SuaraJogja.id - Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menolak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyetujui permohonan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Gufron untuk memperpanjang maja jabatan KPK periode 2019-2023 dari empat tahun menjadi lima tahun.
"Terkait perpanjangan [masa jabatan kpk dari empat tahun menjadi lima tahun] yang diambil [MK] kami tolak karena prinsipnya mereka [kpk] periode ini empat tahun saja," ungkap Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (13/6/2023).
Menurut Trisno, penolakan tersebut bukan tanpa alasan. Selama KPK berdiri, tidak pernah ada Komisioner KPK yang mempersoalkan masa jabatan empat tahun mereka.
Karenanya alih-alih diberlakukan pada periode kali ini, keputusan MK tersebut seharusnya direalisasikan pada kepemimpinan KPK pada periode berikutnya. Selain itu dirumuskan dalam Undang-undang (UU).
"Kalau memang dikabulkan MK, itu untuk periode berikutnya. Kalau memang itu yang akan ditetapkan dan dirumuskan dalam undang-undang. Yang sekarang itu berakhir empat tahun. Yang terpilih nanti lima tahun, terserah sesuai keputusan mk," katanya.
Dosen Fakultas Hukum UMY tersebut menambahkan, perpanjangan masa jabatan KPK dinilai tidak ada urgensinya. Apalagi kinerja KPK periode sekarang ini juga mengalami penurunan.
Bila kebijakan itu dipaksakan maka hanya menjadi semacam hadiah yang tidak tepat bagi lembaga negara yang kinerjanya tidak maksimal. Hal itu yang menjadi pertanyakan Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah.
"Indeks persepsi korupsi kita kembali pada awal jabatan jokowi memimpin pada periode pertama," ujarnya.
Ditambahkan Wakil Ketua 3 Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Rahmat Muhajir, mereka siap mengajukan PTUN atas keputusan MK. Namun mereka masih menunggu keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) keluar terkait putusan MK.
Baca Juga: Soal Harta Kekayaan Kepala Dinkes Lampung Reihana, KPK: Nggak Ada Apa-apa!
"Kami tidak akan sendirian untuk mengajukan ptun, berkolaborasi dan diskusi bersama untuk melakukan gugatan bersama-sama," ungkapnya.
Rahmat menambahkan, keputusan MK tersebut dinilainya bermuatan politis. Apalagi keputusan tersebut dibuat sangat cepat disaat masa kepemimpinan KPK segera berakhir.
"Ada apa kok buru-buru, tim pansel [panitia seleksi] MK pun belum dibentuk," ujarnya.
Sementara peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Totok Dwi Diantoro mengungkapkan Pukat UGM juga siap berkolaborasi dan bahu membahu untuk melakukan gugatan PTUN atas keputusan MK tersebut. Apalagi Pukat melihat dalam komposisi MK saat in secara kasat ada conflict of interest atau konflik kepentingan.
"Situasi di mk pada saat ini ada fenomena kontestasi kepentingan dan politis yang masuk kedalam kelembagaan MK," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 6 Shio Ini Diramal Paling Beruntung dan Makmur Pada 11 Desember 2025, Cek Kamu Salah Satunya?
- Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik
-
Liburan Akhir Tahun di Jogja? Ini 5 Surga Mie Ayam yang Wajib Masuk Daftar Kulineranmu!
-
Jelang Libur Nataru, Pemkab Sleman Pastikan Stok dan Harga Pangan Masih Terkendali
-
Waduh! Ratusan Kilometer Jalan di Sleman Masih Rusak Ringan hingga Berat
-
Dishub Sleman Sikat Jip Wisata Merapi: 21 Armada Dilarang Angkut Turis Sebelum Diperbaiki