Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 04 November 2024 | 16:06 WIB
Universitas Gadjah Mada. [dok UGM]

SuaraJogja.id - Jagat maya belum lama ini digegerkan dengan curhatan sejarawan Peter Carey yang jadi korban plagiarisme.

Sejarawan yang kondang lewat sederet tulisannya mengenai Pangeran Diponegoro itu mengaku bahwa data penelitian yang dimilikinya mengenai pemberontakan bupati Wedana Madiun yakni Raden Ronggo Prawirodirjo telah dipakai tanpa seizinnya.

Curhatannya itu disampaikan lewat kolom komentar di unggahan Facebook dosen sejarah Universitas Padjajaran yang tengah membahas mengenai plagiarisme.

Dalam curhatannya, Peter Carey menyebut oknum yang melakukan plagiarisme itu merupakan dosen di universitas yang terletak di Jawa Tengah Selatan.

Baca Juga: Serius Respon Curhatan Sejarawan Peter Carey, Dekan FIB UGM Bentuk Tim Khusus Selidiki Dugaan Plagiarisme

Meski tak secara eksplisit menyebutkan identitas kampus tersebut, tetapi berdasar penelitian yang dimaksud, dugaan plagiarisme itu tertuju pada dosen UGM.

Menanggapi dugaan itu, pihak UGM merespon secara serius. Dekan FIB UGM Setiadi tengah membentuk tim khusus untuk mengkaji lebih lanjut.

"Oleh karena itu, Dekan FIB UGM membentuk tim untuk mendalami tuduhan itu dan hasilnya akan disampaikan dalam waktu secepatnya," tegasnya.

UGM diketahui bukan kali ini saja diterpa isu plagiarisme. Bak tumor, integritas UGM sempat tergerogoti isu plagiarisme beberapa kali. Dari catatan, setidaknya terdapat dua kasus besar terkait plagiarisme yang menerpa UGM.

Mundurnya Anggito Abimanyu

Baca Juga: Terjadi Praktik Plagiarisme Parah, Kampus STISIP Kartika Bangsa Ditutup

Kasus pertama yakni terkait dugaan plagiarisme yang menimpa Anggito Abimanyu.

Sosok yang baru saja ditunjuk sebagai Wakil Menteri Keuangan dalam kabinet Merah Putih bentukan Prabowo Subianto tersebut pernah tersandung kasus plagiarisme.

Kasus itu bermula dari artikel opini bertajuk Gagasan Asuransi Bencana yang ditulisnya di Harian Kompas 10 Februari 2014 silam.

Sejumlah referensi yang disuguhkan dalam tulisannya itu disebut plagiat.

Merespon hal itu, pria yang sempat menjadi dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM tersebut berkilah bahwa ada kekeliruan terkait referensi yang dituding plagiat.

"Telah terjadi pengutipan referensi dalam sebuah folder di komputer pribadi saya yang belakangan diketahui merupakan kertas kerja yang ditulis saudara Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan," ungkapnya seperti dilansir dari Antara.

Atas kesalahan itu, Anggito pun meminta maaf di hadapan para mahasiswa, rektor dan sejumlah dosen.

"Saya mengaku khilaf dan mohon maaf sebesar-besarnya khususnya kepada saudara Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan," ucapnya saat jumpa pers.

Di momen yang sama, Anggito kemudian mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan dosen sebagai bentuk tanggung jawab akademik.

"Demi mempertahankan kredibilitas UGM dan nilai kejujuran, integritas serta tanggung jawab akademik saya menyampaikan mundur sebagai dosen," pungkasnya.

Geger Plagiat Rektor Unnes

Pada 2020, UGM kembali terseret dalam pusaran plagiarisme.

Kali itu terduga yang dituding melakukan plagiarisme adalah Rektor Universitas Negeri Semarang atau Unnes Fathur Rokhman saat membuat disertasi untuk program S3 Ilmu Budaya di UGM.

Kasus dugaan plagiarisme itu mencuat pada 2018 ketika Unnes tengah menggelar pemilihan rektor.

Berdasar hasil kajian Dewan Kehormatan UGM atas disertasi Fathur Rokhman berjudul Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa Kajian Sosiolinguistik di Banyumas pada 2003, diduga telah menjiplak dua skripsi mahasiswa.

Skripsi tersebut antara lain Pilihan Ragam Bahasa Dalam Wacana Laras Agama Islam di Pondok Pesantren Islam Salafi Al-Falah Mangunsari Banyumas karya karya Ristin Setiyani pada 2001 dan Kode dan Alih Kode Dalam Pranatacara Pernikahan di Banyumas karya Nefi Yustiani pada 2001.

Belakangan setelah melalui berbagai proses dan polemik, Rektor UGM Panut Mulyono menyatakan bahwa tak ada bukti yang valid tentang tindakan plagiarisme dalam disertasi Fathur Rokhman.

"Kami menemukan bukti baru yang dilakukan oleh tim baru yang saya bentuk. Tim baru itu menemukan bahwa dugaan plagiasi itu tak terbukti," katanya pada Mei 2022 lalu.

"Dewan Kehormatan UGM punya rekomendasi adanya dugaan plagiat, tapi kemudian tim saya punya rekomendasi setelah melakukan penelitian mendalam melalui wawancara ke pembimbingnya dan lain-lain ini tak terbukti ada plagiasi," ujarnya.

Atas temuan tersebut, rekomendasi pencabutan gelar doktor Ilmu Budaya terhadap Fathur yang sebelumnya disampaikan Dewan Kehormatan UGM otomatis gugur.

"Karena tak terbukti ya sudah tak ada sanksi apa-apa yang dikeluarkan UGM untuk beliau karena tak terbukti," tukasnya.

Load More