Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 16 Oktober 2023 | 20:19 WIB
foto AH Nasution atau Abdul Haris Nasution (ist)

SuaraJogja.id - Prabowo Subianto yang lahir pada 17 Oktober 1951 besok akan merayakan ulang tahun ke-72. Tepat saat ia merayakan ultah satu tahun usianya, terjadi peristiwa bersejarah dimana kelompok militer mengarahkan tank dan meriam ke Istana Merdeka.

Diketahui sebelum terjadi peristiwa 17 Oktober, situasi republik masih sangat labil

Kala itu, militer turut mengambil peran di luar fungsinya sebagai pertahanan negara yakni turut terjun ke politik.

Beberapa anggota militer bahkan jadi pimpinan politik. Mereka pun turut memainkan peran dalam perpolitikan di daerah.

Baca Juga: Usai MK Terima Permohonan dari Mahasiswa UNSA, Gerindra Bicara Peluang Gibran Dampingi Prabowo

Melihat itu Abdul Haris Nasution berupaya melakukan rasionalisasi tentara.

Tak hanya itu, Nasution bersama dengan Kepala Staf Angkatan Perang Mayjen TB Simatupang berkeinginan untuk mengembalikan tentara ke barak. Dalam artian mereka harus kembali ke fungsinya sebagai pertahanan negara.

Tapi rencana itu ditolak Kolonel Bambang Supeno. Pada 13 Juli Kolonel Bambang Supeno berkirim surat ke Perdana Menteri Wilopo, DPRS serta Presiden Soekarno. 

Isi surat tersebut pernyataan ketidakpercayaan terhadap pimpinan Angkatan Perang dalam hal ini Angkatan Darat yang dipimpin AH Nasution. 

Konflik internal pun pecah hingga persoalan itu dibawa ke parlemen. Parlemen dalam hal ini DPRS kemudian membuat sejumlah mosi merespon situasi di tubuh militer itu.

Baca Juga: Bicara Kans Lawan Prabowo-Gibran di Pilpres, Anies: Kami Siap!

Merasa internal militer diintervensi parlemen, AH Nasution meluapkan ketidakpuasannya dengan melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka.

Pada 17 Oktober 1952 sejumlah perwira militer bersama demonstran sekira 30 ribu orang unjuk rasa di depan Istana Merdeka.

Tak hanya menggerakkan massa, aksi itu juga diwarnai dengan mendatangkan tank hingga meriam yang diarahkan ke istana.

Tapi aksi itu bukanlah upaya untuk mengkudeta melainkan desakan meminta agar parlemen dibubarkan serta konflik di internal militer disudahi.

Belakangan, pascaperistiwa itu, Presiden Soekarno memecat Nasution sementara tujuh perwira daerah ada yang digeser hingga ditahan. Posisi Nasution akhirnya digantikan Kolonel Bambang Sugeng.

Load More