Selanjutnya, menambahkan materi Hamid, Dosen Universitas Bina Nusantara (Binus) Sinta Amalina Hazrati menyampaikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pengkonsumsi media sosial terbesar. Dia menyebutkan jika saat ini masyarakat sudah memasuki era digital dan perlu terbiasa dengan hal tersebut.
Perempuan yang akrab disapa Ita itu menjelaskan mengenai Educational Technology yang dinilai sudah lumrah dibicarakan masyarakat. Sebelumnya, ia menjelaskan mengenai transformasi Edutech yang sudah ada sejak tahun 1980.
Sampai saat ini Edutech masih terus bertransformasi. Sejak lahirnya komputer, pendidikan dinilai lebih mudah. Kemudahan dan transformasi yang terjadi di dunia pendidikan memancing seseorang untuk terus berinvestasi dalam bidang ini.
Internet lahir setelah pemikiran untuk mendapatkan pengetahun yang lebih dari sekedar buku yang dibaca-baca. Kehadiran internet disusul dengan munculnya laptop sebagai salah satu alat pembelajaran yang bisa dibawa kemana-mana.
Baca Juga:Puluhan Tenaga Kesehatan Sleman Terpapar Covid-19, Ini Dugaan Penyebabnya
Seiring perkembangan teknologi dan beragam kemudahan yang diberikan, terjadi perubahan zaman yang bisa disaksikan saat ini, termasuk dengan hadirnya gadget, android dan ios. Dengan membludaknya pengunaan android dan ios, kehidupan masyarakat dunia terus dipermudah.
Membicarakan mengenai kemudahan teknologi dan perkembangan era industri 4.0, Ita memperingatkan masyarakat untuk tidak terlena dengan teknologi. Pada akhirnya pemikiran yang kritis seorang manusia menjadi hal yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.
"Salah satu yang saya sukai adalah karunia covid-19. Jika kita melihatnya sebagai hal buruk akan terasa buruk dan begitu juga sebaliknya," ujar Sinta.
Di tengah pandemi saat ini, ia mengingatkan bahwa pandemi bukanlah sebuah batasan. Melainkan sebuah pecutan untuk terus berjuang dan menggunakan benda-benda yang sudah ada saat ini terus meraih apa yang diinginkan.
Saat ini, sudah banyak kelas-kelas online dan teknologi yang bisa mendukung masyarakat terus berkembang di tengah pandemi. Jangan sampai merasa terbatas atau membatasi diri hanya karena tengah berada di masa pandemi.
Baca Juga:Beredar Poster Foto Paslon di Jalanan, Bawaslu Sleman: Itu Menyalahi Perbup
Tiga hal yang dipermudah dengan adanya sekolah digital, yakni keterbatasan guru yang bisa diatasi dengan membuka kelas cakupan besar. Keterbatasan antara jarak guru dan murid yang bisa saja berbeda daerah hingga negara bisa diatasi.
Terakhir mencakup populasi dengan jarak yang tidak pendek. Setiap orang darimana saja dan dimana saja bisa memanfaatkan teknologi untuk mengikuti kelas pendidikan kapan saja. Seseorang bisa mendapatkan ijazah dari luar negeri dengan megikuti kelas dari dalam negeri.
"Tapi ada juga masalahnya, ketika kita belajar di ruang kelas akan berbeda hasilnya dengan belajar online," tuturnya.
Mereka yang datang ke dalam kelas akan memiliki penampilan lebih baik dari mereka yang mengikuti secara online. Karena penyampaian dan penerimaan setiap orang secara online dan langsung akan tetap berbeda. Dalam hal ini, pengajar dituntut lebih kreatif dan pelajar diharap memiliki keyakinan kuat untuk mengikuti kelas.
Kekurangan kedua, adalah teknologi dianggap akan mengganti peran guru. Ketiga, hal yang paling dirasakan oleh para siswa adalah kehilangan sentuhan sosial. Terutama jika saat berkuliah akan bertemu dengan banyak orang yang berbeda-beda, hal ini tidak akan dirasakan oleh mereka yang tidak belajar secara langsung.
Terakhir, mahasiswa sebenarnya membutuhkan motivasi dan arahan. Fungsi utama yang dibutuhkan dari orangtua atau guru di sekolah adalah untuk memberikan arahan dan motivasi kepada murid. Meski saat ini hal-hal itu tidak bisa dilakukan, namun hubungan harus tetap dijaga agar tetap terjalin baik.