SuaraJogja.id - Suasana nyaman di kafe atau restoran seringkali dibangun dari alunan musik yang menemani pengunjung.
Banyak pemilik usaha mengandalkan platform streaming seperti YouTube atau Spotify dengan akun premium, beranggapan bahwa langganan bulanan sudah menyelesaikan urusan hak cipta.
Namun, asumsi ini keliru dan berpotensi melanggar hukum.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menegaskan kembali bahwa lisensi dari platform streaming tersebut bersifat personal, bukan untuk penggunaan komersial.
Artinya, memutar musik di ruang publik yang bertujuan mendatangkan keuntungan ekonomi, seperti kafe, tetap diwajibkan membayar royalti.
"Seringkali kita mendengar musik diputar di kafe, restoran, radio, bahkan di YouTube. Namun masih banyak masyarakat yang belum paham, bahwa penggunaan karya musik di ruang publik wajib menghormati hak-hak ekonomi pencipta, salah satunya dengan membayar royalti," kata Kepala Kanwil Kemenkum DIY Agung Rektono Seto dalam keterangannya di Yogyakarta, Rabu (16/7/2025).
Kewajiban ini tercantum jelas dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Penggunaan karya cipta secara komersial harus mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, yang diwujudkan melalui pembayaran royalti yang dikelola oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Agung menuturkan royalti merupakan bentuk penghargaan sah secara hukum atas karya para pencipta lagu, penyanyi, musisi, hingga produser rekaman.
Baca Juga: Oktober Seru! 6 Acara Menarik di Jogja, Ada Festival Layangan hingga Konser Musik
"Royalti ini adalah hak finansial yang diperoleh para pencipta atau pemegang hak terkait saat karya mereka digunakan secara komersial," ujar Agung.
Masalahnya, belum semua pelaku usaha bersedia membayar royalti dengan dalih sudah memiliki akun premium.
Padahal, syarat dan ketentuan platform seperti YouTube Premium secara eksplisit menyatakan layanan tersebut hanya untuk penggunaan pribadi dan non-komersial.
Penggunaan di tempat usaha untuk menarik pelanggan jelas masuk dalam kategori komersial.
Royalti ini pun tidak hanya mengalir ke satu pihak. Ada ekosistem kompleks di baliknya yang berhak menerima manfaat ekonomi.
"Penerima royalti itu bisa banyak pihak tergantung dari kontribusi mereka dan jenis hak yang dimiliki sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati," kata Agung.
Pihak-pihak tersebut mencakup komposer, penulis lirik, penyanyi, musisi, hingga label rekaman.
Sistem royalti yang berjalan adil pada akhirnya akan menjaga keberlangsungan industri musik Indonesia.
"Dengan adanya sistem royalti yang adil, seluruh pihak yang berkontribusi dalam proses penciptaan karya musik mendapatkan apresiasi yang layak," tutur dia.
Melalui kampanye edukasi, Kemenkum DIY terus berupaya membangun kesadaran publik agar lebih menghargai karya intelektual.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sahroni Ditemukan Tewas, Dikubur Bersama 4 Anggota Keluarganya di Halaman Belakang Rumah
- Hanya Main 8 Menit di Utrecht, Miliano Jonathans Batal Ambil Sumpah WNI
- Jam Tangan Rp11,7 M Ahmad Sahroni Dikembalikan, Ibu Penjarah: Saya Juga Bingung Cara Pakainya
- Netizen Berbalik Kasihan ke Uya Kuya, Video Joget Kegirangan Gaji Rp 3 Juta Sehari Ternyata Editan
- Pastikan Gelar Demo 2 September 2025, BEM SI Bawa 11 Tunturan 'Indonesia Cemas', Ini Isinya
Pilihan
-
Sejarah Gaji DPR RI: Dari Terikat Presensi Kehadiran Hingga Tunjangan Ratusan Juta
-
PANI Siapkan Rp16,1 Triliun Borong 44,1 Persen Saham CBDK
-
Rujuk Demi Negara? Kronologi Lengkap Drama Arhan Zize yang Selalu Muncul Pas Lagi Ada Isu Panas
-
Warga Malaysia Ikut Demo, Upin Ipin Sampai Bikin Postingan Khusus Buat Indonesia!
-
Pengeluaran Ongkos Transportasi Warga Bekasi dan Depok Paling Mahal di Dunia
Terkini
-
Uya Kuya Cs Dinonaktifkan, Rakyat Cuma Dibohongi? Pakar Sebut Akar Masalah Lebih Dalam
-
Saksi Mata Ungkap Detik-Detik Pos Polisi Monjali Terbakar: Lihat Motor Vario Kabur
-
Setelah Monjali, Giliran Pos Polisi Pingit Dilempari Bom Molotov, Apa Motif Pelaku?
-
Geger! Sejumlah Pos Polisi di Sleman Jadi Sasaran Perusakan hingga Terbakar
-
Yogyakarta Jadi Tujuan Pengungsian? Kota Lain Rusuh, Hotel di Jogja Malah Penuh