Etika dan Pengawasan