Literasi Keuangan Dibawah 50 Persen jadi Penyebab Pinjol Ilegal Marak di Jogja

Aman menambahkan, edukasi literasi dan inklusi keuangan sebenarnya sudah dilakukan secara masif.

Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 27 Oktober 2023 | 12:50 WIB
Literasi Keuangan Dibawah 50 Persen jadi Penyebab Pinjol Ilegal Marak di Jogja
Ilustrasi pinjol ilegal (Freepik/tonodiaz)

SuaraJogja.id - Kasus pinjaman online (pinjol) ilegal masih saja marak di Indonesia, termasuk DIY meski Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga September 2023 tercatat memblokir 1.139 situs pinjol ilegal.

Minimnya literasi keuangan yang baru mencapai 49,5 persen membuat korban tergiur berhutang di pinjol ilegal meski bunga pinjamannya sangat tinggi antara 1–4 persen per hari atau mencapai 120 persen dalam sebulan.

"Literasi keuangan [masyarakat] baru 49,5 persen pada akhir 2022 meski tingkat inklusi keuangan Indonesia saat ini sebesar 85 persen. Artinya, baru 49, 5 persen masyarakat yang memahami risiko produk jasa keuangan. Hal ini menyebabkan masih banyak pengaduan masyarakat terkait produk jasa keuangan, seperti pinjol dan investasi bodong," papar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Sentosa dikutip Jumat (27/10/2023).

Menurut Aman, gap antara literasi dan inklusi keuangan yang cukup tinggi tersebut mengakibatkan masih banyak aduan masyarakat yang jadi korban pinjol ilegal dan investasi bodong. Dicontohkannya, sejumlah petani di Magelang yang tidak bisa menikmati hasil panennya karena sudah diijon atau menjual hasil pertanian kepada Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ilegal saat masih ditanam.

Baca Juga:Survei: 41% Orang Indonesia Pernah Pakai Pinjol, Mayoritas Generasi Milenial

"Ada juga masyarakat di kalikajar, wonosobo, yang belum mendapatkan KUR [Kredit Usaha Rakyat]," tandasnya.

Karenanya, lanjut Aman upaya mengatasi gap antara literasi dan inklusi keuangan harus terus dilakukan. Tak hanya memblokir pinjol ilegal dan investasi bodong, edukasi penggunaan produk keuangan yang legal sangat dibutuhkan.

"Masyarakat perlu tahu manfaat dan resiko produk keuangan yang mereka butuhkan, jadi kalau menggunakan [produk keuangan] ya yang benar-benar dibutuhkan," tandasnya.

Aman menambahkan, edukasi literasi dan inklusi keuangan sebenarnya sudah dilakukan secara masif. Salah satunya melalui FinExpo yang selalu diadakan setiap Oktober sejak 2016.

Kebijakan ini untuk mendorong akses masyarakat terhadap produk jasa keuangan. Dengan demikian pemahaman masyarakat tentang keuangan meningkat.

Baca Juga:5 Cara Mudah Menghentikan Kebiasaan Berutang agar Tidak Terjerat Pinjol

"Namun, masih banyak masyarakat di pelosok negeri yang belum tersentuh oleh upaya-upaya tersebut," ujar dia.

Karenanya OJK berharap pelaku jasa keuangan dapat terus bersinergi untuk melakukan edukasi masyarakat di berbagai daerah. Kerjasama itu akan membantu masyarakat untuk memahami produk jasa keuangan secara tepat.

"Sehingga masyarakat memanfaatkannya secara bijak untuk meningkatkan kesejahteraan mereka," kata dia.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini