SuaraJogja.id - Mantan narapidana terorisme (napiter), Muhammad Sofyan Tsauri alias Abu Ahyas memberi tanggapan mengenai penangkapan seorang pria terduga teroris yang diketahui berinisial AW (38) pada Minggu (22/2/2023) kemarin.
Sofyan yang sempat tergabung dengan jaringan Al-Qaeda Asia Tenggara dalam kamp di Aceh itu pertama memberikan apresiasi atas keberhasilan Densus 88 Antiteror Mabes Polri usai mengamankan seorang terduga teroris di Pandowoharjo, Sleman itu.
Menurut Sofyan, keberhasilan itu tidak lepas dari revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 menjadi Undang-undang Nomor 5 tahun 2018. Perubahan aturan itu disebut membuat polisi bisa menangkap orang yang diduga akan melakukan aksi terorisme.
"Ini merupakan payung hukum bagi Densus 88 untuk melakukan preventif of justice. Jadi bagaimana mencegah bagaimana bom itu tidak meledak. Dulu meledak dulu baru bisa ditangkap, nah sekarang bisa ditangkap sebelum orang itu melakukan aksi. Ini kemajuan yang cukup bagus menurut saya karena kita bisa mencegah korban, mencegah aksi-aksi tersebut," kata Sofyan, Senin (23/1/2023).
Baca Juga: Sosok AW Tersangka Teroris Jaringan ISIS yang Ditangkap di Sleman, Sehari-hari Jadi Ojol
Kemudian, lanjut Sofyan, ancaman terorisme itu akan selalu ada dan akan sangat relevan hingga kapanpun. Tidak terbatas hanya di Indonesia saja melainkan hampir di seluruh dunia.
"Kalau ada yang mengatakan ini adalah konspirasi dan sebagainya itu enggak. Kita tahu sendiri Polri dalam bekerja dan sebagainya, kita melihat itu patut kita apresiasi menggagalkan seperti itu. Artinya kelompok ini sampai kapanpun akan tetap ada," terangnya.
Disampaikan Sofyan, ancaman yang selalu ada itu seharusnya membuat semua pihak terkhusus stakeholder terkait lebih serius menangani kasus-kasus terorisme. Tidak saja kepada para pelaku yang ditindak hukum tapi kita juga harus melakukan pencegahan atau deteksi dini.
Hal itu bisa dimulai dari mengedukasi masyarakat agar tidak mudah terpapar dengan paham-paham tersebut. Ia menilai bahwa semua itu berawal dari paham-paham intoleransi dan radikal.
"Makanya kemudian harus dimulai dari hulu, enggak saja dari hilir yaitu penegakkan hukum tapi juga harus memulai dari hulu, yaitu paham-paham intoleransi dan radikalisme ini," ungkapnya.
Baca Juga: Detik-detik Tersangka Teroris Ditangkap di Sleman, Berawal dari Unggahan Propaganda ISIS
Langkah pemerintah dengan berbagai regulasi yang sudah dibuat misalnya Undang-undang ITE dan rancangan undang-undang KUHP disebut sebagai upaya baik. Sebab bisa untuk menekan perkembangan dari narasi-narasi kebencian itu.
"Kebencian itu tidak ditoleransi lagi, mereka harus sejak awal harus sudah mendapatkan sanksi, bisa dikriminalkan dan sebagainya, karena narasi-narasi kebencian ini bibit," imbuhnya.
Terkait pola aksi teror sendiri, kata Sofyan, dulu dan sekarang tidak banyak mengalami perbedaan. Misalnya saja dilihat dari perekrutan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Berdasarkan informasi bahwa terduga teroris AW sendiri terafiliasi dengan kelompok Islamic State of Iraq Syria (ISIS). Dari sini kemudian ia memaparkan, jaringan terorisme di Indonesia yang terafiliasi dengan ISIS adalah Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Ia menyebut sejak dulu kelompok-kelompok tersebut sudah dapat ditemukan di berbagai media sosial dan memiliki komunitas tersendiri.
"Enggak ada yang berbeda, cuma memang kelompok ini masih akan eksis terus," ucapnya.
Pola serangan atau teror yang diberikan pun, disebutkan Sofyan juga masih tetap sama. Ada yang kemudian menarget tempat ibadah, kantor polisi hingga simbol-simbol negara lain. Baik dari kelompok ISIS atau kelompok lain sebut saja Jamaah Islamiyah (JI).
Pada JI sendiri akan lebih cenderung menyerang simbol-simbol negara barat yang ada. Ia mencontohkan yakni Bom Bali 1, Bom JW Marriott dan Ritz-Carlton, hingga gedung Kedubes Australia.
"Kalau JAD kita bisa indikasi mereka bisa kalau enggak ke kantor polisi, pasti ke rumah ibadah. Mereka cuma berputar di situ-situ saja. Cuma kita menunggu penyidikan ya bom itu dirakit untuk apa tapi biasanya kalau kelompok yang terafiliasi dengan ISIS ya cuma dua itu aja. Kalau enggak simbol negara kantor polisi," tandasnya.
Berita Terkait
-
Densus 88 Ringkus 2 Terduga Teroris Negara Islam Indonesia di OKU Timur, Inisial MD dan MA
-
Oral Seks Berujung Pasal Berlapis! Begini Nasib Pengendara Xpander yang Tabrak Lari Penyandang Disabilitas hingga Tewas
-
Gak Ada Otak! Nyetir Mobil sambil 'Anu' Dikemut Cewek, Mahasiswa di Sleman Tabrak Pria Difabel hingga Tewas
-
Pasukan Darat Iran Klaim Bunuh 4 "Teroris Israel" di Tengah Ketegangan yang Meningkat
-
Serangan di Bandara Internasional Jinnah Pakistan Sebabkan Dua Warga China Tewas, Lin Jian 'Berantas Teroris'
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
-
Kenapa KoinWorks Bisa Berikan Pinjaman Kepada Satu Orang dengan 279 KTP Palsu?
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
Terkini
-
Logistik Pilkada Sleman sudah Siap, Distribusi Aman Antisipasi Hujan Ekstrem
-
Seharga Rp7,4 Miliar, Dua Bus Listrik Trans Jogja Siap Beroperasi, Intip Penampakannya
-
Skandal Kredit Fiktif BRI Rp3,4 Miliar Berlanjut, Mantri di Patuk Gunungkidul Mulai Diperiksa
-
Pakar Ekonomi UMY Minta Pemerintah Kaji Ulang Terkait Rencana Kenaikan PPN 12 %
-
DIY Perpanjang Status Siaga Darurat Bencana hingga 2 Januari 2025