SuaraJogja.id - Situs bersejarah bekas jembatan perlintasan kereta api di atas aliran Sungai Bedog Desa Tridadi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) jadi sasaran aksi vandalisme.
Padahal, bekas jembatan tersebut termasuk dalam bangunan cagar budaya (BCB) yang diresmikan oleh Gubenur DIY Sri Sultan HB X pada tahun 2008 silam
"Saat ini kondisinya penuh dengan coretan tangan jahil, padahal baru selesai dicat ulang," kata Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman Aji Wulantara seperti dilansir Antara di Sleman, Selasa (9/7/2019).
Beberapa bagian bangunan yang menjadi sasaran vandalisme tersebut, jelas Aji, terdapat di tiang penyangga sisi barat maupun timur.
Baca Juga: Ditetapkan Cagar Budaya, Atap Eks Hotel Tugu Milik Adik Soeharto Roboh
"Belum ada satu bulan bagian jembatan dicat ulang, tapi saat ini sudah penuh coretan-coretan," katanya.
Saat ini bangunan jembatan Pangukan masih terlihat utuh dengan potongan rel yang masih terpasang pada jembatan, lengkap dengan bantalannya.
Jembatan ini menjadi satu-sarunya jembatan di Indonesia yang menggunakan sistem roll dan engsel yang dibuat oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).
Jembatan Pangukan dibangun dari lempengan dan batang-batang besi baja yang disambung dengan sistem mur, baut, dan las. Panjang rangka jembatan sekitar 30 meter dan lebar jembatan sekitar 2,5 meter. Jembatan membentang di atas Sungai Bedog pada ketinggian sekitar 20 meter
Aji Wulantara menambah, keberadaan cagar budaya pada dasarnya harus diayomi, karena merupakan bagian dari sejarah. Adanya vandalisme sangat mengganggu dan merusak.
Baca Juga: Satu Gedung di Kota Tua Roboh, Sandiaga: Bukan Cagar Budaya
"Lokasi Jembatan Pangukan yang ada di daerah pinggiran merangsang orang untuk berbuat jahil. Masyarakat diharapkan ikut berperan aktif," katanya.
Aji mengatakan, pihaknya akan segera membersihkan BCB Jembatan Pangukan dari coretan-coretan vandalisme.
"Nanti juga dipasangi lampu yang lebih terang dan juga papan peringatan," katanya.
Ia mengatakan, pelaku vandalisme pada cagar budaya dapat dikenakan hukuman berat. Sebab perbuatan itu termasuk merusak. Aturannya ada di UU 11/2010 tentang Cagar Budaya di Pasal 105.
"Hukuman bisa sampai 15 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp500 juta, paling banyak Rp5 miliar," katanya.
Secara keseluruhan, kata dia, saat ini, kondisi cagar budaya di Sleman cukup baik dan masyarakat diminta untuk turut menjaga cagar budaya.
"Bisa dengan memberi peringatan sebagai upaya pencegahan," katanya. (Antara)
Berita Terkait
-
Ulasan Buku Toko Merah, Pentingnya Inovasi dan Menjauhi Sikap Sombong
-
Gedung Peruri Ditetapkan Sebagai Cagar Budaya Nasional
-
Mengenal Kembali Gedung Sarekat Islam: Warisan Sejarah yang Terlupakan
-
Sejumlah Aset Milik Peruri Ditetapkan Sebagai Warisan Nasional
-
Mengintip Perawatan Monumen Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng
Terpopuler
- Pemilik Chery J6 Keluhkan Kualitas Mobil Baru dari China
- Profil dan Aset Murdaya Poo, Pemilik Pondok Indah Mall dengan Kekayaan Triliunan
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
Pilihan
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
-
Solusi Pinjaman Tanpa BI Checking, Ini 12 Pinjaman Online dan Bank Rekomendasi
-
Solusi Aktivasi Fitur MFA ASN Digital BKN, ASN dan PPPK Merapat!
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB, Terbaik untuk April 2025
-
Gelombang Kejutan di Industri EV: Raja Motor Listrik Tersandung Skandal Tak Terduga
Terkini
-
Solusi Anti-Pesing Ala Jogja: Pampers Kuda untuk Andong Malioboro, Ini Kata Kusir
-
IHSG Masih Jeblok Jadi Momentum Berinvestasi? Simak Tips dari Dosen Ekonomi UGM
-
Jogja Hadapi Lonjakan Sampah Pasca Lebaran, Ini Strategi Pemkot Atasi Tumpukan
-
Revitalisasi Stasiun Lempuyangan Diprotes, KAI Ungkap Alasan di Balik Penggusuran Warga
-
Soal Rencana Sekolah Rakyat, Wali Kota Yogyakarta Pertimbangkan Kolaborasi Bersama Tamansiswa