SuaraJogja.id - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi isu yang tak bisa disepelekan.
Pasalnya ada belasan ribu kasus tercatat di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pun menunjukkan bahwa terdapat 11.266 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 16.106 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia pada 2022.
Sebelumnya, hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apapun di sepanjang hidupnya.
Melalui kacamata psikolog klinis, Indria Laksmi Gamayanti, mengatakan kasus predator seksual anak mengindikasikan kerentanan ganda pada remaja.
Baik secara psikologis, sosial, maupun biologis.
Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM ini menjelaskan bahwa pada usia pra remaja hingga remaja, anak-anak sedang dalam masa pencarian identitas dan membutuhkan pengakuan serta perhatian.
"Ketika hal ini tidak terpenuhi dari lingkungan terdekat, mereka menjadi lebih mudah tergoda oleh bujuk rayu dan pujian dari lawan jenis," kata Laksmi dalam keterangannya, dikutip Senin (26/5/2025).
Diatambahkan Laksmi, kurangnya pemahaman anak terhadap risiko dunia digital menjadi celah besar bagi pelaku untuk memanipulasi korban.
Baca Juga: Rumah Ditinggal Liburan, Perempuan Ini Gasak Harta Tetangga, Isi Dompet Korban Ludes
Terlebih anak-anak belum memahami batasan privasi dan potensi ancaman yang ada.
Serta sikap yang tepat ketika berhadapan pada konten seksual maupun ajakan mencurigakan dari siapa pun.
Di sini pentingnya peran orang tua dan pendidik dalam mengawasi dan memberikan pemahaman kepada anak-anak.
Mereka diharapkan mampu mendeteksi tanda-tanda awal anak menjadi korban kekerasan seksual, meski tidak selalu tampak jelas.
Ia menyebutkan, beberapa tanda yang bisa diwaspadai antara lain perubahan perilaku yang mencolok, penurunan prestasi akademik, mimpi buruk hingga mengigau.
Tak hanya itu, ketakutan berlebih terhadap sentuhan fisik atau menarik diri dari lingkungan sosial juga bisa menjadi tanda si anak adalah korban kekerasan tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link Video Syur Andini Permata Bareng Bocil Masih Diburu, Benarkah Adik Kandung?
- Pemain Keturunan Rp260,7 Miliar Bawa Kabar Baik Setelah Mauro Zijlstra Proses Naturalisasi
- 41 Kode Redeem FF Terbaru 10 Juli: Ada Skin MP40, Diamond, dan Bundle Keren
- Eks Petinggi AFF Ramal Timnas Indonesia: Suatu Hari Tidak Ada Pemain Keturunan yang Mau Datang
- 4 Rekomendasi Sepatu Running Adidas Rp500 Ribuan, Favorit Pelari Pemula
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Prediksi Oxford United vs Port FC: Adu Performa Ciamik di Final Ideal Piala Presiden 2025
-
Ole Romeny Kena Tekel Paling Horor Sepanjang Kariernya, Pelatih Oxford United: Terlambat...
-
Amran Sebut Produsen Beras Oplosan Buat Daya Beli Masyarakat Lemah
-
Mentan Bongkar Borok Produsen Beras Oplosan! Wilmar, Food Station, Japfa Hingga Alfamidi Terseret?
Terkini
-
UMKM Kota Batu Tangguh dan Inovatif Berkat Dukungan Klasterkuhidupku BRI
-
443 Juta Transaksi: Bukti Peran Strategis AgenBRILink untuk BRI
-
Jebakan Maut di Flyover, Pengendara Motor Jadi Korban Senar Layangan! Polisi: Ini Ancaman Berbahaya
-
Gula Diabetasol, Gula Rendah Kalori
-
Angka Kecelakaan di Jogja Turun, Polisi Bongkar 'Dosa' Utama Pengendara yang Bikin Celaka