Banyak Kejanggalan dalam Perkara AKBP Brotoseno, ICW Desak Kapolri Tegas

AKBP Raden Brotoseno bebas bersyarat sejak 15 Februari 2020.

Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 19 Juni 2022 | 22:55 WIB
Banyak Kejanggalan dalam Perkara AKBP Brotoseno, ICW Desak Kapolri Tegas
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. (Suara.com/Yaumal)

SuaraJogja.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memberhentikan sementara AKBP Raden Brotoseno dari jabatannya agar lebih fokus menghadapi sidang peninjauan kembali (PK) putusan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia (KKEP).

“Mengingat proses peninjauan kembali hingga putusan akhir membutuhkan waktu yang cukup panjang, maka ICW minta agar Kapolri memberhentikan sementara Brotoseno dari jabatannya agar kemudian ia bisa lebih fokus menjalani persidangan etik,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, seperti dikutip Antara, Minggu (19/6/2022).

Diketahui, pada Januari 2017 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis AKBP Raden Brotoseno lima tahun penjara dan dikenai denda sebesar Rp300 juta karena terlibat praktik korupsi (suap).

AKBP Raden Brotoseno bebas bersyarat sejak 15 Februari 2020. Ia dinilai memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapatkan hak remisi dan pembebasan bersyarat sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 3 Tahun 2018.

Berdasarkan hasil penegakan bentuk pelanggaran KEPP, AKBP Raden Brotoseno pada Oktober 2020 lalu, dinyatakan yang bersangkutan tidak menjalankan tugas secara profesional, proporsional dan prosedural dengan wujud perbuatan saat menjabat Kanit V Subdit III Dittipidkor Bareskrim Polri yakni menerima suap dari tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.

Namun, Brotoseno hanya disanksi pemindahtugasan yang bersifat demosi dan diminta untuk meminta maaf kepada pimpinan Korps Bhayangkara.

Belakangan, AKBP Raden Brotoseno diketahui kembali aktif menjadi anggota Polri, bahkan pernah memandu sebuah acara Direktorat Siber Bareskrim Polri yang ditayangkan lewat saluran YouTube. Hal ini menimbulkan polemik di masyarakat yang mempertanyakan keseriusan Polri dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Protes masyarakat direspon oleh Polri dengan menerbitkan aturan baru, yakni Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Perpol menggantikan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 tahun 2011 tentang Kode Etik Polri dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri. Secara resmi diundangkan dan ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM Yosanna H Laoly pada tanggal 15 Juni 2022.

Dalam Pasal 83 Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tersebut mengatur tentang peninjauan kembali (PK), yang tidak diatur di Perkap Nomor 14 Tahun 2011 dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012. Kapolri berwenang melakukan peninjauan kembali atas putusan KKEP atau putusan KKEP banding yang telah final dan mengikat, di mana peninjauan kembali tersebut dilakukan paling lama tiga tahun sejak putusan KKEP atau putusan KKEP Banding.

Berkaitan dengan diundangkannya Perpol tersebut, ICW pun mendesak agar Kapolri segera membentuk tim untuk melakukan eksaminasi terhadap putusan absurd Brotoseno yang dinilai banyak kejanggalan dalam sidang etiknya yang telah lalu.

ICW juga mendorong agar eskalasi penanganan peninjauan kembali bisa ditingkatkan menjadi persidangan ulang kode etik dan putusan akhirnya adalah memberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) Brotoseno.

“Bagi kami, semestinya Kapolri tidak lagi ragu untuk mempercepat proses peninjauan kembali karena pertimbangan putusan etik Brotoseno lalu amat bermasalah,” kata Kurnia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini