Akademisi IPB hingga UGM Tolak Penambangan di Desa Wadas, Minta Ganjar Cabut Izin Amdal

Pakar ekologi politik dari IPB, Soeryo Adiwibowo, menyampakan bahwa amdal pembangunan Bendungan Bener memiliki banyak kelemahan.

Eleonora PEW
Kamis, 17 Februari 2022 | 19:47 WIB
Akademisi IPB hingga UGM Tolak Penambangan di Desa Wadas, Minta Ganjar Cabut Izin Amdal
Spanduk warga Desa Wadas menolak penambangan batu andesit di kampung mereka Sabtu (12/2/2022). [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJogja.id - Sejumlah akademisi dari berbagai kampus menyatakan penolakan terhadap penambangan batu andesit di Desa Wadas. Mereka pun mendesak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk mencabut izin lingkungan amdal.

Rekomendasi itu diputuskan setelah tim akademisi dari PSA IPB, UNES, UNS, dan UGM melakukan kegiatan bedah andal atas pembangunan Bendungan Bener di Purworejo. Selain meninjau lokasi dengan kajian lapangan di Desa Wadas, tim juga mendengarkan kesaksian dari warga Wadas.

Pakar ekologi politik dari IPB, Soeryo Adiwibowo, menyampakan bahwa amdal pembangunan Bendungan Bener memiliki banyak kelemahan. Penggabungan dua kegiatan dalam satu andal bisa dilakukan, akan tetapi harus memisahkan dampak dari dua kegiatan ini secara berbeda.

"Tujuannya agar dinamika dampak potensial dapat digambarkan secara khusus sesuai dengan wilayah kegiatan," katanya dalam keterangan tertulis pada Kamis (17/2/2022).

Baca Juga:Sempat Ditangguhkan, Akun Twitter Aktivis Desa Wadas Sudah Bisa Diakses Kembali

Penyusunan amdal pun menunjukkan bahwa dokumen amdal yang disusun untuk melegitimasi pembangunan Bendungan Bener ini tidak dapat dijadikan sebagai acuan pengambilan keputusan.

"Dengan demikian, izin lingkungan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah tidak valid secara akademik," tuturnya.

Lantas, Akademisi Peduli Wadas, KIKA, Walhi Yogyakarta, YLBHI-LBH YOGYAKARTA, Pukat UGM, Pusat Studi Agraria IPB, dan Kontras menyampaikan sejumlah temuan dan rekomendasi terkait rencana penambangan batu andesit dan pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas, Purworejo, Provinsi Jawa Tengah (Jateng).

"Temuan-temuan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) Bendungan Bener tidak valid, baik secara materiel maupun formil," bunyi keterangan tim yang disampaikan secara tertulis.

Secara aspek formil, tim mendapatkan temuan bahwa konsultasi publik tidak dilakukan dengan mekanisme yang melibatkan dua arah seperti seharusnya dan terdapat klaim sepihak terhadap persetujuan warga karena penyusunan ANDAL mengabaikan penolakan warga Wadas terhadap rencana kegiatan penambangan batuan andesit.

Baca Juga:Puan Maharani dan Ganjar Pranowo Diduga Berseteru, Megawati Ikut Turun Tangan?

Selain itu, analisis risiko dilakukan tidak secara komprehensif, sehingga berpotensi menimbulkan dampak serius baik secara fisik maupun psikis dan memicu bencana alam lainnya tanpa proses tanggung jawab yang jelas. Penelitian pun tidak dilakukan mendalam, hanya sepintas lalu.

Di samping itu, terjadi upaya-upaya memaksakan keinginan kepada warga dengan penglibatan aparat keamanan dan struktural melalui aparat desa/kecamatan. Bukan Tim akademisi juga menegaskan bahwa Pembangunan bendungan dan pertambangan adalah kegiatan terpisah menurut UU 3 Tahun 2020.

Sementara itu dalam aspek meteriel, terdapat temuan bahwa relasi sejarah masyarakat Wadas dan lingkungannya, serta nilai, pengetahuan, dan religiusitasnya tidak menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan ANDAL. Dokumen ANDAL juga tidak memperhatikan secara serius dampak dari kegiatan pertambangan yang berpotensi terhadap perampasan ruang hidup para perempuan Wadas dan anak untuk mendapatkan perlindungan milik serta akses alamnya yang berkecenderungan besar berdampak ketidakdilan lintas generasi.

Lantas, berikut rekomendasi dari tim akademisi terkait rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas:

  1. Meminta Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut Izin Lingkungan AMDAL karena dokumen ANDAL disusun dengan metode yang tidak valid, sehingga tidak layak dijadikan acuan pengambilan keputusan/kebijakan
  2. Menolak penambangan batuan andesit di desa wadas.
  3. Mengubah watak pembangunan pemerintah yang cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan manusia dan lingkungan, sehingga proyek-proyek serupa harus ditinjau ulang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini