Terkait langkah pencegahan, Sultan menilai yang lebih penting adalah kesadaran pribadi pejabat agar tidak memamerkan gaya hidup berlebihan di tengah kesenjangan sosial.
Apalagi stabilitas daerah semata-mata bergantung pada pengamanan ekstra di titik vital.
"Evaluasi keamanan di DIY saya kira tidak ada masalah. Tapi harapan saya, pimpinan-pimpinan daerah bisa memberikan sosialisasi, punya sikap-sikap yang adu rasa [berempati], tidak sekadar apa yang dipikirkan, tapi juga apa yang dirasakan," ujarnya.
"Kalau kondisinya tidak menguntungkan, ya dipertimbangkan untuk tidak usah diselenggarakan. Mungkin lebih sederhana, lebih terbatas. Prinsipnya boleh, tapi harus empan papan," ungkapnya.
Baca Juga:'Stay Safe Lur!': Demo di Jogja Mencekam, Saksi Mata Ungkap Kondisi di Sekitar Polda DIY Minggu Pagi
Sultan kembali menekankan filosofi Jawa tentang keseimbangan antara pikiran, rasa, dan nurani.
Menurutnya, kebijaksanaan sejati lahir bukan dari kepentingan pribadi, melainkan dari kemampuan menempatkan diri sesuai situasi masyarakat.
"Yang dipikirkan itu bisa bohong, kalau yang dirasakan kan tidak, karena yang bicara nurani. Kalau seimbang baru kita bicara wisdom [bijaksana]. Itu ajaran Jawa, empan papan, agar tidak terjadi instabilitas," imbuhnya.
Sebelumya kericuhan di Yogyakarta dipicu aksi unjuk rasa gabungan Aliansi Jogja Memanggil bersama pengemudi ojek online (ojol) yang menuntut keadilan atas kasus kematian Affan Kurniawan, seorang ojol yang tewas terlindas kendaraan taktis Brimob saat demo di Jakarta.
Aksi damai yang awalnya berlangsung di sekitar Ring Road Selatan kemudian memanas, berujung bentrokan, hingga pembakaran dua unit mobil.
Baca Juga:Pakuwon Mall Jogja Tutup Operasional Imbas Demo, Kapan Buka Kembali?
Massa pun tetap bertahan di sekitar Mapolda DIY meski aparat berusaha membubarkan hingga Sabtu Pagi.
Bentrok kembali terjadi pada Minggu dini hari hingga menjelang pagi. Sejumlah massa aksi masih bertahan hingga pukul 05.30 WIB.
Kontributor : Putu Ayu Palupi