SuaraJogja.id - Lagi, Indonesia Charity Rijsttafel Dinner 2023 dihelat di Kayumanis Coffee Shop, Hotel Tentrem, Kota Yogyakarta, DIY, Sabtu (8/10/2023). Acara ini menjadi babak pamungkas dari rangkaian program Tentrem Culinary Academy Season ke-4. Dan di pengujung makan malam, mereka siapkan 'kejutan'.
Suara.com berkesempatan menjadi bagian dari tamu yang diundang untuk merasakan sensasi menyantap makanan ala para bangsawan di era penjajahan Belanda tersebut. Konsepnya pun unik. Sebelum menyantap makanan utama, ada sejumlah sajian pertunjukkan dari pihak Hotel Tentrem, mulai dari tarian hingga nyanyian.
Sebagai menu pembuka, kami disajikan cemilan dengan presentasi yang tak biasa. Ya, sajiannya ditaruh di sebuah mangkuk dari batok kelapa. Uniknya, lima jenis cemilan tersebut ditaruh di atas tumpukan kerikil yang memenuhi lebih dari setengah mangkuk tersebut.
Adapun lima cemilan 'starter' tersebut adalah rengginang salmon sambal matah ala Bali, perkedel jagung yang disajikan dengan sambal ikan roa khas Sulawesi Utara, lumpia Semarang dengan ukuran sekali makan alias mini, Lalampa sajian nasi dan ikan tuna yang dibungkus daun pisang ala Sulawesi Utara, dan arem-arem ayam.
Sebagai penghilang dahaga, kami disajikan wedang uwuh Tentrem. Nah, sajian wedang uwuh ini sangat spesial. Betapa tidak, Hotel Tentrem memadukan jahe, uwuh, jus cranberry dan gula batu cair dalam satu gelas. Hasil fusion tersebut cukup membuat tercengang. Sensasi perpaduan rempah dengan tekstur hangat, manisnya jus cranberry dan es batu cukup menyegarkan tenggorokan sekaligus melepas dahaga.
Menu utama pun mulai keluar. Konsep penyajiannya pun unik. Para pramusaji mengelilingi meja tempat kami makan. Mereka secara bergantian menaruh menu yang dibawanya ke piring kami. Tentunya, sebelum menaruh ke piring, mereka meminta izin kepada kami.
Rangkaian menu pertama yang keluar yakni tumis daun singkong tumbuk ala suku Dayak yang merupakan hasil kreasi Chef Danius Sibarani; lalu tempe benguk, sajian fermentasi dari kacang koro dari Jawa Tengah yang dikreasikan oleh Chef Afifudin; kemudian udang bakar Makassar hasil kreasi Chef Eko Wahyono; sate komoh Pasuruan yang terbuat dari daging sapi hasil kreasi Chef Eko Wahyono dan ikan kakap terong asam, sajian berkuah asal Kalimantan Barat yang merupakan hasil kreasi Chef Danius Sibarani. Di divisi karbohidrat, menu pertama ini mengenalkan nasi putih yang dikawinkan dengan daun pandan.
Di menu pertama ini, menurut saya, sate komoh Pasuruan cukup mencuri perhatian. Diselimuri bumbu rempah yang sangat kuat, tekstur daging sate komoh Pasuruan terbilang sangat empuk dengan ukuran yang cukup besar. Ukuran lidi yang sangat besar pun mengingatkan saya dengan sate lilit khas Bali.
Rangkaian menu ke-dua keluar tak lama berselang. Jajaran menu tersebut yakni botok mlandingan asal DIY yang merupakan kreasi Chef Afifuddin; kemudian cumi bakar sambal belacan asal Pontianak, Kalimantan Barat, hasil kreasi Chef Danius Sibarani; rendang bola daging telur puyuh asal Sumatera Barat, kreasi dari tangan dingin Chef Afifuddin; bebek betutu asal Bali yang diramu oleh Chef Eko Wahyono serta lodeh kluwih asal Yogyakarta, yang dibesut Chef Afifuddin. Sebagai 'teman makan', mereka menyajikan nasi putih yang dicampur dengan biji jagung.
Di jajaran menu ke-dua ini, menurut saya, bintangnya adalah rendang bola daging telur puyuh. Sensasi awalnya tidak menyangka karena melihat penampakan rendang yang bulat. Ketika dipotong, ternyata ada kejutan telur puyuh. Biasanya, daging berisi telur puyuh awam ditemukan di jajanan bakso. Tapi, kalau dalam bentuk rendang, ini merupakan sensasi yang sungguh berbeda.
Hotel Tentrem ternyata menyiapkan kejutan di babak pamungkas makan malam kali itu. Ya, Hotel Tentrem mengenalkan inovasi es krim teranyar mereka di divisi hidangan penutup, yakni dadar gulung yang disajikan dengan es krim rasa gudeg. Ya, es krim rasa gudeg. Tak pelak, dessert karya Chef Sutisna tersebut menjadi 'gong' dan bintang di acara malam itu.
Begitu disajikan, kami sungguh terkesima dengan sajiannya yang sangat imut. Hidangan tersebut disajikan di atas cobek mini. Di atas cobek itu, penempatan dadar gulung yang berwarna hijau tampak terpisah dengan es krim gudeg. Ketika dibelah, dadar gulung tersebut berisi coconut mousse dengan jeli terselip di dalamnya.
Yang menarik adalah perpaduan rasa manis dan gurih dari kelapa serta es krim yang memicu sensasi nan unik. Di atas hidangan tersebut, Chef Sutisna juga menaruh aksesori berbentuk daun wijaya kusuma yang merupakan logo dari Hotel Tentrem. Sebuah presentasi yang patut diacungi jempol.
Lalu di mana letak rasa gudeg di es krim tersebut? Ternyata, di dalam es krim tersebut, terdapat areh, yakni santan kental yang merupakan bumbu pelengkap dari gudeg. Sementara, di bawah hidangan, ada pula gori, nangka muda dalam santapan gudeg. Tentunya, gori ini sudah dimodifikasi supaya masuk dengan rasa es krim tersebut.
Chef Sutisna mengatakan, ide ketika mengkreasi hidangan tersebut sungguh simpel. Dadar gulung, misalnya. Dia terinspirasi dari jajanan pinggir jalan yang disukai oleh sang istri. Sementara, es krim gudeg terinspirasi dari hidangan khas dari Kota Yogyakarta.
"Saya terinspirasi ketika sering jajan dadar gulung yang merupakan kesukaan istri saya. Lalu untuk hidangan es krim, kenapa saya memilih rasa gudeg? Karena saya tinggal di Jogja dan kota Jogja identik dengan santapan gudeg," ujar chef asal Jawa Barat tersebut.
"Untuk gudeg, Jogja memang memiliki beragam merek gudeg, tapi ada satu merek yang tidak bisa saya sebutkan namanya. Areh dari gudeg tersebut lebih kuat dan nangkanya tidak mudah hancur, sehingga cocok bila saya padukan dengan gelato."
Selain itu, sebagai minuman penutup malam itu, kami disajikan kopi pletok. Kopi yang membuat kami berada di ambang pertanyaan saat menyeruputnya: apakah ini jamu atau kopi? Sensasi hangat jahe dan kopi espresso menjadi penutup yang hangat nan manis dari acara di malam tersebut.
Rijsttafel Dinner, tradisi di era kolonial
Rijsttafel merupakan istilah yang berasal dari bahasa Belanda. Dalam bahasa Inggris, artinya rice table atau meja nasi. Ini merupakan cara penyajian makanan berurutan dengan pilihan hidangan dari berbagai daerah di Nusantara.
Cara penyajian seperti ini berkembang pada masa kolonial Hindia Belanda yang memadukan etiket dan tata cara perjamuan resmi Eropa dengan kebiasaan makan penduduk setempat yang mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok dengan berbagai lauk-pauknya.
Konsep Rijsttafel mengadopsi cara makan bergaya Eropa dengan menggunakan peranti makan lengkap, yaitu piring, sendok, dan garpu. Rijsttafel pada dasarnya adalah konsep penyajian makanan lengkap sesuai tata cara perjamuan resmi ala Eropa, yang diawali dengan makanan pembuka, lalu makanan utama, dan diakhiri dengan makanan penutup.
General Manage Hotel Tentrem Christoporus Yulianto memilih tema Rijsttafel Dinner karena ingin mengenalkan tradisi yang terbilang menonjol di masa lalu tersebut.
"Dengan acara ini, kami ingin mengenalkan tradisi yang di masa lalu menonjol, yakni memadukan masakan Indonesia dan sajian ala Eropa atau kolonial," ujar Christoporus Yulianto dalam sambutannya malam itu.
Demi charity
Christoporus Yulianto mengatakan Culinary Academy merupakan program corporate social responsibility (CSR) dari Hotel Tentrem. Karena itu, pihaknya mengutamakan untuk mengundang pihak-pihak dari sekolah menengah kejuruan (SMK), lembaga pelatihan kerja (LPK) serta UMKM yang bergerak di bidang kuliner.
"Kami utamakan untuk mengundang guru SMK yang punya jurusan culinary, LPK yang memiliki jurusan culinary dan UMKM yang bergerak di bidang culinary. Dan, hasil dari acara ini akan kami sumbangkan ke sebuah SMK yang nantinya akan dilakukan program bersama yakni program pelatihan terkait higienitas dan sanitasi, tak hanya pengadaan pelatihan dan peralatan," ujar Christoporus Yulianto
Christoporus Yulianto berharap dengan adanya program ini, "semoga industri culinary di Jogja bisa berkembang dan memenuhi standar internasional. Memulai dari SMK adalah langkah yang tepat."
Sementara, culinary guru, Chef Antoine Audran yang hijrah dari Prancis ke Indonesia sejak 1994, mendukung proses edukasi kuliner yang dilakukan Hotel Tentrem dalam program Tentrem Culinary Academy.
"Saya dukung proses edukasi kuliner untuk masa depan, karena dulu jarang ada chef yang bisa masak masakan Indonesia, biasanya ibu dan nenek," ujar Antoine malam itu dalam bahasa Indonesia yang sangat fasih.
"Saya optimistis promosi makanan Indonesia menjadi salah satu yang terkenal di dunia internasional. Semoga masa depan ada banyak chef yang bisa mengolah masakan Indonesia dan membuatnya mendunia."