SuaraJogja.id - Industri ekspor Indonesia saat ini menghadapi tekanan berat akibat gejolak ekonomi global, terutama kebijakan tarif dari Amerika Serikat.
Jawa Barat, sebagai pusat manufaktur dan ekspor nasional, menjadi wilayah yang paling terdampak oleh kondisi ini.
Para ekonom, pelaku industri, dan pengambil kebijakan nasional menyoroti berbagai ancaman sekaligus peluang yang muncul dari kondisi tersebut. Mereka mendorong perlunya solusi konkret dari level daerah hingga nasional untuk menyelamatkan industri ekspor Indonesia.
Topik ini menjadi pembahasan utama dalam diskusi publik bertajuk "Gempuran Tarif AS: Ekonomi Indonesia di Ujung Tanduk? Dialog Kritis Mencari Solusi" yang digelar oleh Suara.com bersama CORE Indonesia, Selasa 20 Mei 2025 di El Hotel Bandung.
Pemimpin Redaksi Suara.com, Suwarjono, menyatakan bahwa tekanan terhadap ekonomi Indonesia sudah terasa sejak awal tahun 2025.
"Bandung dipilih sebagai lokasi diskusi karena merupakan salah satu pusat ekspor nasional, khususnya untuk produk tekstil, alas kaki, hingga furnitur, yang kini tengah tertekan," ungkap Suwarjono.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Jawa Barat ke Amerika Serikat pada Januari 2025 tercatat mencapai USD 499,53 juta atau sekitar 16,62 persen dari total ekspor nonmigas provinsi tersebut.
Sementara itu, ekspor dari Bandung ke AS pada Maret 2025 tercatat sebesar USD 7,7 juta.
Namun, penurunan permintaan dan persaingan dari produk impor menyebabkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Bandung.
Baca Juga: Gojek Inisiasi School Creative Hub: Gandeng 40 Ribu Pelajar untuk Majukan Pariwisata Lokal
Kebijakan tarif baru dari AS dikhawatirkan akan memperburuk keadaan, ditambah dengan meningkatnya arus masuk barang impor yang semakin membebani industri lokal.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, Ph.D., menyatakan bahwa perang dagang antara AS dan Tiongkok turut memberikan dampak signifikan terhadap ekspor Indonesia.
Ekspor Tiongkok ke AS turun hingga 10,5 persen pada 2025, sementara ekspor ke negara-negara ASEAN meningkat 19,1 persen.
Faisal juga mengungkapkan potensi impor ilegal dari Tiongkok yang mencapai USD 4,1 miliar, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 65,4 triliun.
Kondisi ini diperparah dengan melemahnya nilai tukar Rupiah dan perlambatan ekonomi global.
Profesor Rina Indiastuti dari Universitas Padjadjaran menyoroti bahwa industri di Jawa Barat terutama sektor tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki telah mengalami tekanan besar, hingga menyebabkan beberapa perusahaan gulung tikar dan melakukan PHK massal.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link Video Syur Andini Permata Bareng Bocil Masih Diburu, Benarkah Adik Kandung?
- Pemain Keturunan Rp260,7 Miliar Bawa Kabar Baik Setelah Mauro Zijlstra Proses Naturalisasi
- 41 Kode Redeem FF Terbaru 10 Juli: Ada Skin MP40, Diamond, dan Bundle Keren
- Eks Petinggi AFF Ramal Timnas Indonesia: Suatu Hari Tidak Ada Pemain Keturunan yang Mau Datang
- 4 Rekomendasi Sepatu Running Adidas Rp500 Ribuan, Favorit Pelari Pemula
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Prediksi Oxford United vs Port FC: Adu Performa Ciamik di Final Ideal Piala Presiden 2025
-
Ole Romeny Kena Tekel Paling Horor Sepanjang Kariernya, Pelatih Oxford United: Terlambat...
-
Amran Sebut Produsen Beras Oplosan Buat Daya Beli Masyarakat Lemah
-
Mentan Bongkar Borok Produsen Beras Oplosan! Wilmar, Food Station, Japfa Hingga Alfamidi Terseret?
Terkini
-
UMKM Kota Batu Tangguh dan Inovatif Berkat Dukungan Klasterkuhidupku BRI
-
443 Juta Transaksi: Bukti Peran Strategis AgenBRILink untuk BRI
-
Jebakan Maut di Flyover, Pengendara Motor Jadi Korban Senar Layangan! Polisi: Ini Ancaman Berbahaya
-
Gula Diabetasol, Gula Rendah Kalori
-
Angka Kecelakaan di Jogja Turun, Polisi Bongkar 'Dosa' Utama Pengendara yang Bikin Celaka