Pakar Hukum Tata Negara UMY: Putusan MK Muluskan Gibran jadi Cawapres Prabowo Rusak Tatanan Demokrasi di Indonesia

Putusan MK soal batas usia capres dan cawapres kini jadi polemik.

Galih Priatmojo
Kamis, 26 Oktober 2023 | 11:44 WIB
Pakar Hukum Tata Negara UMY: Putusan MK Muluskan Gibran jadi Cawapres Prabowo Rusak Tatanan Demokrasi di Indonesia
Warganet meledek Gibran Rakabuming Raka mirip Barnacle Boy. [Twitter @/inikiyana]

SuaraJogja.id - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), King Faisal Sulaiman menyebutkan, putusan MK meloloskan Gibran Rakabuming Raka melenggang jadi cawapres Prabowo Subianto bisa merusak tatanan demokrasi di Indonesia.

Putusan MK yang menetapkan kepala daerah di bawah usia 40 tahun itu bisa menjadi capres atau cawapres asalkan mereka pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah tersebut sensitif dan beraroma politis.

"Sebab terkait dengan momentum Pilpres 2024 dan sarat akan konflik kepentingan," paparnya, kemarin. 

Menurut King, putusan soal batas usia capres-cawapres ini dinilai King menjadi pertaruhan terhadap eksistensi dan marwah MK. Padahal MK seharusnya menjadi lembaga penegak hukum yang memerankan diri sebagai lembaga yang independen dan imparsial.

Baca Juga:Adu Mewah Koleksi Mobil Capres-Cawapres: Anies-Cak Imin Punya 1, Prabowo 6

Namun apa yang dilakukan MK dapat memengaruhi tingkat kepercayaan terhadap MK. Sebab keputusan tersebut menjadikan MK justru jadi tim sukses salah satu capres dan cawapres.

"Jangan-jangan MK sudah masuk angin, malah jadi “tim sukses”,  inikan berbahaya sekali. Orang tidak lagi percaya terhadap lembaga kekuasaan yudikatif MK yang sejak awal ketika pembentukan spiritnya adalah untuk menegakkan konstitusi. Tapi faktanya dia tidak mampu memerankan lembaganya secara baik," tandasnya.

Karenanya MK perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh. Sebab menurut King, putusan MK tersebut tidak sah secara hukum. 

King berharap agar penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), memeriksa secara cermat argumen hukum yang mendasari putusan mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Karena putusan itu bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Kalau dari kacamata UU 48 Tahun 2009 dapat dikatakan demikian. Dapat dibatalkan, tidak mengikat. Tapi kan problem kita ini satu, sifat putusan MK itu tidak bernilai eksekutorial, tidak bisa dieksekusi dengan upaya paksa. Kalau MK ini kan memutuskan sengketa norma jadi tidak ada keharusan,” ungkapnya.

Baca Juga:Bukan Gibran, Fahri Hamzah Akui Prabowo Mulanya Mau Dipasangkan dengan Puan: Pak Jokowi Maunya...

King mengusulkan agar pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan Presiden agar mempertimbangkan kembali pendekatan kebijakan hukum terbuka. Jika DPR memandang  putusan MK bertentangan dengan hukum atau kebijakan yang ada, mereka tidak perlu mengubah undang-undang sesuai dengan putusan tersebut karena tidak ada kewajiban yang mengharuskan mereka melakukannya.

“inikan sanksi secara etik dan moral, soal kepatutan secara hukum,” imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak