8 Fakta Jamaah Aolia Gunungkidul, Klaim Punya Ribuan Pengikut hingga Paling Utama Tentukan 1 Syawal

Jamaah Aolia menjaga kondusivitas wilayahnya meski berbeda pandangan dengan kelompok Islam lain.

Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 05 April 2024 | 14:06 WIB
8 Fakta Jamaah Aolia Gunungkidul, Klaim Punya Ribuan Pengikut hingga Paling Utama Tentukan 1 Syawal
Sejumlah jamaah Aolia melaksanakan Salat Idul Fitri di Kompleks rumah sesepuh Jamaah Aolia, Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranowo, Kapanewon Panggang, Gunungkidul, Kamis (20/4/2023). [Kontributor Suarajogja.id/ Julianto]

SuaraJogja.id - Bulan Ramadan tinggal sebentar lagi berakhir. Sejumlah muslim pun tengah bersiap merayakan Idul Fitri, termasuk persiapan salat Ied yang akan dihelat pada 10 April 2024 nanti.

Namun ada satu jamaah di wilayah Gunungkidul, yang baru saja melaksanakan salat Idul Fitri sebagai batas berakhirnya melaksanakan puasa Ramadan.

Ya, Jamaah Aolia. Jamaah yang dipimpin oleh Raden Ibnu Hajar Pranolo atau disapa Mbah Benu ini sudah lebih dulu merayakan lebaran dan Idul Fitri, Jumat (5/4/2024).

Bukan tanpa sebab mereka telah lebih dulu menyelesaikan Ramadan dan ditutup dengan salah Idul Fitri. Pasalnya, dari pengakuan Mbah Benu, ada hitungan sendiri yang diyakini jamaahnya untuk menetapkan 1 Syawal pada Jumat, 5 April 2024.

Baca Juga:Berbeda dari Pemerintah, Jamaah Aolia Gunungkidul Gelar Salat Idul Fitri Lebih Dulu

Tentu, Jamaah Aolia memiliki perbedaan yang cukup kental dari beberapa muslim lainnya. Berikut delapan fakta Jamaah Aolia yang perlu diketahui masyarakat:

Lahir di Gunungkidul

Jamaah Aolia memang lebih dikenal Jamaah Masjid Aolia ketika muncul. Penganutnya kebanayak dari Kapanewon Panggang, di belahan wilayah Bumi Handayani Gunungkidul.

Berkembang di Gunungkidul, banyak dari keluarga di sekitar wilayah tersebut mengikuti ajaran Islam ini.

Ribuan Jamaah tersebar di seluruh wilayah

Baca Juga:Ternyata Tiga Jalur di Gunungkidul Ini Sudah Dihapus dari Google Maps, Ini Daftarnya

Kepala Dusun Panggang II, Agung Setiawan mengatakan ada sekitar 190-an KK dari total 244 KK yang bergabung di Jamaah Aolia ini.

Puluhan jemaah Aolia di Padukuhan Panggan III, Giriharjo, Panggang, Gunungkidul, Yogyakarta telah melaksanakan salat Tarawih pada Rabu malam (6/3), [ist]
Puluhan jemaah Aolia di Padukuhan Panggan III, Giriharjo, Panggang, Gunungkidul, Yogyakarta telah melaksanakan salat Tarawih pada Rabu malam (6/3), [ist]

Bahkan keberadaan jamaah ini sudah ada sejak sebelum Agung sendiri lahir. Mbah Benu sebagai pemimpin mengklaim bahwa jamaahnya tersebar di berbagai daerah, mulai dari Sulawesi, Kalimantan, Papua dan juga luar negeri.

Penentuan Ramadan atau Syawal melalui perjalanan spiritual

Menentukan puasa Ramadan dan 1 Syawal yang dilakukan Jamaah Aolia ini berbeda dari muslim kebanyakan. Jika ada sidah Isbat atau penentuan menggunakan Hilal (bulan), Jamaah Aolia menentukan dengan hasil perjalanan spiritual pimpinannya Mbah Benu.

Beberapa wawancara yang pernah dilakukan Suarajogja.id, Mbah Benu mengklaim bahwa memang ia mengaku bahwa Ramadan dan juga Syawal yang mereka tetapkan, berasal dari spiritualnya yang ia lakukan selama menjadi pimpinan.

Semua penentuan Idul Fitri, bahkan seperti Idul Adha, disebutkan Mbah Benu ditetapkan setelah ia melakukan perjalanan spiritualnya. Ketika pemerintah dan Muhammadiyah menentukan puasa Ramadan 1445 H pada 12 dan 11 Maret kemarin, Jamaah Aolia justru melaksanakan puasa Ramadan pada 7 Maret.

Cara ibadah mirip NU

Kepala Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Kemenag DIY, Jauhar Mustofa menyebutkan bahwa penentuan Ramadan dan Syawal memang berbeda dari yang lain. Namun tata cara ibadah Jamaah Aolia, mirip seperti NU.

"Cuma dalam hal ini (puasa dan lebaran, mereka sangat berbeda," sebut Jauhar.

Diterima di sekitar Gunungkidul

Jamaah Aolia, memang berbeda dari jamaah muslim lainnya. Kapanewon Panggang sendiri terdapat muslim NU dan juga Muhammadiyah, tapi ketiganya saling menjaga kondusivitas selama melaksanakan puasa termasuk kegiatan keagamaan lainnya.

"Jadi terjaga, mereka saling menghormati. Pemerintah pun menghormati keputusan jamaah. Insyaallah silaturahmi tetap dilakukan," kata Jauhar.

Jarang gunakan pengeras kuasa ketika Idul Fitri

Suasana salat tarawih jamaah Aolia menjelang Ramadan yang dihelat di Masjid Padukuhan Panggang III, Kalurahan Giriharjo, Kalurahan Panggang Gunungkidul, Rabu (6/3/2024) malam. [Kontributor Suarajogja.id/ Julianto]
Suasana salat tarawih jamaah Aolia menjelang Ramadan yang dihelat di Masjid Padukuhan Panggang III, Kalurahan Giriharjo, Kalurahan Panggang Gunungkidul, Rabu (6/3/2024) malam. [Kontributor Suarajogja.id/ Julianto]

Jamaah Aolia juga menjaga ketertiban ketika melaksanakan ibadah. Tahu lebih dulu menggelar salat Idul Fitri, pihaknya memang tak menggunakan pengeras suara besar.

Jauhar Mustofa juga sudah berkoordasi dengan Pimpinan Jamaah Aolia terhadap aturan tersebut. Mereka tetap menggunakan alat tersebut namun tidak dengan volume besar.

Tidak takbiran malam sebelum salat Idul Fitri

Jamaah Aolia jarang menggelar gema takbir saat malam perayaan Idul Fitri. Bahkan pada perayaan malam Idul Fitri, jamaah hanya melaksanakan salat Isya dan kembali.

Tidak Lakukan Halal bi Halal Tahun Ini

Mbah Benu juga mengaku bahwa Ramadan 1445 H tidak ada kegiatan halal bi halal seperti muslim pada umumnya selepas merayakan Idul Fitri.

Tak ada kepastian mengapa kegiatan silaturahmi massal ini tak dilakukan oleh jamaahnya di Gunungkidul. Meski begitu, mereka nyatanya punya cara untuk tetap berkomunikasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak