Budi Arista Romadhoni | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 10 Desember 2025 | 15:35 WIB
Seorang warga pengguna biogas, Joko Pitoyo (68) di Desa Dukuh RT 03, RW 21 Pandowoharjo, Sleman, Sleman, Rabu (10/12/2025). [Suara.com/Hiskia]
Baca 10 detik
  • Joko Pitoyo, warga Sleman, telah memanfaatkan biogas sebagai energi utama rumah tangga selama satu dekade terakhir.
  • Ia membangun reaktor biogas kapasitas 3 m³ setelah proyek awal bantuan Pertamina gagal berfungsi dan mendapat tawaran koperasi.
  • Penggunaan biogas memberikan efisiensi biaya, mengurangi kekhawatiran akan kenaikan harga LPG, dan residunya bermanfaat sebagai kompos.

Selain efisien, ia menilai biogas cukup aman untuk digunakan sehari-hari. Mengingat jenis gas metana yang dihasilkan termasuk kategori low gas. 

"Jadi tidak terlalu berbahaya, belum terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan," imbuhnya.

Selama menggunakan biogas, Joko hanya menghadapi kendala soal residu yang menumpuk dan mengurangi volume kubah. Ia menyebut kerak itu perlu dihancurkan agar kapasitas gas tetap optimal. 

Namun, kata Joko, berbagai proses biogas itu pun masih bermanfaat. Mulai dari residu cair digunakan untuk tanaman, sementara residu pekat dijadikan kompos dan dapat dijual.

Ia mengingat pembangunan awal reaktor berkapasitas 3 meter kubik itu menelan biaya sekitar Rp12 juta, sudah termasuk kompor khusus biogas dan selang serta peralatan lain yang diperlukan. 

Namun bagi Joko, investasi itu terbayar oleh penghematan yang ia rasakan selama 10 tahun terakhir. 

"Menghemat sih jelas," tambahnya.

Dengan stok kotoran sapi yang masih cukup dan pemakaian gas yang stabil, Joko mengaku tak khawatir soal pasokan energi rumah tangganya dalam waktu lama. 

Baca Juga: PORTA by Ambarrukmo Sajikan Kehangatan Natal dan Tahun Baru Bertemakan "Starry Christmas"

Load More