Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 01 Mei 2023 | 17:52 WIB
Ilustrasi covid-19 (unsplash)

SuaraJogja.id - Libur panjang Lebaran tak hanya mendatangkan 5,8 juta pemudik yang masuk ke DIY. Kasus COVID-19 yang sempat melandai beberapa bulan terakhir pun akhirnya meningkat cukup signifikan selama libur hari raya tersebut.


Dinas Kesehatan (dinkes) DIY mencatat, kenaikan kasus COVID-19 yang cukup tinggi mulai terjadi pada pertengahan April 2023 atau dua minggu menjelang Idul Fitri 1444H. Angka kasus semakin tinggi pada saat libur Lebaran.


Penambahan kasus setiap harinya cukup tinggi diatas 30 kasus. Pada 26 April 2023 ada penambahan 57 kasus baru, 27 April 2023 tercatat 55 kasus baru dan 28 April 2023 sebanyak 71 kasus baru. Sedangkan pada 29 April 2023 sebanyak 56 kasus baru dan 30 April 2023 sebanyak 38 kasus baru.


Bahkan selama sepekan terakhir, sembilan pasien COVID-19 dinyatakan meninggal dunia. Kasus meninggal terbanyak terjadi pada 28 April 2023 yakni tiga pasien meninggal dunia.

Baca Juga: DIY Mulai Masuki Musim Kemarau, Peneliti UGM Minta Manajemen Risiko Kekeringan Diperbaiki


Epidemiolog UGM, Riris Andono Ahmad, Senin (01/04/2023) menyatakan, kenaikan kasus COVID-19 di DIY disebabkan tingginya mobilitas masyarakat selama libur Lebaran. Meski tak menyebut penularan terjadi akibat Arcturus alias subvarian Omicron XBB 1.16, kemungkinan itu bisa saja terjadi karena setiap varian baru bisa menjadi varian yang dominan dan lebih menular dibandingkan varian sebelumnya.


"Yang jelas [tingginya kasus covid-19 di diy akibat] efek tingginya mobilitas [masyarakat selama libur lebaran]. Bukti yang ada kita miliki adalah peningkatan mobilitas [masyarakat]. Kalau varian baru kan gak ada atau belum ada datanya," paparnya.


Menurut Riris, tingginya penambahan kasus baru ini harus diwaspadai. Pemerintah daerah perlu mempersiapkan sistem kesehatan untuk mengakomodasi peningkatan kasus kedepannya selain vaksinasi COVID-19 yang terus dilakukan. Meski sebagian besar masyarakat sudah memiliki kekebalan dan memori kekebalan terhadap COVID-19, belum semua masyarakat mendapatkan vaksinasi tersebut.


Saat ini evolusi virus secara alami akan mengalami penurunan keparahan. Sebab virus yang menyebabkan keparahan dan kematian tidak dapat berkembang biak, karena mereka akan mati ketika penderita diisolasi atau karena meninggal. 


"Jadi virus yang memberikan gejala ringan yang akan mampu bertahan, karena penderita bisa jadi tidak terdeteksi dan tetap dapat berinteraksi secara sosial," ungkapnya.

Baca Juga: Dinkes DIY Sebut Kasus Anemia Berisiko Pengaruhi Angka Stunting di DIY


Bagi sebagian besar masyarakat, lanjut Riris, virus COVID-19 sudah berubah menjadi penyakit flu biasa. Sebab mereka sudah punya kekebalan.


Akan tetapi bagi masyarakat yang berisiko tinggi, apalagi belum mendapatkan vaksinasi, virus ini tetap berpotensi menimbulkan keparahan dan kematian. Sehingga upaya vaksinasi perlu ditargetkan untuk kelompok-kelompok risiko tinggi tersebut.


"[Vaksinasi] bukan lagi diberikan pada seluruh populasi," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More