SuaraJogja.id - Siapa yang tidak mengenal Bu Tejo. Salah satu karakter dalam Film “Tilik” ini kini sedang menjadi sorotan banyak mata. Belakangan, publik tak berhenti membahas sosoknya.
Di balik keberhasilan tokoh Bu Tejo, terdapat seorang perempuan yang bekerja keras membangun karakternya. Siti Fauziah namanya. “Ozie”, begitu ia kerap disapa.
Mbak Ozie adalah pemeran tokoh Bu Tejo dalam Film “Tilik”. Totalitasnya dalam berakting dipuji publik. Dinilai totalitas, unik dan menggelitik.
Ibu satu anak ini lahir di Blitar, 19 Desember 1988 silam. Saat remaja ia sempat tinggal di asrama, begitu ungkapnya. Lika-liku kehidupan telah dilaluinya. Tidak mudah memang, tapi ketekunan dan kedisiplinan membawanya sampai pada titik sekarang.
Baca Juga:EKSKLUSIF: 'Tilik Bu Tejo' (Part 2): Cerita Ozi Kehilangan Orang Tersayang
Karir mbak Ozie dalam dunia seni peran tidak lagi diragukan. Kiprahnya luar biasa, bermula dari pentas teater dari panggung ke panggung, mendapat beasiswa Actor Studio dari Teater Garasi, hingga mendapatkan peran untuk membintangi sejumlah tokoh dalam bidang perfilman.
Mbak Ozie, sosok yang supel dan ramah ini sudah bersedia untuk diwawancarai oleh Tim SuaraJogja. Saat ditemui langsung di Kedai Kebun Prawirotaman Yogyakarta pada Sabtu (22/8/2020), ia banyak bercerita.
Selama kurang lebih satu jam Tim SuaraJogja mengulik kisah hidupnya. Dari mulai keterlibatannya dalam film “Tilik”, sampai tentang kehidupan pribadinya. Mbak Ozie dengan senang hati menanggapinya.
Berikut wawacara ekslusif SuaraJogja dengan Siti Fauziah atau Ozie pemeran Bu Tejo yang sedang viral ini.
SuaraJogja: Hari ini kita akan mengetahui atau mengulik lebih dalam tentang Mbak Ozie. Siapa sih Mbak Ozie sebenarnya? Terus habis itu gimana latar kehidupan dia? Nah, mbak Ozie ini kan lagi viral mbak sekarang.
Baca Juga:Sukses Perankan Bu Tejo, Siti Fauziah Berharap Dilirik Joko Anwar
Ozie: Aduh malu.
Jadi trending topic lho mbak. Sebelumnya mbak Ozie pernah gak sih meranin tokoh kayak Bu Tejo?
Sebelumnya tuh pernah meranin tokoh kayak Bu Tejo, beberapa. Em karakter yang diperankan itu punya apa ya layer yang sama dengan Bu Tejo. Jadi perempuan, pakai kaos gitu, agak apa ya, tanpa tendeng aling-aling le ngomong ki (ceplas ceplos atau spontan--red).
Awal keterlibatan Mbak Ozie sendiri dalam film Tilik bagaimana?
Seperti biasa, teman-teman dari produksi menghubungi saya untuk menawarkan naskah. Maka kemudian saya pelajari, saya mengiyakan, saya tertarik, terus kami berproses, latihan, take, dan proses selanjutnya untuk jadi film. Ya sudah.
Itu berapa lama mbak kira-kira waktu keseluruhan dari mulai latihan sampai selesai?
3 Minggu.
Cepet banget mbak. Soalnya itu juga dapat apresiasi kan mbak sekarang. Banyak orang memuji acting dari Mbak Ozie karena memerankan Bu Tejo yang dibilang totalitas banget gitu, sampai disorot oleh banyak orang. Warganet ramai di media sosial. Ada treatment khusus gak ketika Mbak Ozie memerankan Bu Tejo? Referensinya dari mana, harus mencontoh siapa misalnya.
Jadi kalau setiap saya ketemu naskah selalu saya petani (memetakan naskah--red), selalu saya pelajari latar belakangnya kayak gimana, ini tentang apa, terus kemudian per tokoh dipetani lagi gitu. Nanti si tokoh berhubungan dengan siapa. Hubungan dengan tokoh lainnya nanti kayak gimana. Terus setelah ketemu itu, tak bangun latar belakangnya si tokoh ini. Secara sosiologis dan psikologisnya bagaimana. Setelah ketemu itu semuanya coba dibayangkan ini orang bentuknya kayak gimana.
Karena kebetulan itu perannya ibu-ibu dan aku juga seorang ibu, aku punya kegiatan yang pasti sama, tiap pagi ke pasar, terus ada grup arisan juga. Terus ada tukang sayur keliling juga belanjanya bareng gitu. Nah itu jadi tabunganku kemudian membangun. Begitu ketemu ini oh kayaknya bisa pakai ibu yang itu tuh soalnya ngototnya sama. Itu bayanganku. Tak paparkan ke sutradara. Sutradara oke. Yasudah dijalankan.
Kalau kesulitan yang dialami selama shooting film gimana mbak?
Kesulitannya hampir gak ada sih karena udah biasa hidup susah gitu. Jadi itu kan bareng-bareng ya di truk, jalan lama gitu berdiri lama, sepanjang perjalanan dari Imogiri ke Bantul. Itu aku ngerasanya relaks sih karena mungkin aku lebih concern sama naskahnya gitu lho. Lebih membangun peristiwanya supaya jadi. Tadi katanya natural, ya saya anggap memang ini diri saya. Padahal aslinya saya gak gitu.
Itu katanya ada improvisasi ya?
Iya ada ceklopannya (improvisasi--red).
Kok bisa kepikiran gitu mbak?
Nah itu. Kalau ada orang yang nanya “sama gak sih antara Bu Tejo dengan Bu Ozie” gitu kan. Em, ada samanya. Wong e ki senengane spontanitas gitu (orangnya tuh suka spontanitas). Gak tahan buat nimpali omongan gitu lho. Nah itu dikontrol sama sutradara. Nah aku punya tawaran improvisasi nih, sedangkan si Agung (sutradara film Tilik) terbuka dengan situasi begitu. Jadi begitu tak improve selama masih dalam konteks dan belum terlalu jauh dari naskahnya dia gak masalah.
Tapi malah itu lho mbak yang jadi sorotan.
Nah itu saya juga heran. Tapi percaya gak percaya setiap saya lihat filmnya lagi itu tuh aku ya ngguyu dewe (tertawa sendiri). Kayak males duh kalau ketemu ibu-ibu kayak gini.
Tapi ada gak sih mbak temannya Mbak Ozie yang kayak bu Tejo ini?
Mesti ada.
Gimana mbak cara menanggapinya?
Kalau aku ketemu orang kayak gitu biasanya nek jawane di gong i. Di iya-iyain wae. Jadi kalau begitu cerita “iya kan iya kan” ya langsung “o ya ya” gitu aja.
Mbak ini film udah viral, yang nonton udah lebih dari 5 juta. Followersnya mbak Ozie juga udah naik drastis. Sekarang jadi berapa mbak?
Dari 400 sekarang terakhir kayaknya 14.000.
Mantab banget mbak. Terus itu pernah ada gak mbak netizen yang saking gregetnya sama Bu Tejo terus komen di instagram yang sampai bikin sakit hati.
Sejauh ini kalau gojekannya masih di konteks yang wajar aku gak papa sih. Katanya orang gemes banget sampai pengen napuki Bu Tejo. La Bu Tejo salah apa gitu kan. Bu Tejo ya Bu Tejo aja, saya ya saya. Aku gak pernah baper sih kecuali kemarin ada sih yang bikin gojekan gitu keluar konteks. Jadi foto keluargaku dibuat gojekan gitu lho, dicapture terus diunggah ke Twitter. Tapi setelah kami tegur ya sudah selesai masalahnya.
Kalau suami dan anak gimana responnya mbak?
Kalau bojoku ngeliatnya… dia kebetulan penggemar saya dulu. Sejak saya di panggung itu. Soalnya dulu aku malah teateran mas. Awalnya semua dari situ bahkan untuk peran yang pernah tak lakoni (perankan) di film gitu dia sudah lihat. Yo reviewnya ngomong seperti biasa ya aku ki ratau pengen setengah-setengah (gak pernah mau setengah-setengah). Totalitas aja karena apapun yang dilakukan dari hati akan sampai ke hati juga.
Kan ada stereotype kok malah film ini menunjukkan kalau ibu-ibu itu suka julid. Itu ada warganet bilang kayak gitu. Sebagai pemeran Bu Tejo, bagaimana tanggapannya?
Sebetulnya Bu Tejo itu ada di diri kita semua. Sifat dasar manusia ki mesti ngono (pasti gitu). Bukan iri ya tapi seperti nek aku membahasakannya ki luwih (lebih) bertanya-tanya terhadap hal-hal baru yang tidak biasa dia lihat sebelumnya gitu misal “ni anak muda kayaknya gak pernah kerja yak ok tiba-tiba beli Iphone 11 ya kan harganya mahal gitu punya barang yang kalau orang kerja butuh berapa bulan tapi dia bisa cepet gitu”.
Kesannya jadi julid karena dia menggiring opini untuk sampai pada sepertinya ini orang kerjaannya gak bener gitu. Tapi sebenarnya juga siapa yang diajak ngobrol kan tergantung pada diri masing-masing kan, mau diaminin atau enggak.
Kebetulan kalau ada yang bilang bedanya Bu Tejo sama Bu Ozie bagaimana… Nek aku ketemu sama situasi kayak gitu jenis e nek aku tabayun. Cek, konfirmasi apakah demikian adanya. Jadi kalau ada gosip bisa langsung ditanyakan tenan (beneran) apa enggak. Kalau ternyata engga yaudah.
Aku punya pertanyaan agak receh sih mbak soal truk. Itu naik truk beneran mbak?
Bener, iya masak naik helikopter.
Gimana rasanya naik truk?
Naik truk tu sebenarnya ya kalau naik mobil malah lebih mabukan. Jadi kalau naik truk tu jadi kayak naik jet coaster gitu lho. Adem-adem pie gitu (sejuk-sejuk gimana gitu). Ya senang-senang aja. Semriwing (sepoi-sepoi--red), gak pengap udaranya. Kebetulan aku gak senang AC-nan. Kok ya pas itu ketemunya ijo-ijo, daun-daun jadi agak seger di pikiran, dan ibuknya juga kebetulan manis sekali.
Itu ibu-ibunya dari mana sih mbak?
Asli sana semua. Jadi tim produksi itu sebenarnya riset dan observasinya sudah cukup lama. Terus dia bilang gimana kalau kita ngajakin aja ibu-ibu ini main. Kebetulan mereka dengan sukarela mau. Tentu saja ada satu dan lain hal misal grogi, baru ketemu kamera pertama kali. Itu aku agak momong sama ibu-ibunya. Jadi kayak:
“aku degdegan e mbak ketemu kamera”.
“ibu santai wae. Ini kayak Tilik biasanya aja karena mereka ya biasa to.
Viralnya film ini bikin orang-orang nungguin nanti ada “Tilik” 2,3,4,5 dst.
Semoga aja ada, tapi untuk lebih jelasnya Tanya saja produsernya.
Kalau Mbak Ozie sendiri ada next project gak?
Yang lagi dikerjain tu sekarang sepertinya… bukan sepertinya sih memang udah rembugan sebelum viral mau mengerjakan film panjang November shooting. Sekarang lagi persiapan.
Bagaimana masa kecil dari Mbak Ozie? Tomboy atau kayak gimana?
Waktu kecil itu aku anaknya yang jenis ngeyelan tapi dengan cara diem. Jadi kalau gak mau melakukan sesuatu itu bukan yang marah, tapi diem. Lebih tepatnya ngambekan kali ya. Hoo, mutungan dan itu ngeselin banget.
Almarhum bapak kebetulan tidak suka dengan sifat saya. Biasanya kalau saya ngambek gitu sama bapak ditinggal pergi terus saya semakin bingung kok aku ditinggal lungo.
Ada berapa bersaudara sih mbak?
Aku tiga bersaudara, aku anak kedua. Kakak ku yang pertama sudah meninggal terus masih punya 1 adik lagi di Blitar.
Mbak Ozie sendiri asli Jogja?
Aku sendiri malah asli Blitar, mas. Blitar Jawa Timur, lahir di sana sampai SD. Terus SMP SMA kebetulan pindah ke Jogja. Tapi bapak ibu masih di sana ya. Terus kuliah setahun aku gak lulus dan jangan dicontoh.
Terus habis itu aku dapat beasiswa actor studio. Workshop keaktoran gitu. Dari situ terus membuka peluang untuk main dari satu panggung ke panggung yang lain. Ketemu satu film berjudul mencari hilal. Itu sudah ngalir dari situ.
Jadi total ada berapa film mbak yang udah diperanin.
Saya tuh cuma takut kalau ada yang sampai tidak tersebut. Kok kesannya kayak dilupakan padahal ya ini sak-elingku (seingatku).
Kalau keluarga mbak Ozie ada gak mbak yang memang terjun di dunia film. Katanya suami juga ya mbak.
Suami kebetulan dia bekerja di bidang yang sama, di perfilman. Tapi dia kebanyakan di produksinya. Dia gak pernah jadi talent, gak bakat.
Sekarang jadi manager pribadi Mbak Ozie ya?
Ya hahaha. Bener.
Gimana mbak rasanya dimanajeri dengan suami sendiri?
Kalau ada yang bilang manut-manut aja sama yang cewek ya salah. Saya sama suami kerjaan ya kerjaan, kalau lagi urusan rumah ya rumah.
Kalau aktivitas sehari-hari Mbak Ozie apa?
Seperti ibu-ibu pada umumnya. Kalau sedang tidak ada pekerjaan dari pagi ya bersih-bersih rumah. Terus habis itu ngopeni (merawat--red) kucing. Saya punya kucing kampung di rumah yang datang sendiri ke rumah minta makan. Terus habis itu siram-siram tanaman. Baca-baca. Seperti cewek pada umumnya skincare is a must have. Terus make up kadang-kadang kalau lagi kondangan. Ya kayak biasa lah sehari-hari.
Kalau setelah viral ini ada perubahan yang sangat mencolok gak?
Paling mencolok adalah ternayata saya dititeni (ditandai) sekarang. Saya tuh sebenarnya pemalu. Percaya atau tidak. Beneran aku kalau sama orang baru biasanya pemalu. Tapi ini tahu kayaknya mas e dan mbak e gayeng (seru--red) makane aku langsung ndadi (makanya aku langsung menjadi-jadi). Masak ketemu Pak Jokowi saya gini. Bahaya nanti.
Tapi siapa tahu nanti malah jadi mitranya.
Jangan mas, gimana masnya. Saya tuh gak punya kemampuan lebih e. Nanti kalau punya program diajuin dapat uang negara dikira nanti memanfaatkan jabatan.
Kenal pertama sama suaminya gimana sih mbak?
Dia waktu itu ngerjain satu festival. Namanya Festival Film Documenter. Dia festival tahunan di Jogja. Terus kebetulan aku ngurusi Bienalle Jogja, pameran seni rupa dua tahunan. Dan kebetulan itu tempatnya sama di Taman Budaya Yogyakarta. Meskipun kami almamaternya sama, dia lulus kuliahnya bener saya enggak. Tapi karena bertemu di situ ya jodoh gak ada yang tahu.
Kok bisa kesengsem sama mas suami gitu gimana mbak?
Soalnya dia orangnya tenang, sopan, tidak grusa grusu (tidak panik). Sangat berkebalikan dengan saya.
Berarti mas suami yang menenangkan mbaknya?
Bener banget. Jadi kemarin itu aku sempat panik banget ya karena semua orang itu kayaknya niteni (menandai) aku. Handphone berdering terus. Aku sampe bingung kok iki aku kayak DPO toh. Aku bingung kok jadi kayak buronan. Jadi tiap ada telfon masuk gak ada namanya, cuma nomor doang langsung tak kasih suamiku. Aku gak mau tahu itu siapa karena bayanganku tuh aku gak pernah punya situasi kayak gini diburu-buru sesuatu, tiba-tiba semua orang merhatiin.
Kalau dipanggung kan gelap penontonnya, yang terang cuma panggung doang. Jadi ya saya pede pede aja. Begitu ketemu ya gitu.
Pengalaman selama suami yang paling mengesankan pas lagi pacaran atau awal-awal nikah apa mbak? Yang gak terlupakan gitu.
Pengalaman yang gak terlupakan adalah waktu itu dia mulai pekerjaannya di Jakarta. Ini sweet moment menurutku. Jadi waktu itu saya pentas di Erasmus Huis, di Kedutaan Belanda, dan dia pas kebetulan lagi di sana ngerjain produksi.
Sepatunya karena sepatu kulit kan ya kakinya pas luka dan harus ganti sepatu. Terus gaji pertama waktu itu saya manggung tak belikan sepatu dia.
Terus ya waktu itu di Jakarta kami tidak punya kendaraan, kami naik bis umum sepanjang Jakarta.
Itu tahun berapa mbak?
Tahun berapa ya, 2011 atau 2012 kayaknya. Ya susah bareng gak papa.
Yang penting membangun ya mbak.
Ho'o ya terus pas dia gajian gentian beliin saya.
Kalau pacaran biasanya spotnya di mana mbak?
Di angkringan, kadang-kadang nonton musik. Nonton pertunjukan tentu saja. Terus bersepeda bareng. Terus apalagi ya. Ya gini-gini, nongkrong gitu. Terus kalau dia ada kerjaan tak samperin di tempatnya. Dia juga gitu kalau saya ada kerjaan nyamperin saya, bawa bekal atau sesuatu.
Ketok so sweet banget ya, tapi emang ngono e (keliatan manis ya tapi emang gitu e). Dan itu tidak disadari, yang tanpa disadari bahwa seperti itu malah membangun untuk saling menjaga, saling sayang, saling support.
Kalau Mbak Ozie sama anaknya bagaimana mbak?
Deket banget. Tapi dia deket banget sama bapaknya. Soalnya aku galak. Kalau misal kedisiplinan waktu ya tak terapin, makan harus bener. Maksudnya seporsi harus habis. Kalau kebetulan dia agak keberatan tu aku agak marah.
Harusnya gak boleh, maaf ya perkumpulan ibu-ibu. Saya gak bermaksud memperlakukan kekerasan sama anak. Tapi percayalah maksud saya baik.
Tapi itu malah yang membuat saya merasa bahwa suami adalah partner, ya begitu. Dia kemudian tahu maksud saya. Kalau saya capek nyuapin ya ganti dia.
Saling melengkapi ya mbak?
Karena tanggung jawab anak itu tanggung jawab bersama.
Kalau mbak Ozie sendiri kan udah lama di Jogja. Kalau tempat di Jogja yang jadi favorit mana saja mbak?
Di sini favorit, di Kedai Kebun. Terus ada beberapa angkringan yang kami favoritkan juga. Itu dekat rumah mertua. Terus langganan nasi goreng di daerah mertua juga.
Itu daerah mana mbak?
Ngadisuryan.
Kalau kenakalan yang pernah dilakukan selama sekolah mbak? kan tadi bilangnya ngeyel.
Kalau ngeyel itu sebenarnya karena dari dulu orang tua membangun hubungan bahwa setiap perkembangan anak itu punya treatment-nya sendiri. Dari kecil sudah diajak diskusi.
Aku gak pernah merasa kalau aku nakal ya. Waktu itu tapi ada satu sih. Aku orangnya telatan sekolah padahal asramaku cuma depan sekolah. Terus itu gara-gara suka menunda sesuatu. Itu gak bagus. Disiplin sama diri sendiri kurang.
Nah kebetulan karena ketemu sama tadi actor studio beasiswa gak bisa kayak gitu. Itu yang kemudian jadi catatan terbesarku sih. Kalau janjian jam 8 ya jam 8 kurang 5 harus udah sampai.
Jadi pengalaman mendewasakan ya mbak.
Ya harus gitu dong masak nambah umur gak ada yang nambah baiknya.
Kalau untuk sosok inspiratif siapa mbak yang paling ngena?
Semua orang jadi inspirasi sih bagiku. Kalau masyarakat menilainya buruk, buruknya sebenarnya dengan sudut pandang yang apa. Apa masih berada di batas moral dan agama ya. Ya semua punya kebaikan dan kekurangan, dan keterbatasan. Jadi ya semua inspirasi saya.
Untuk moment membahagiakan Mbak Ozie yang semasa hidup sampai sekarang membekas di memori.
Banyak sih sebenarnya. Gaji pertama saya main teater, tak belikan perlengkapan haji buat bapak ibu. Kok kayaknya moment sama orang tua tuh gak bisa dibaleni (diulang) ya. Tapi kalau duwe (punya) duit itu pasti bisa dibaleni gitu selama masih mau usaha. Makanya jangan jadi pemalas.
Coba mbak ngomong pakai gaya Bu Tejo lagi
Jangan dong! Bayar ya bayar. Aku gojek (bercanda--red) lho.
Soalnya aku terngiang-ngiang terus mbak bikin ketawa.
Tapi percayalah setiap aku nonton juga ketawa sebenarnya mas. Kayak ya ampun kok gini ya. Apalagi pas pak polisi itu lho. Kan aku ngebayanginnya Bu Tejo itu ada sisi-sisi kekanakan karena dia ngotot karepe dewe (seenaknya sendiri) gitu itu dia lucu banget.
Itu polisinya dicokot beneran gak?
Nggak… Tapi kan sempat viral video yang ibu-ibu gigit polisi karena gak terima. Katanya memang terinspirasi dari situ. Memang diambil dari situ.
Kalau kenangan yang paling sedih yang dialami mbak Ozie?
Kehilangan orang-orang tersayang. Ya Bapak, ya Ibu ya Kakak, tapi ya setiap ada yang datang pasti ada yang pergi. Jadi ya… kelaran-laran (tersakiti) ya boleh, nangis i boleh, tapi jangan sampai MSOO Mikir Sing Ora-Ora (berpikir yang tidak-tidak). Gitu mas.