Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Sabtu, 28 Desember 2024 | 16:24 WIB
Sebuah truk menurunkan sampah di salah satu lahan milik warga yang membuka jasa penerima sampah yang diduga kiriman dari Kota Jogja di Padukuhan Sumbertetes, Kalurahan Patuk, Kapanewon Patuk. [Kontributor Suarajogja.id/Julianto]

SuaraJogja.id - Fenomena sampah dari Kota Jogja yang dibuang ke wilayah Gunungkidul kembali menuai protes. Setelah sebelumnya terjadi di Kapanewon Saptosari, Tanjungsari, dan Playen, kini warga Padukuhan Sumbertetes, Kalurahan Patuk, Kapanewon Patuk, merasa resah dengan adanya tumpukan sampah di pekarangan warga.

Tumpukan sampah tersebut berada di lahan milik salah satu warga RT 24 bernama Ribut. Menurut keterangan warga setempat, sampah-sampah ini diduga berasal dari hotel-hotel di Kota Jogja yang dibawa menggunakan truk setiap malam. Aktivitas ini berlangsung hampir setiap hari selama lebih dari setahun, sejak penutupan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan.

"Sudah lama ini terjadi, mungkin sekitar setahun. Baunya sangat menyengat, apalagi kalau musim hujan begini, banyak lalat juga," kata salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (28/12/2024).

Warga menyebutkan, sampah-sampah tersebut dipilah di lokasi. Sampah organik, seperti sisa makanan, dijual ke peternak babi, sedangkan sampah anorganik dibakar secara manual. Asap dari pembakaran sampah plastik kerap menimbulkan bau menyengat dan polusi udara yang mengganggu kenyamanan warga.

Baca Juga: Bukan Cuma Sampah Wisatawan, Sungai Bawa Berton-ton Sampah ke Parangtritis

"Pembakarannya itu terus-terusan, asapnya nggak hilang-hilang," tambahnya.

Tudingan Aktivitas Ilegal

Warga menduga aktivitas ini ilegal karena sampah diangkut pada malam hari, seolah menghindari perhatian aparat. Selain itu, warga setempat mengaku tidak pernah dimintai izin terkait pengelolaan sampah ini.

Salah seorang sumber Suarajogja.id, membenarkan bahwa aktivitas penampungan sampah ini belum mengantongi izin resmi dari pemerintah maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Ia juga telah memberikan peringatan kepada pemilik lahan sebanyak tiga kali, namun tidak ada perubahan.

"Sudah saya peringatkan, tapi malah sempat ada sikap arogan dari yang bersangkutan. Katanya, kalau ingin pengelolaan sampah lebih baik, Dusun harus menyediakan peralatannya," ujarnya.

Baca Juga: Kasus Hewan Ternak di Gunungkidul Mati Diduga Terpapar PMK Melonjak, Peternak Rugi hingga Rp16 Juta

Warga Mendesak Tindakan Tegas

Protes dari warga semakin memanas, bahkan sempat ada warga yang melempari atap rumah pemilik lahan sebagai bentuk kekecewaan. Hingga kini, warga masih menunggu tindakan tegas dari DLH atau instansi terkait.

"Kami tidak mempermasalahkan orang punya usaha, tapi kalau bisa yang tidak mencemari lingkungan," ungkap salah seorang warga.

Warga berharap pemerintah segera turun tangan untuk menghentikan aktivitas ini dan mengembalikan ketenangan lingkungan mereka. Apalagi, pencemaran yang ditimbulkan tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga berpotensi berdampak buruk pada kesehatan masyarakat sekitar.

Kontributor : Julianto

Load More