Alami Radang Paru-paru, Bayi di Bantul Malah Ditolak Layanan BPJS

Yogi yang akan menggunakan layanan BPJS kesehatan untuk perawatan anaknya ditolak.

Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 26 Februari 2020 | 07:15 WIB
Alami Radang Paru-paru, Bayi di Bantul Malah Ditolak Layanan BPJS
Bayi di Bantul ini didiagnosa alami sakit radang paru-paru. Orangtua bayi gagal menggunakan layanan BPJS untuk pengobatan karena ditolak, Selasa (25/2/2020). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Kondisi bayi di RSU Griya Mahardhika yang berasal dari Pajangan, Bantul bisa dibilang miris. Pasalnya bayi berjenis kelamin perempuan ini didiagnosa mengalami radang paru-paru ringan dan harus mendapat penanganan cepat. Tetapi, BPJS sang bayi yang sudah didaftarkan oleh orang tua bayi tak bisa digunakan.

Camilla Hanania Putri Fardana, bayi mungil dari pasangan Yogi Fardana dan Indah Puspita ini harus masuk ke ruang khusus setelah kelahirannya pada 19 Februari lalu. Lahir dengan cara normal, Camilla mengalami distres nafas atau nafas cepat hingga dibutuhkan bantuan pernapasan dengan oksigen selama enam hari perawatan.

"Lahirnya pukul 13.03 WIB (Camilla), saat lahir ketuban yang keluar berwarna hijau. Saya tidak tahu persis karena apa, namun kata dokter bisa jadi karena istri panik. Nah setelah bersalin anak saya tidak menangis seperti bayi pada umumnya," terang ayah Camilla, Yogi Fardana ditemui di RSU Griya Mahardhika, Selasa (25/2/2020) malam.

Yogi melanjutkan, anaknya yang tak kunjung menangis membuat suster serta dokter berupaya membuat Camilla aktif. Namun karena tak ada respon, bayi tersebut dilarikan ke ruangan khusus (baby room) untuk diberi pertolongan nafas.

Baca Juga:Puncak Sosok: Cara Lain Menikmati Malam Sambil Kulineran di Bantul

"Lima menit setelah lahir suster berupaya membuat Camilla menangis, memang sempat menangis kencang tapi hanya sebentar. Karena kondisinya memperihatinkan, petugas RS langsung memberi pertolongan nafas. Saat itu nafasnya tidak stabil dia juga mengalami distres nafas (nafas kencang). Setelah didalami lebih lanjut Camilla mengalami radang paru-paru ringan. Sehingga nafasnya sangat cepat dan membahayakan nyawa. Pertolongan oksigen dan pemasangan venflon juga harus dilakukan," katanya.

Beban keluarga kecil ini tak berhenti di sana. Yogi yang akan menggunakan layanan BPJS kesehatan untuk perawatan anaknya ditolak. Pasalnya, kata Yogi, distres nafas yang dialami Camilla tidak masuk dalam daftar sakit yang bisa dicover BPJS.

"Saya sudah menanyakan beberapa kali kepada pihak BPJS center (RSU Griya Mahardhika) apakah bisa menggunakan BPJS. Namun mereka bilang tidak bisa karena kecepatan nafas anak saya hanya di bawah 65++/menit. Saat lahir Camilla mengalami distres nafas hingga 60++/menit," katanya.

Keadaan yang panik membuat Yogi mengambil tindakan cepat. Pihaknya mengambil keputusan untuk menggunakan layanan umum dengan membuat pernyataan bermaterai bahwa administrasi perawatan dan biaya anaknya ditanggung sendiri.

"Hal itu juga terpaksa saya lakukan karena melihat kondisi Camilla, artinya dia bisa segera ditolong dengan cepat dulu. Namun setelah saya menanyakan kembali ke BPJS pusat, sebenarnya layanan untuk bayi yang baru lahir dan mengalami distres nafas bisa dicover BPJS. Saya kecewa dengan layanan yang diberikan karena masalah tersebut," keluhnya.

Baca Juga:Begini Canggihnya Kapal Sonar BPBD Bantul yang Bantu Cari Siswa Hanyut

Yogi menyayangkan pihak BPJS Center di RSU Griya Mahardhika terburu-buru menolak permintaannya. Seharusnya mereka lebih dahulu memberi arahan bagaimana seharusnya BPJS ini bisa digunakan.

"Sebenarnya kan bisa dikoordinasikan dahulu jika memang tidak tahu. Pertama saya menanyakan ke BPJS di rumah sakit, mereka bilang tidak bisa digunakan. Tapi saat bertanya ke pusat, layanan BPJS untuk anak saya bisa digunakan, jadi yang salah siapa," ungkap Yogi sedikit kesal.

Pihaknya menjelaskan, enam hari Camilla dirawat di RS Griya Mahardhika, Bantul sudah menghabiskan biaya sebesar Rp2,7 juta. Yogi yang kesehariannya hanya sebagai driver ojek online dan berjualan barang online kebingungan untuk membayar biaya tambahan.

"Enam hari sudah Rp2,7 juta, belum perawatan lainnya karena Camilla harus mengganti tabung oksigen dan dipasangi vanflon. Artinya biayanya akan semakin tinggi," kata Yogi.

Kendati demikian, Yogi mengungkapkan sakit anak pertamanya itu bisa disembuhkan. Namun pihak dokter tak memastikan kapan anaknya membaik hingga diperkenankan pulang.

"Kata dokter bisa sembuh dengan cara pemberian oksigen dan obat (radang paru) melalui venflon. Jadi yang biayanya mahal itu oksigennya. Saya juga tidak diberitahu kapan kondisi anak saya pulih," kata dia.

Diwawancari terpisah, petugas BPJS Center RSU Griya Mahardika yang tak ingin disebutkan namanya mengungkapkan layanan BPJS untuk bayi yang baru lahir bisa digunakan jika orang tua sudah terdaftar. Namun hal itu hanya saat persalinan.

"Saat persalinan ibu dan bayi, BPJS bisa digunakan. Namun ketika bayi mengalami masalah seperti nafas kencang atau hal lain, bisa tidaknya menggunakan layanan BPJS itu tergantung dari dokter yang merawat," katanya.

SuaraJogja.id pun berusaha meminta konfirmasi dari pihak RS, namun hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban apapun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini