SuaraJogja.id - Dosen Hukum Tata Negara FH UII Allan Fatchan Gani Wardhana memberikan komentarnya terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia capres-cawapres. Setidaknya ada tiga hal yang bisa dimaknai dalam putusan tersebut.
Pertama putusan itu menegaskan bahwa MK saat ini telah mengingkari semangat pendiriannya sendiri. Dimana yang sejak awal itu MK memang dikhususkan untuk sebagai lembaga negara yang tugasnya menguji sebuah norma.
"Tapi malah dia ikut mengotak-atik, yang sebenarnya itu ranah pembentuk undang-undang. Jadi sebenarnya otak-atik syarat usia capres-cawapres ini bukan ranah MK, melainkan ranahnya pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan pemerintah," kata Allan dikutip Rabu (18/10/2023).
Sehingga ketika MK itu masuk terlalu jauh otomatis mengaburkan peran MK yang sebenarnya sejak awal didesain hanya untuk menyatakan sebuah norma itu apakah bertentangan dengan undang-undang dasar atau tidak.
Baca Juga: Cegah Gibran untuk Dicalonkan, Alissa Wahid Sentil Jokowi Soal Putusan MK
Kedua putusan ini juga semakin menegaskan bahwa MK ini telah terjebak pada arus politik. Terutama menjelang pemilu 2024 yang jelas ini akan menimbulkan kegaduhan.
"Dan dikabulkannya putusan ini jelas membuktikan beberapa hakim, saya sebut beberapa hakim karena putusannya itu ada yang dissenting opinion [perbedaan pendapat], ya beberapa hakim tidak memiliki komitmen yang kuat untuk mengawal proses demokrasi yang mengedepankan etika politik. Karena dengan adanya putusan ini kan menegaskan MK terjebak dalam arus politik menjelang pemilu 2024 yang tinggal sebentar lagi," ujarnya.
Ketiga, disampaikan Allan, putusan ini bisa menjadi pelajaran tidak baik kepada masyarakat. Terkait bahwa orang yang memiliki ambisi politik itu ternyata bisa memaksakan keinginannya untuk menggunakan lembaga negara dalam memenuhi hasrat politiknya untuk berkuasa.
"Ini yang berbahaya. Jadi mereka orang-orang yang memiliki ambisi politik ya harusnya memang tidak memaksakan keinginnya tapi ternyata MK malah bisa digunakan sebagai alat untuk memenuhi hasrat politik segelintir orang untuk kemudian mengizinkan untuk berkuasa," tuturnya.
Allan menyebut bahwa otak-atik terlalu jauh dari MK ini menimbulkan kegaduhan. Kendati demikian mau bagaimanpun putusan MK ini bersifat final dan mengikat.
Dalam artian tidak ada upaya hukum lagi untuk mempermasalahkan putusan MK. Sehingga putusan MK setelah dibacakan otomatis berlaku.
"Tapi dari segi etisnya. Jadi kalau putusannya memang tidak bisa dipersoalkan, karena memang putusan MK sifatnya final dan mengikat tapi dari segi etisnya, seharusnya MK tidak begitu karena itu ranahnya pembentuk undang-undang," tegasnya.
Selain itu, Allan menyoroti sikap MK yang tidak konsisten dari putusan ini. Pasalnya melihat pengujian soal usia yang sudah dilakukan beberapa kali sejak dulu, MK masih sempat konsisten bahwa ini ranah pembentuk undang-undang.
"Termasuk ketika kemarin saya menggugat undang-undang MK soal usia hakim MK, terus masa jabatan hakim, itu dikatakan legal policy terserah pembentuk undang-undang. Lah dalam hal ini kok dia tidak mengatakan itu kewewenangannya pembentuk undang-undang malah dia ikut bermain. Ini gak konsisten," ujarnya.
"Jadi otak-atik aturan itu kan bukan ranahnya MK, ranahnya pembentuk undang-undang. Sehingga kalau MK terlalu jauh itu jelas membuktikan ya yang selama ini tudingan MK itu bukan Mahkamah Konstitusi tapi Mahkamah Keluarga itu kan terbukti," sebut dia.
Terakhir ia menambahkan bahwa MK yang lahir sebagai produk reformasi kini telah runtuh. Sehingga membuat sulit untuk kembali dipercaya.
"MK yang lahir sebagai produk reformasi telah runtuh dan susah untuk dipercaya dan diberikan kepercayaan," kata dia.
Berita Terkait
-
Putusan MK: Pejabat Negara, Anggota TNI/Polri hingga Kades Tak Netral di Pilkada Bisa Dipidana!
-
Dari Pertemuan dengan Tersangka Korupsi Hingga MK, Alexander Marwata Kini Gugat UU KPK
-
Kuasa Hukum Alex Sebut Pasal Larangan Insan KPK Bertemu Pihak Berperkara Paksa Jadi Introvert
-
Kuasa Hukum Alex Marwata Pertimbangkan Minta MK Ubah Makna Pasal Larangan Berhubungan dengan Pihak Berperkara
-
Hakim MK Pertanyakan Gugatan Marwata: Hapus atau Maknai Lain Larangan Temui Pihak Berperkara?
Terpopuler
- Vanessa Nabila Bantah Jadi Simpanan Cagub Ahmad Luthfi, tapi Dipinjami Mobil Mewah, Warganet: Sebodoh Itu Kah Rakyat?
- Reaksi Tajam Lex Wu usai Ivan Sugianto Nangis Minta Maaf Gegara Paksa Siswa SMA Menggonggong
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- TikToker Intan Srinita Minta Maaf Usai Sebut Roy Suryo Pemilik Fufufafa, Netizen: Tetap Proses Hukum!
- Adu Pendidikan Zeda Salim dan Irish Bella, Siap Gantikan Irish Jadi Istri Ammar Zoni?
Pilihan
-
Kenapa Erick Thohir Tunjuk Bos Lion Air jadi Dirut Garuda Indonesia?
-
Sah! BYD Kini Jadi Mobil Listrik Paling Laku di Indonesia, Kalahkan Wuling
-
Penyerangan Brutal di Muara Komam: Dua Korban Dibacok, Satu Tewas di Tempat
-
Kata Irfan Setiaputra Usai Dicopot Erick Thohir dari Dirut Garuda Indonesia
-
5 Rekomendasi HP Rp 6 Jutaan Spek Gahar, Terbaik November 2024
Terkini
-
Peringati Hari Pahlawan, The 101 Yogyakarta Tugu dan Museum Benteng Vredeburg Hadirkan Pameran Seni Peaceful Harmony
-
Hasil Temuan Tim Pencari Fakta UGM Soal Dugaan Plagiasi Atas Buku Sejarah Madiun yang Ditulis Sri Margana dkk
-
Cegah Tindakan Pelecehan Terhadap Anak, Ini Tips Sampaikan Pendidikan Seksual kepada Buah Hati
-
Pola Penyakit di Indonesia Alami Pergeseran, Pakar Sebut Gaya Hidup Jadi Pemicu
-
Gelar Simposium di UIN Sunan Kalijaga, Ini Sembilan Rekomendasi Gusdurian Soal Kebebasan Beragama di Indonesia