SuaraJogja.id - Seniman Butet Kartaredjasa akhirnya buka suara terkait peretasan telepon seluler (ponsel) miliknya pada 9 Desember 2023 lalu. Butet memastikan kasus peretasan tersebut merupakan bagian dari intimidasi yang dilakukan terhadapnya karena menyuarakan satire-satire bernada politik dalam pementasan atau sosial media (sosmed) miliknya.
"Saya jelas diintimidasi [dengan adanya peretasan ponsel]. Dalam pernyataan saya tidak pernah menyebut institusi apapun, tapi wa dilumpuhkan. Faktanya memang lumpuh, saya tidak bisa WA ataupun telepon. Keluarga tidak bisa telepon, tidak nyambung," papar Butet dalam diskusi 'Pemilu 2024 dan Netralitas Pemerintah' di Yogyakarta, Sabtu (16/12/2023).
Menurut Butet, intimidasi terhadapnya tak mendasar saat dirinya menggelar pentas tetater Indonesia Kita di Jakarta 1-2 Desember 2023 lalu. Sebagai seniman, sejak remaja dia tumbuh di ranah pergulatan pemikiran yang diartikulasikan dalam bahasa seni sebagi aktor, monolog dan pelukis. Banyak pesan dan pemikiran yang disampaikannya lewat karya-karyanya hingga saat ini.
Karenanya ketika dia diminta menandatangani surat pernyataan untuk tidak berbicara soal politik dalam pementasannya dalam pentas teater di Taman Ismail Marzuki, hal itu dipastikannya sebagai intimidasi. Pembungkaman itu terus berlanjut saat ponselnya diretas.
"Ketika saya harus menandatangani pernyataan berkomitmen tidak bicara politik, apalagi maknanya kalau bukan pembungkaman. Lalu makna intimidasi menurut aparat tidak dalam kategori intimidasi apa ? Kalau bukan intimidasi, dari fakta yang terjadi sudah menggambarkan proses yang abnormal dalam proses demokrasi," tandasnya.
Tak hanya intimidasi yang dirasakannya saat ini, Butet mengaku juga merasa sangat kecewa dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menjadi Jokower (pendukung jokowi) sejak Pemilu 2014, Butet merasa di-prank (dikibuli) Jokowi dengan membiarkan Mahkamah Konstitusi (MK) meloloskan puteranya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres pasca keputusan perubahan usia capres/cawapres yang dibuat iparnya, Anwar Usman saat menjadi Ketua MK.
Dirinya dan mungkin banyak orang, lanjut Butet terpesona dengan kinerja Jokowi selama sembilan tahun terakhir. Namun ternyata sosok yang selalu didukungnya sebagai role model pemimpin baik dari sipil justru mengkhianati demokrasi dengan keputusan MK tersebut.
"Saya menjadi Jokower asli sejak 2014. Mimpi wong cilik, bukan siapa siapa, bukan priyayi, lugu, representasi kekuatan sipil [terwujud saat Jokowi jadi presiden]. Dulu saya selalu cuek politik, tapi 2014 head to head [membela Jokowi] tidak untuk mencari yang terbaik tapi mencegah yang jahat naik. Tapi ternyata saya kena, terkibuli dan gagal mendapatkan role model pemimpin yang diperjuangkan pada 1998 agar tidak ada model [kepemimpinan] Pak Harto (presiden Soeharto)," kata dia.
Butet menambahkan, sejak Oktober 2023 lalu sebenarnya dia sudah berulangkali menyuarakan sentilan-sentilan politik. Hal itu dilakukannya agar para elite tidak melukai iklim demokrasi.
Baca Juga: Soal Dugaan Intimidasi Pentas Teater di TIM, Pengamat Politik UGM: Bentuk Kemunduran
Dia bahkan berharap sebelum keputusan MK digulirkan akan ada mujizat Jokowi menolak keputusan perubahan syarat usia presiden yang memuluskan jalan Gibran menuju RI 2. Namun ternyata harapannya tak terwujud karena keputusan tersebut tetap berjalan. Demokrasi yang diperjuangkan selama ini ternyata dipertaruhkan demi perkara keluarga.
"Karenanya gimana pemilu netral karena wasitnya saja sudah mengakali. Netralitas sudah gugur didepan. Ketika kita menghantarkan Jokowi jadi presiden maka itu dia harusnya melakukan amanat demokrasi, tapi ternyata di-prank, ndobos tapi kolektif. Bangsa ini dicederai," ungkapnya.
Sementara Dosen Fisipol UGM, Nyarwi Ahmad mengungkapkan, Indonesia seringkali lupa negara ini merupakan Negara Republik dan kedaulatan tertinggi di tangan rakyat. Namun kekuasaan dan wewenang presiden saat ini begitu kuat.
"Karakrter populis Jokowi tidak dijaga karena ada ruang-ruang kekuasan presiden yang luar biasa akhirnya digunakan. Kita juga lupa ada UU lembaga kepresidenan yang menbatasi kewenangan presiden tapi masih ada [aturan] abu-abu," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik